Badan Riset dan Inovasi Nasional sedang memasuki masa transisi hingga dapat berfungsi secara optimal awal tahun 2022. Keberadaan lembaga tersebut diharapkan bisa mempercepat pengembangan riset dan inovasi di Indonesia.
Oleh
DEONISIA ARLINTA/ADHITYA RAMADHAN/EVY RACHMAWATI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses konsolidasi lembaga pemerintah non-kementerian di bidang riset dan inovasi yang akan dilebur dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional masih berjalan. Direncanakan, badan tersebut akan mulai berjalan optimal pada Januari 2022.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko ketika ditemui Kompas di Jakarta, Selasa (11/5/2021), menuturkan, urusan administrasi serta kelembagaan BRIN masih dalam proses penataan. Itu termasuk pada penataan sumber daya manusia, infrastruktur, dan pengelolaan organisasi.
”Untuk kelembagaan rencananya akan disiapkan dengan seleksi terbuka mulai Juli-Agustus 2021. Seleksi terbuka ini untuk pembentukan infrastruktur SDM (sumber daya manusia) yang berasal dari lima lembaga yang dilebur dalam BRIN. Harapannya bisa mulai optimal berjalan pada 1 Januari 2021 saat tahun anggaran baru. Kami menyiapkan anggaran untuk BRIN sebesar Rp 7 triliun,” katanya.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2021 tentang BRIN, terdapat empat lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) yang akan dilebur dalam BRIN. Lembaga itu meliputi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Kementerian Riset dan Teknologi juga termasuk yang turut dilebur dalam badan riset tersebut.
Terkait dengan fungsi ristek di BRIN dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Handoko menyampaikan, pembagian peran yang disepakati yaitu lembaga riset di perguruan tinggi akan dibawahi oleh Kemendikbud Ristek, sementara lembaga riset lain akan berada di bawah BRIN.
Adapun tujuan pembentukan BRIN yakni mengonsolidasi sumber daya manusia, infrastruktur, dananggaran iptek guna mewujudkan ekosistem riset yang lebih baik di Indonesia. Selain itu, riset yang dijalankan pun akan difokuskan kembali untuk pengembangan ekonomi digital, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.
Riset swasta
”BRIN akan dibentuk sebagai lembaga riset pemerintah yang melayani masyarakat serta menjadi daya ungkit lahirnya lembaga riset swasta. Jadi, indikator keberhasilan BRIN ini jika lembaga riset swasta di Indonesia bisa bertumbuh serta mampu merawat talenta unggul di bidang perekayasa,” ujar Handoko.
BRIN akan dibentuk sebagai lembaga riset pemerintah yang melayani masyarakat dan menjadi daya ungkit lahirnya lembaga riset swasta.
Menurut dia, ekosistem riset di Indonesia perlu diperbaiki. Rasio belanja litbang pada lembaga riset pemerintah jauh lebih besar dari lembaga riset swasta dengan perbandingan 80 persen dari pemerintah dan 20 persen dari swasta.
Hal ini sangat berkebalikan dengan standar yang ditetapkan oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Bahkan, di Malaysia, sebesar 25 persen berasal dari pemerintah dan 75 persen dari lembaga riset swasta.
”Jadi ada yang keliru karena yang dinamis itu lembaga riset swasta yang mampu melahirkan inovasi yang sifatnya memiliki dampak ekonomi langsung. BRIN pun akan hadir untuk mendorong RnD (riset dan pengembangan) dari swasta dengan cara menyediakan SDM dan infratruktur yang dimiliki. Swasta hanya perlu menawarkan persoalan dan investasi,” kata Handoko.
Ketua Transisi BRIN yang juga Pelaksana Tugas Biro Perencana Keuangan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prakoso Bhairawa Putera menambahkan, BRIN tidak akan bergerak sendiri dalam proses konsolidasi yang dilakukan. Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional juga turut berperan, terutama dalam perencanaan program dan anggaran.
”Peleburan yang dilakukan hanya pada anggaran dan administrasi. Sementara tugas dan fungsi pada setiap lembaga tetap terjaga,” katanya.
Menurut Handoko, peran Dewan Pengarah BRIN pun akan memperkuat kelembagaan yang dibentuk. Keberadaan dewan pengarah dinilai sebagai bentuk dukungan negara untuk pengembangan inovasi di Indonesia. Pada aspek teknokratis akan dijalankan oleh BRIN, sedangkan dukungan politis bisa dijalankan melalui dewan pengarah.
Independensi para perekayasa pun tidak akan terganggu. ”Riset itu kan sifatnya self regulated yang dibatasi dengan aspek administrasi ataupun etik. Namun, untuk riset yang dijalankan, para perekayasa tetap bebas untuk berkreasi,” tuturnya.