Perbankan turut berperan dalam isu pendanaan yang berkelanjutan. Karena itu, lembaga keuangan pun didesak untuk menyelenggarakan iklim investasi dan penyaluran modal yang mengutamakan prinsip lingkungan dan sosial.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perbankan dapat berperan mendukung pendanaan yang berkelanjutan dengan tidak memberikan pinjaman modal bagi usaha yang berpotensi merusak lingkungan. Karena itu, lembaga keuangan didorong untuk bisa mengintegrasikan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola usaha ke dalam kebijakan kredit dan investasi yang diberikannya.
Sustainable Development Officer The Prakarsa, Ambarsari Dwi Cahyani, menyampaikan, dukungan pendanaan yang berkelanjutan dilakukan oleh lembaga keuangan dengan menerapkan metode Panduan Internasional Keuangan yang Adil (FFGI). Panduan ini bisa digunakan untuk melihat dukungan bank terhadap pendanaan yang berkelanjutan.
”Panduan ini juga melingkupi elemen kehutanan. Perusahaan yang akan didanai harus dipastikan dapat mencegah dampak negatif pada kawasan nilai konservasi tinggi dan kawasan stok karbon tinggi. Perusahaan pun harus menghormati hak-hak masyarakat lokal dan adat,” tutur Ambarsari di Jakarta, Rabu (9/6/2021).
Dalam penilaian yang dilakukan, Ambarsari menyampaikan, sejumlah bank nasional sudah mulai menunjukkan komitmen menuju pendanaan yang berkelanjutan. Meski begitu, komitmen ini perlu dituangan secara eksplisit, baik dalam kebijakan bank maupun implementasi investasi.
Ia mencontohkan, kebijakan yang tepat sudah diterapkan oleh Bank Mandiri dan BRI. Bank Mandiri memiliki kebijakan pemberian kredit untuk bidang usaha yang ramah lingkungan serta lulus sertifikasi manajemen analisis lingkungan. Sementara pada BRI terdapat kebijakan yang menyatakan bahwa bank tersebut tidak akan memberikan pembiayaan kredit untuk usaha yang merusak lingkungan, taman nasional, dan warisan sejarah.
BRI Sustainable Finance Team, Tri Mutiari, mengatakan, upaya perbaikan pun direncanakan untuk meningkatkan komitmen dalam pendanaan berkelanjutan. Perluasan sektor akan dilakukan tidak hanya pada sektor minyak kelapa sawit. ”Kami akan melengkapi pada sektor lain yang memiliki dampak cukup besar pada lingkungan, seperti kayu dan karet yang akan jadi pertimbangan,” tuturnya.
Perusahaan yang akan didanai harus dipastikan dapat mencegah dampak negatif pada kawasan nilai konservasi tinggi dan kawasan stok karbon tinggi. Perusahaan pun harus menghormati hak-hak masyarakat lokal dan adat.
Di tingkat global, peneliti Profundo, Ward Warmerdam, menyampaikan, pendanaan yang berisiko merusak lingkungan masih menjadi persoalaan. Hal itu tampak dari data Forests and Finance 2021. Setidaknya terdapat 50 bank dan investor terbesar di dunia yang ikut mendorong deforestasi.
Dari data itu juga memperlihatkan sebesar 45,7 miliar dolar AS disimpan oleh investor dalam bentuk obligasi dan saham yang berisiko merusak hutan. Sekitar setengah dari jumlah itu diberikan kepada perusahaan yang mengolah minyak kelapa sawit serta seperlimanya pada sektor bubur kertas dan kertas.
”Berdasarkan data Forests and Finance 2021, dua pertiga dari investasi ini berada di Asia Tenggara dan sepertiga berada di Amerika Latin. Hal ini tidak mengherankan karena wilayah ini banyak sekali tanaman kelapa sawit,” ujarnya.
Adapun investor terbesar yaitu Pemodalan Nasional Berhad (Malaysia), Employee Provident Fund (Malaysia), BNDES (Brasil), Vanguard (Amerika Serikat), dan KWAP Retirement Fund (Malaysia).