Laksana Tri Handoko: BRIN Dibentuk untuk Lebih Terbuka
Laksana Tri Handoko yang dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional pada 28 April 2021, memberikan gambaran strategi yang akan dijalankan untuk meningkatkan kualitas riset Indonesia.
Peleburan lembaga riset pemerintah non-kementerian menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional menimbulkan sejumlah pertanyaan di masyarakat. Sejumlah tantangan pun harus dihadapi untuk memastikan pengembangan riset dan inovasi di Indonesia tetap berlanjut.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko yang sebelumnya sempat menjabat sebagai Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saat ditemui di kantornya di Jakarta, Selasa (11/5/2021) menyampaikan, konsolidasi yang dilakukannya lebih pada anggaran, infrastruktur, dan administrasi. Sementara tugas dan fungsi di masing-masing lembaga tetap berjalan sesuai aturan.
BRIN justru diharapkan dapat memperkuat ekosistem riset dan inovasi di Indonesia, terutama untuk mendorong terbentuknya lembaga riset swasta yang lebih masif. Berikut petikan wawancara Kompas dengan Laksana Tri Handoko.
Apa pesan Presiden ketika bapak dilantik sebagai Kepala BRIN?
Pesan Pak Presiden sederhana. Pertama, mengonsolidasi lembaga riset pemerintah, termasuk di dalamnya terkait sumber daya manusia, anggaran, dan infrastruktur. Kedua, melakukan re-focusing riset dan inovasi lebih ke arah digital economy, green economy, dan blue economy. Intinya yang ada local competitiveness yaitu sumber daya alam lokal dan keanekaragaman lokal, baik keanekaragaman hayati, geografi, serta seni dan budaya.
Baca juga Di Balik Penunjukan Bahlil, Nadiem, dan Handoko
Apa tantangan yang dihadapi dalam mengelola BRIN?
Saya tidak pernah merasa punya tantangan. Namun, saat awal saya diminta untuk mengelola LIPI, awalnya saya melihat ada berbagai persoalan yang tidak sesuai standar saya. Sebagai lembaga yang baru, saya tidak ingin hanya membenarkan sebuah tradisi melainkan saya ingin mentradisikan yang benar di BRIN.
Tradisi yang benar itu seperti apa?
Pertama, lembaga riset itu harus banyak karena riset itu proses kreatif dari seorang manusia. Jadi, semakin banyak riset, semakin besar potensi mendapatkan inovasi yang bagus.
Namun yang harus banyak itu adalah lembaga riset swasta. Lembaga riset pemerintah seharusnya hanya sedikit yang biasanya akan berfokus pada riset yang tidak sanggup dilakukan swasta yang sangat advance dan berbiaya mahal.
Sayangnya, kondisi di Indonesia berkebalikan. Itu tercermin dari rasio belanja litbang (penelitian dan pengembangan) di Indonesia dengan porsi 80 persen dari APBN dan 20 persen dari swasta. Itu berlawanan dengan standar UNESCO. Swasta itu memiliki pandangan bahwa hasil riset harus memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga terus terpacu membuat inovasi yang baru dan menarik.
Kemudian, critical mass kita juga rendah. Dengan jumlah SDM (sumber daya manusia) riset sebanyak 1.071 orang per 1 juta penduduk seharusnya bisa menjadi modal yang baik. Dibandingkan dengan Thailand hanya 750 orang per 1 juta penduduk. Potensi ini harus dimaksimalkan.
Saya bisa fokus di hal yang sifatnya teknokratis, sedangkan dukungan untuk politis bisa melalui Dewan Pengarah.
Anggaran litbang juga besar sampai sekitar Rp 37 triliun. Infrastruktur juga ada. Tetapi ketika ditanya apakah kita mampu berkompetisi? Semua diam.
Itulah problem basic kita yang menjadi bawaan tradisi kita. Kita harus bisa mengumpulkan talenta unggul sehingga riset bisa dilakukan pemusatan.
Apa target jangka pendek, menengah, dan panjang dari BRIN?
Yang penting kita harus bisa mengonsolidasikan lima lembaga riset, mulai dari LIPI, BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), Batan (Badan Tenaga Nuklir Nasional), Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa), dan Kementerian Riset dan Teknologi (kini digabung dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi Kemendikbud Ristek) secara cepat. Ditargetkan pada 1 Januari 2022 bisa berjalan secara optimal yang juga dibarengi dengan tahun anggaran baru.
Baca juga Perumusan Kebijakan Riset Jangan Terjebak Nostalgia Geopolitik
Kami telah menargetkan anggaran untuk tahun depan mencapai Rp 7 triliun. Itu tidak termasuk administrasi dan belanja pegawai.
Kemudian, mengintegrasikan kebutuhan anggaran, infrastruktur, dan administrasi dari seluruh lembaga. Dengan begitu bisa langsung kerja bersama. Target jangka panjang yaitu menjadi daya ungkit pertumbuhan lembaga riset swasta di Indonesia.
Bagaimana caranya?
Kita konsolidasikan dulu semua sumber daya yang dimiliki pemerintah sehingga kita akhirnya punya modal yang besar sembari kita juga memperbaiki kualitas. Kemudian bagaimana cara mendorongnya swasta? Modal yang besar ini bukan hanya untuk peneliti di BRIN saja.
Jadi BRIN dibentuk untuk lebih terbuka. Seluruh sumber daya manusia juga infrastruktur bisa digunakan oleh siapa saja, terutama swasta. Harapannya, swasta kemudian bisa memulai RnD (riset dan pengembangan). BRIN pun ada sebagai lembaga pemerintah yang melayani.
Swasta hanya perlu membawa masalah dan bahan saja, sementara SDM dan infrastruktur bisa memanfaatkan yang dimiliki BRIN. Kita akan permudah ini dengan tidak perlu menggunakan kerja sama resmi seperti PKS (perjanjian kerja sama). Itu yang selama ini birokrat kita tidak lakukan.
Seluruh sumber daya manusia juga infrastruktur bisa digunakan oleh siapa saja, terutama swasta. Harapannya, swasta kemudian bisa memulai RnD (riset dan pengembangan). BRIN pun ada sebagai lembaga pemerintahyang melayani.
Kapan target ini bisa tercapai?
Untuk konsolidasi LPNK (lembaga pemerintah non-kementerian) untuk riset kita targetkan bisa selesai dalam waktu lima bulan ini sehingga 1 Januari 2022 sudah bisa jalan optimal. Total SDM kita nanti mencapai 9.000 orang.
Baca juga Fungsi BRIN Mulai Berjalan Optimal Januari 2022
Sementara untuk menumbuhkan riset di swasta kita terus dorong karena memang ini juga bergantung pada pihak swasta. Yang jelas kita akan bantu dalam prosesnya, misalnya, pengadaan alat yang terkendala. Itu akan kami bantu pengadaannya. Kalau misalnya butuh sumber daya manusia yang ahli, kita akan carikan.
Bagaimana teknis konsolidasi dari lembaga riset tersebut?
Itu masih kita diskusikan. Apakah nanti ada empat bidang atau bahkan bisa tujuh. Namun dipastikan bisa lebih dari empat bidang disesuaikan dengan masing-masing karakter yang dimiliki.
Konsolidasi ini tidak benar-benar dilebur karena tugas dan fungsi harus tetap ada. Program pun tetap berjalan sesuai RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional). Potensi penghematan bisa sangat besar.
Apa yang berubah dari organisasi BRIN saat ini?
Kita itu ingin mengubah proses bisnisnya yang membuat menjadi lebih inklusif. Caranya? Kita tarik semua infrastruktur dan administasi di setiap lembaga untuk dikelola di tingkat pusat.
Dengan begitu, lembaga riset hanya punya periset saja. Operasional infrastruktur dan maintenance akan dikelola pusat agar rasa kepemilikan dari masing-masing lembaga bisa memudar. Selama ini tidak ada kepemilikan bersama sehingga alat yang ada tidak secara luas dimanfaatkan.
Selain empat LPNK dan Kementerian Ristek, litbang di kementerian/ lembaga lain juga bisa tergabung. Namun itu masih dalam pembahasan. Yang jelas, dari empat LPNK dan ristek tidak ada perubahan dari pusat risetnya. Hanya infrastruktur dan administrasi yang akan diintegrasikan.
Baca juga Riset Terkait Covid-19 Masih Menjadi Prioritas Tahun Depan
Kami juga sudah menyepakati terkait organisasi dari ristek di Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Untuk riset di perguruan tinggi akan di bawah Kemendikbud dan lainnya ada di BRIN.
Bagaimana menjadi independensi lembaga riset dengan adanya Dewan Pengarah?
Riset itu set sifatnya self regulated. Jadi pasti independen. Kebebasan berkreasi dari para periset itu nomor satu. Keberadaan Dewan Pengarah justru menjadi bentuk dukungan negara secara politis.
Negara mendukung agar inovasi kita bisa semakin kuat untuk bisa menjadi negara maju. Nanti saya bisa fokus di hal yang sifatnya teknokratis, sedangkan dukungan untuk politis bisa melalui Dewan Pengarah.
Bagaimana dengan Badan Riset dan Inovasi Daerah?
Daerah akan mengikuti amanat UU Cipta Kerja, UU Nomor 11 Tahun 2020. Jadi, badan riset daerah akan menjadi agen. Semua riset tidak perlu dilakukan di semua daerah, apalagi jika risetnya sama.
Badan riset daerah bisa memberikan solusi teknolgi yang diperlukan di daerah atau membawa persoalan daerah ke kita. Untuk badan riset di daerah juga akan diserahkan ke pemerintah daerah yang nantinya akan dikonsolidasikan juga.
[video width="1920" height="1080" mp4="https://kompas.id/wp-content/uploads/2021/05/20210511_134430.mp4"][/video]
Apa indikator kesuksesan dari pembentukan BRIN?
BRIN dikatakan berhasil jika lembaga riset swasta sudah banyak tumbuh. Jadi, setelah lembaga riset swasta mulai banyak, BRIN akan fokus pada riset-riset yang lebih sulit, riset yang advance, riset yang berbiaya mahal, bahkan riset yang aplikasinya sulit namun diperlukan. Itu juga termasuk riset dasar.
Keberhasilan yang lain yaitu menjadi platform transisi dari talenta riset yang unggul. Selama ini kita banyak menyianyiakan talenta. Jadi kita harus bisa memaksimalkan talenta yang ada jangan sampai justru bekerja di luar negeri. Tentu remunerasi dan infrastruktur yang disediakan juga akan bersaing sehingga mereka juga mau bekerja di dalam negeri.
Dengan begitu. BRIN bisa menjadi landasan pembangunan riset dan inovasi bangsa yang unggul untuk mendukung menjadi negara yang maju. Dukungan semua pihak amat dibutuhkan.