Banyak negara telah mengalami skenario terburuk menghadapi pandemi Covid-19. Belum maksimalnya penanganan pandemi dari semua sektor menjadi bayang-bayang gelombang kedua pandemi di Indonesia.
Oleh
Yoesep Budianto
·5 menit baca
Ledakan kasus Covid-19 akibat varian baru di beberapa negara, meningkatnya aktivitas masyarakat selama libur Lebaran, serta kepatuhan protokol kesehatan warga yang makin turun menjadi alarm memburuknya situasi pandemi di Indonesia. Antisipasi menyeluruh dibutuhkan pemerintah pusat hingga daerah, apabila tidak ingin muncul gelombang kedua penularan virus SARS-CoV-2.
Tahun kedua pandemi Covid-19 di dunia belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Berkembangnya varian-varian baru virus SARS-CoV-2 membuat penularan Covid-19 makin cepat. Varian virus B.1.617 membuat penularan virus korona di India pada 14 Mei 2021 mencapai 310.822 dalam 24 jam dengan jumlah kematian mencapai 4.090 jiwa.
India, bukanlah satu-satunya negara di Asia yang mengalami lonjakan kasus. Data Worldometers mencatat virus korona merebak juga di Nepal, Filipina, Jepang, dan Malaysia. Lonjakan kasus membuat Pemerintah Malaysia menerapkan pembatasan mobilitas masyarakat secara nasional pada 12 Mei 2021 hingga 7 Juni 2021. Kebijakan lockdown juga diambil Pemerintah Singapura mulai 16 Mei hingga 13 Juni 2021.
Di Indonesia, varian baru virus SARS-CoV-2 termasuk dari India juga semakin banyak ditemukan. Hingga 4 Mei 2021, Kementerian Kesehatan menyebutkan sebaran kasus varian baru yang ditemukan adalah jenis B. 1617 ada di Kepulauan Riau 1 kasus, dan DKI Jakarta 1 kasus.
Varian B.117 ada di Sumatera Utara 2 kasus, Sumatera Selatan 1 kasus, Banten 1 kasus, Jawa Barat 5 kasus, Jawa Timur 1 kasus, Bali 1 kasus, Kalimantan Timur 1 kasus. Sementara untuk varian B. 1351 ada di Bali 1 kasus.
Data pandemi per 16 Mei 2021 di Indonesia menunjukkan 1.739.750 jiwa terkonfirmasi positif dengan total kematian mencapai 48.093 jiwa. Kasus aktif mencapai 90.800 kasus. Episentrum penularan masih berada di Pulau Jawa. Wilayah yang perlu diwaspadai adalah Jawa Timur, sebab mencatat hampir 23 persen kasus kematian atau sekitar 10,9 ribu jiwa.
Catatan memburuknya pandemi dan potensi gelombang kedua perlu mendapat perhatian penuh dari pengambil kebijakan. Terlebih, setiap kali ada masa libur panjang, kasus infeksi harian dan kematian mingguan meroket.
Sebagai contoh, pada libur Idul Fitri 2020 kasus positif naik hingga 93 persen, sementara tingkat kematian mingguan meningkat sampai 66 persen. Periode libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 pun meningkatkan kasus konfirmasi 78 persen dan kematian hingga 46 persen.
Porsi pemerintah dalam penanganan sebenarnya jelas, yaitu seputar perumusan kebijakan yang menjamin keberhasilan menghadapi pandemi. Salah satu porsi utamanya adalah melaksanakan pemeriksaan, pelacakan, dan perawatan.
Masih minim
Dari aspek pemeriksaan, hingga pertengahan Mei 2021 capaian pemeriksaan nasional sedikit lebih tinggi dari standar WHO. Namun, laju pelacakan yang dilakukan tidak jauh lebih baik dari pemeriksaan.
WHO memiliki standar pelacakan sebanyak 30 orang tiap satu kasus positif yang melakukan kontak seminggu terakhir. Sedangkan petugas lacak Indonesia baru mampu mendapatkan rata-rata 4 orang tiap satu kasus dengan durasi lacak hingga 3 minggu.
Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk mencegah penularan virus korona adalah memberlakukan pembatasan mobilitas dan program vaksinasi. Salah satu kebijakan pembatasan aktivitas dilakukan melalui Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB). Seiring perjalanan pandemi di dalam negeri, penyesuaian dilakukan dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro.
Hampir setahun kebijakan PSBB sejak April 2020 hingga dilanjutkan PPKM Mikro mulai Februari 2021, rata-rata laju kasus positif selama setahun terakhir tercatat masih cukup tinggi, yaitu 19,32 persen. Laju ini lebih tinggi dari standar WHO yaitu sebesar 5 persen.
Belum maksimalnya kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat berdampak pada munculnya kluster penularan virus korona, mulai dari kluster sekolah, pasar, hingga keagamaan. Salah satu kasus penularan besar muncul di Jawa Timur, tepatnya kluster masjid di Banyuwangi pada 10 Mei 2021. Sebanyak 62 warga terkonfirmasi positif.
Langkah terbaru yang dilakukan untuk menangani pandemi adalah vaksinasi. Namun, Indonesia masih perlu mempercepat proses vaksinasi. Data per 13 Mei 2021 menyebut baru sekitar 3,3 persen masyarakat yang telah menerima vaksin dua dosis.
Permasalahan lain yang mampu memperburuk situasi pandemi adalah kecenderungan melemahnya kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan. Tercatat setidaknya sepertiga kabupaten/kota di Indonesia memiliki kepatuhan protokol kesehatan kurang dari 75 persen per April 2021.
Laju vaksinasi yang masih minim, kepatuhan masyarakat yang menurun, diikuti penularan yang masih tinggi dan ancaman varian baru yang lebih infeksius, menjadi kekhawatiran tidak tercapainya kekebalan komunitas sesuai yang ditargetkan pemerintah. Belum maksimalnya penanganan pandemi dari semua sektor tentu tidak bisa dibiarkan, terlebih ada bayang-bayang gelombang kedua pandemi Covid-19.
Skenario terburuk
Banyak negara yang telah mengalami skenario terburuknya di tengah pandemi. Setelah China, Amerika Serikat, dan Brazil, saat ini ada India dengan kenaikan kasus infeksi dan kematian dalam beberapa minggu terakhir.
Setidaknya ada empat skenario terburuk yang dapat terjadi di Indonesia. Pertama, kasus terkonfirmasi akan tiba-tiba melonjak, ditandai munculnya banyak kluster penularan virus korona dan penambahan aktivitas warga saat libur Lebaran. Hingga saat ini saja, ragam kluster infeksi ditemukan, seperti kluster menjenguk orang sakit dan pengajian.
Faktor kedua adalah ancaman virus makin infeksius karena banyak varian baru masuk ke Indonesia. Sembilan provinsi telah melaporkan temuan kasus infeksi varian baru SARS-CoV-2.
Berikutnya, terbatasnya daya dukung fasilitas kesehatan di daerah. Berkaca dari lonjakan kasus sebelumnya setelah liburan akhir tahun 2020, sistem kesehatan berpotensi kembali kolaps, khususnya di episentrum penularan, yaitu Pulau Jawa.
Kondisi darurat layanan kesehatan ini berdampak pada kelelahan tenaga medis terutama dokter Seperti tahun lalu, pada periode Maret-Agustus 2020, sebanyak 102 orang dokter meninggal dunia. Ketersediaan ruang ICU menipis di berbagai daerah, bahkan ada pasien yang meninggal saat menunggu rujukan rumah sakit.
Kisah pilu susahnya mendapatkan rumah sakit muncul di Tangerang Selatan pada Januari 2021 lalu. Seorang pasien dinyatakan meninggal dunia di Puskesmas setelah dua hari tidak mendapatkan ruang ICU. Puluhan rumah sakit di Jabodetabek menyatakan tidak memiliki lagi ruang rawat untuk pasien baru.
Faktor terakhir, kekebalan komunitas bisa saja sulit tercapai. Sudah tiga bulan vaksinasi berjalan, rata-rata harian penerimaan vaksin Covid-19 untuk dosis pertama sebanyak 99 ribu jiwa. Padahal, untuk mencapai kekebalan komunitas dibutuhkan minimal 70 persen penduduk tervaksin.
Saat ini, kemungkinan terburuk situasi pandemi Indonesia masih dalam tahapan prediksi, sehingga masih ada peluang untuk mencegahnya. Berkaca pandemi Flu Spanyol 1918, gelombang kedua wabah jauh lebih buruk dibandingkan yang pertama. Karenanya, dibutuhkan komitmen kuat khususnya dari pemerintah dan partisipasi masyarakat untuk memperbaiki penanganan pandemi sehingga kondisi dapat lebih terkendali sekaligus menutup celah gelombang kedua Covid-19 di Indonesia. (LITBANG KOMPAS)