BRIN Perlu Fokus Sinergikan Seluruh Ekosistem Riset
Harapan pengembangan riset dan inovasi di Indonesia kini bertumpu pada Badan Riset dan Inovasi Nasional. Untuk mendorong kemajuan riset, badan tersebut diharapkan memperkuat sinergi dalam ekosistem riset.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Riset dan Inovasi Nasional perlu fokus mengoordinasi dan menyinergikan ekosistem riset di Indonesia. Dalam mengoordinasikan ekosistem riset ini jangan sampai membubarkan ataupun menguasai lembaga-lembaga riset yang ada.
Wakil Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Sofian Effendi mengemukakan, pergantian Kementerian Riset dan Teknologi menjadi menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dari aspek birokrasi merupakan kemunduran. Sebab, badan pemerintah tidak memiliki kedudukan dan kewenangan setinggi kementerian.
Di sisi lain, kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di Indonesia belum berfungsi dengan baik karena keterbatasan anggaran. Hal itu diperparah dengan minimnya partisipasi dari swasta atau dunia bisnis karena tidak adanya insentif pajak.
Menurut Sofian, BRIN yang telah dibentuk saat ini perlu fokus memulai sebagai lembaga otoritas riset di bidang teknologi dan inovasi untuk mendukung pembangunan industri strategis. BRIN juga harus mendukung riset di semua bidang, baik pertahanan dan keamanan maupun sumber daya hayati seperti pangan dan obat.
”Jadi, tugas BRIN fokus melembagakan pelaksanaan program dan alokasi anggaran untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi,” ujarnya dalam diskusi daring bertajuk ”Model Integrasi BRIN”, di Jakarta, Jumat (18/6/2021).
Hal senada disampaikan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 1998-2006 Azyumardi Azra. Menurut dia, posisi BRIN saat ini tidak setara dengan kementerian. Ini membuat BRIN tidak memiliki kewenangan untuk mengajukan anggaran secara langsung ke Kementerian Keuangan kecuali ada sebuah kebijakan khusus.
Azyumardi memandang, BRIN harus menjadi lembaga koordinasi dan sinergi untuk meningkatkan ekosistem riset di Indonesia dengan mempertahankan empat lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK). Empat LPNK itu adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
”Jika BRIN akan dipertahankan, perlu ditekankan agar tidak dengan ambisi besar menguasai lembaga-lembaga riset yang ada. Sebab, lembaga riset tersebut sudah berpengalaman dan menunjukkan prestasinya. Ini merupakan langkah yang harus ditempuh ke depan,” tuturnya.
Jika BRIN akan dipertahankan, perlu ditekankan agar tidak dengan ambisi besar menguasai lembaga-lembaga riset yang ada.
Menteri Koordinator Kemaritiman 2014-2015 Indroyono Soesilo menambahkan, semua negara maju selalu berinvestasi pada riset dan inovasi iptek serta sumber daya manusia. Urusan riset dan inovasi iptek di mancanegara juga selalu terbagi khusus untuk kebijakan, pelaksana, dan pendanaan agar tidak terjadi tumpang tindih wewenang.
”Saya memosisikan BRIN sebagai pelaksana karena tidak mungkin membuat kebijakan. Adanya Dewan BRIN seharusnya dimanfaatkan secara penuh karena selama ini dunia iptek tidak ada yang melindungi. Selain itu, perlu juga konsolidasi dan upgrade sarana serta prasarana riset,” katanya.
Perubahan paradigma
Anggota Komisi VII DPR Fraksi PAN, Andi Yuliani Paris, mengatakan, terdapat perubahan paradigma setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek). Perubahan paradigma tersebut membuat iptek didorong agar turut menjadi salah satu aspek dalam pembangunan nasional.
”Pemerintah dan DPR sepakat untuk mengarahkan pada peningkatan inovasi. Kami harapkan dapat meningkatkan intensitas dan kualitas kemitraan, pemanfaatan iptek, kemandirian, serta daya saing,” katanya.
Andi mengatakan, BRIN berperan menyinergikan dan mengarahkan sumber daya iptek. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 48 UU Sisnas Iptek yang menyebutkan bahwa BRIN dibentuk untuk menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.
Namun, ia menilai BRIN tidak menjadi pelaksana dari seluruh substansi UU Sisnas Iptek. Sebab, pelaksana dari UU Sisnas Iptek yaitu lembaga yang fokus terhadap riset baik lembaga pendidikan atau perguruan tinggi, pengkajian dan penerapan, badan usaha, hingga lembaga penunjang lainnya.
”BRIN merupakan lembaga yang mengoordinasikan perencanaan dan anggaran. BRIN bukan pelaksana penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan sesuai Pasal 14 dan 42,” ungkapnya.