Seiring lonjakan kasus Covid-19 setelah libur Lebaran, tingkat keterisian tempat tidur di rumah rakit mulai meningkat. Karena itu, kapasitas fasilitas kesehatan mesti ditambah agar pasien bisa tertangani dengan baik.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan Covid-19 mulai meningkat. Angka kematian pun cenderung bertambah. Karena itu, selain meningkatkan upaya pelacakan, pemeriksaan, dan karantina pada masyarakat yang tiba dari luar daerah, kapasitas rumah perawatan ditambah untuk mengantisipasi lonjakan kasus.
Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satuan Tugas Nasional Penanganan Covid-19 Alexander K Ginting, di Jakarta, Senin (24/5/2021), mengatakan, tren kenaikan tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) mulai terjadi di rumah sakit rujukan Covid-19, khususnya RS yang berada di Pulau Jawa. Kenaikan itu terjadi di DKI Jakarta sebesar 2,3 persen, Jawa Barat naik 3 persen, Jawa Tengah naik 6,9 persen, dan Daerah Istimewa Yogyakarta naik 6,3 persen.
”Pemerintah daerah kembali diimbau untuk meningkatkan kapasitas ruang perawatan Covid-19 sesuai zona risiko di masing-masing wilayah. Seluruh rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan Covid-19 juga diharapkan menambah kapasitas ruang rawat pasien dengan melakukan alih fungsi tempat tidur,” katanya.
Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, sebagian besar provinsi di Sumatera memiliki tingkat keterisian tempat tidur di RS lebih tinggi dibandingkan provinsi lain. Provinsi dengan tingkat keterisian di atas 50 persen yakni Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau, Kalimantan Barat, dan Sumatera Barat. Dari 3.034 RS di seluruh Indonesia, rumah sakit yang ditunjuk sebagai RS rujukan Covid-19 sebanyak 982 rumah sakit.
Alexander menambahkan, selain peningkatan keterisian tempat tidur, angka kematian akibat Covid-19 yang dilaporkan cenderung naik. Pada 5 Februari 2021, persentase kematian yang dilaporkan sebesar 2,75 persen. Ini naik menjadi 2,78 persen pada 20 Mei 2021. Persentase kasus kematian di Indonesia juga masih di atas kondisi global yang sebesar 2,07 persen.
Pemerintah daerah kembali diimbau untuk meningkatkan kapasitas ruang perawatan Covid-19 sesuai zona risiko di setiap wilayah.
Dari analisis yang dilakukan Satgas Covid-19, populasi dengan usia 60 tahun berisiko paling tinggi mengalami kematian akibat Covid-19 dengan persentase kematian 49,35 persen dan 35,6 persen pada pada kelompok usia 46-59 tahun.
Selain itu, komorbid atau penyakit penyerta yang dialami meningkatkan risiko kematian. Penyakit ginjal diketahui 13,7 kali lebih berisiko mengalami kematian dibandingkan yang tidak memiliki komorbid. Begitu pula dengan penyakit jantung 9 kali lebih berisiko, diabetes melitus 8,3 kali, hipertensi 6 kali, dan penyakit otoimun 6 kali lebih berisiko mengalami kematian ketika tertular Covid-19.
Karena itu, pemerintah memprioritaskan masyarakat lanjut usia (lansia) sebagai sasaran penerima vaksinasi Covid-19. Per 23 Mei 2021, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan akan memperluas sasaran prioritas vaksinasi mulai dari kelompok usia 50 tahun ke atas.
Gedung Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Hang Jebat Jakarta menjadi tempat uji coba perluasan sasaran vaksinasi pada kelompok usia tersebut.
Percepatan vaksinasi pada lansia diperlukan karena jumlah sasaran yang divaksinasi masih sedikit. Dari 21,5 juta lansia, baru 9,02 persen di antaranya yang divaksinasi sampai dosis kedua. Pemerintah menargetkan 181,5 juta penduduk di Indonesia bisa divaksinasi agar kekebalan komunitas dari virus penyebab Covid-19 bisa terbentuk.
Karantina
Menurut Alexander, pemerintah daerah dan Satgas Penanganan Covid-19 di daerah diminta mempertajam strategi deteksi kasus melalui akselerasi tes, lacak, dan isolasi. Pelacakan harus dilakukan minimal 1 per 1.000 penduduk per minggu dengan kecepatan hasil keluar kurang dari 24 jam sejak spesimen diterima.
Sementara itu, pelacakan harus dijalankan setidaknya pada 15-20 kontak erat kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19 dengan rentang waktu kurang dari 72 jam. Tes dlakukan pada kontak erat yang bergejala ataupun yang tidak.
”Diharapkan orang yang datang dari wilayah lain selepas mudik harus menjalani karantina mandiri selama lima hari. Potensi lonjakan kasus atau gelombang kedua harus diantisipasi 1-2 minggu setelah libur lebaran. Peningkatan mobilitas akan menyebabkan lonjakan kasus,” ujarnya.
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Sonny Harry B Harmadi menambahkan, masyarakat perlu lebih waspada terhadap varian baru SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, yang sudah ditemukan di Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan empat varian virus sebagai varian yang harus diwaspadai, yakni varian B.1.1.7 asal Inggris, varian P.1 asal Brasil, varian B.1.351 asal Afrika Selatan, dan varian B.1.617 asal India.
Dari seluruh varian itu, tiga varian sudah ditemukan di Indonesia. Total kasus varian virus yang ditemukan di Indonesia sebanyak 54 kasus, meliputi 18 kasus varian B.1.1.7, 4 kasus varian B.1.351, dan 32 kasus varian B.1.617.
”Masyarakat yang mulai lelah dan abai terhadap protokol kesehatan telah menyebabkan terjadi lonjakan kasus di sejumlah negara. Kita harus konsisten dan teguh untuk terus menjalankan protokol kesehatan agar kasus Covid-19 terkendali,” kata Sonny.