KLHK Bentuk Tim Inventarisasi Terkait Tumpahan Minyak di Karawang
Pemerintah akan membentuk tim guna menginventarisasi dampak kerusakan dan pencemaran yang ditimbulkan tumpahan minyak.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menangani kasus tumpahan minyak akibat kebocoran pipa di perairan Karawang, Jawa Barat. KLHK akan melakukan audiensi dengan pemerintah daerah untuk membentuk tim guna menginventarisasi daerah-daerah yang terkena dampak.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro menyampaikan, proses penanganan tumpahan minyak di Karawang telah dilakukan tim gabungan dari Ditjen PPKL serta Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3).
”Dari Ditjen PPKL kami melakukan modelling penyebaran dan tukar informasi dengan Pertamina serta memberikan arahan pengendalian tumpahan di laut. Kami turun ke lapangan pada saat minyak sudah mulai mendarat di pantai,” ujarnya, di Jakarta, Rabu (28/4/2021).
Dari pantauan Walhi, minyak sudah hanyut hingga ke kawasan Muara Gembong, Bekasi, atau tepatnya di Pantai Bahagia, Pantai Sederhana, dan Pantai Mekar.
Selain itu, kata Sigit, dari konfirmasi tim di lapangan, minyak tumpahan sudah diambil dan diangkut. Tim Ditjen PPKL juga menemui beberapa tokoh masyarakat yang memberikan informasi. Sementara tim dari PSLB3 telah melakukan fly over dan kunjungan lapangan untuk memastikan tumpahan minyak di pantai sudah diambil dan dikelola dengan baik.
Ia mengakui bahwa tumpahan minyak tersebut akan berakibat pada turunnya kualitas air laut, mengganggu biota laut, hingga mencemari tanah dan mangrove. Oleh karena itu, Kamis (29/4/2021) besok, KLHK akan melakukan audiensi dengan pemerintah daerah untuk membentuk tim guna menginventarisasi daerah-daerah yang terkena dampak dan menetapkan rencana pemulihannya. Tim yang dibentuk juga akan melibatkan pakar dan perusahaan.
Dikecam
Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Meiki Wemly Paendong mengecam keras kejadian tumpahan minyak tersebut karena akan berdampak pada lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat, seperti kasus pada 2019. Hasil kajian Himpunan Mahasiswa Perikanan Universitas Padjadjaran dan Walhi Jabar menunjukkan, limbah minyak di laut berpotensi membuat kematian pada biota laut hingga memengaruhi kegiatan perikanan.
”Hasil wawancara kami dengan nelayan bagan di Pantai Pasir Putih Karawang menyebutkan adanya penurunan hasil tangkapan mereka sejak kejadian tahun 2019. Ditambah dengan kejadian yang baru-baru ini, hasil yang mereka dapatkan menurun drastis,” ungkapnya.
Pencemaran dari tumpahan minyak juga dapat menyebabkan bau lantung dan rasa yang tidak enak pada ikan keramba atau bagan yang tidak bisa bergerak menjauhi cemaran tersebut. Selain berpengaruh terhadap organismenya, peralatan seperti jaring dan temali juga tidak bisa digunakan lagi oleh para pembudidaya.
Meski Pertamina menyatakan sudah melakukan tindakan penanganan dengan cepat, kata Meiki, fakta menunjukkan, limbah minyak tersebut sudah hanyut ke sejumlah titik. Dari pantauan Walhi, minyak sudah hanyut hingga ke kawasan Muara Gembong, Bekasi, atau tepatnya di Pantai Bahagia, Pantai Sederhana, dan Pantai Mekar.
”Sejak kejadian tahun 2019 kami bersama koalisi organisasi lingkungan lain mendesak agar dilakukan audit terhadap kinerja dan aspek teknis Pertamina secara keseluruhan, selain juga terkait pemulihan dampak lingkungan dan sosial. Audit ini sangat perlu dilakukan, ditambah sebelumnya terjadi ledakan kilang minyak Balongan,” tuturnya.
Sebelumnya, tumpahan minyak hitam pekat tersebar di sejumlah titik pantai utara Karawang, Sabtu (24/4/2021). Tumpahan itu mengotori pasir pantai hingga bebatuan tepi pantai dan akses jalan di sekitarnya. Tumpahan berbentuk cair dan padat serta berbau menyengat. Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) mengakui ada kebocoran pipa di area BZZA atau sekitar 15 mil (24 kilometer) dari bibir pantai Karawang. (Kompas, 28/4/2021)