Kewajiban Uji Klinis untuk Obat Baru Harus Dipatuhi
Meskipun dalam situasi darurat karena pandemi, semua pihak yang berusaha menciptakan obat Covid-19 harus tetap memperhatikan keselamatan publik. Tahapan uji praklinis dan uji klinis tidak boleh diabaikan.
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya Indonesia menemukan obat untuk menyembuhkan Covid-19 harus dilakukan sesuai prosedur yang diamanatkan dalam Undang-Undang Kesehatan. Meskipun Indonesia sedang dalam kondisi darurat karena pandemi, semua prosedur uji klinis untuk obat baru harus tetap dilakukan demi keselamatan pasien.
”Meskipun dalam situasi darurat, semua pihak harus tetap memperhatikan keselamatan publik. Kita tidak boleh melampaui batas tugas pokok dan fungsi karena semua aturan uji klinis itu berbasis ilmu pengetahuan,” tegas Pandu Riono, pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Rabu (1/7/2020), dalam diskusi dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Saat ini, kata Pandu, terdapat 120 laboratorium di seluruh dunia sedang mengembangkan vaksin Covid-19. Ratusan lembaga dan perusahaan juga berlomba untuk membuat obat yang efektif guna menyembuhkan pasien Covid-19.
Pandu mengingatkan semua pihak harus mengikuti prosedur untuk mengklarifikasi keabsahan obat tertentu. Saat ini ada beberapa obat yang diklaim sebagai obat Covid-19, tetapi ada yang bermanfaat dan efektif, dan ada yang tidak bermanfaat dan justru berefek samping negatif.
”Kita perlu menguji metodologi pembuatan obat. Bagaimana mungkin temuan dari sel langsung melompat menjadi clear bagi manusia? Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) perlu tegas mencegah hal semacam ini,” kata Pandu dalam siaran pers.
Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Prof Dr dr Sukman Tulus Putra meminta sejumlah pihak tidak mudah melakukan klaim obat tertentu bisa menyembuhkan Covid-19. Sukman juga meminta agar obat yang belum dinyatakan lolos uji klinis tak digunakan dulu karena untuk register suatu obat memerlukan uji yang valid.
”Sepengetahuan saya, hingga saat ini belum ada obat yang sangat efektif untuk menyembuhkan Covid-19. Semua obat baru harus melalui tahapan uji praklinis dan uji klinis guna mendapatkan obat yang bermanfaat, efektif, dan aman bagi pasien yang mengonsumsinya,” kata Sukman.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengingatkan, upaya menemukan obat atau vaksin dalam upaya penyembuhan dan pencegahan Covid-19 harus berbasis keamanan dan keselamatan konsumen sebagai pengguna obat. Oleh karena itu, obat tersebut harus lolos uji klinis sehingga memenuhi standar efektivitas, manfaat, aman, dan stabil untuk dikonsumsi oleh pasien Covid-19.
”Aspek ini harus menjadi skala prioritas utama dan pertama, tanpa kompromi. BNPB dan BIN diharapkan tidak mendistribusikan obat apa pun sebelum mendapat persetujuan dari BPOM. Persetujuan BPOM menjadi dasar terhadap aspek yang sangat fundamental, yakni keamanan dan keselamatan pada konsumen dan masyarakat secara keseluruhan,” katanya.
Menurut Tulus, keberadaan gugus tugas khusus diperlukan untuk mengakselerasi upaya penemuan obat dan vaksin yang melibatkan banyak pemangku kepentingan secara utuh dan komprehensif, baik sektor kesehatan maupun nonkesehatan.
”Egoisme antarlembaga harus ditinggalkan. Semangat menghadang wabah Covid-19 dan perlindungan masyarakat konsumen harus menjadi prioritas pertama dan utama,” kata Tulus.