RI Diminta Tingkatkan Target Penurunan Emisi dan Percepat Netralitas Karbon
Indonesia masih bisa meningkatkan target capaian penurunan emisi ataupun mempercepat target mencapai netralitas karbon.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah negara di dunia telah berkomitmen memperbarui target penurunan emisi mereka dan bertekad melakukan aksi lebih kuat dalam menanggulangi perubahan iklim. Hal ini perlu diikuti Indonesia dengan meninjau kembali pembaruan dokumen kontribusi nasional penurunan emisi dan menetapkan target yang lebih ambisius.
Ketua Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network) Mahawan Karuniasa menyampaikan, pernyataan Presiden Joko Widodo dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim memiliki kekuatan dalam hal kepercayaan diri Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari berbagai skala capaian dalam mengatasi persoalan lingkungan dan ketegasan komitmen negara maju.
“Kesediaan membuka diri untuk investasi hijau, termasuk pabrikasi baterai ataupun pengembangan industri mobil listrik, juga bentuk kekuatan berbasiskan ketersediaan sumber daya. Dari sisi politik dan ekonomi, pernyataan ini menjadi kekuatan bagi Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Jumat (23/4/2021).
Di tengah urgensi krisis iklim, Presiden justru tampil ambigu alih-alih mengambil langkah kepemimpinan yang berani dan bisa menginspirasi para pemimpin dunia lainnya.
Namun, di samping kekuatan pidato Presiden tersebut, Mahawan menilai masih terdapat kelemahan, yakni pada aspek substansi. Beberapa di antanya ialah terkait komitmen dokumen kontribusi nasional penurunan emisi (NDC) 2030 dan pencapaian nol emisi 2050 dari Indonesia.
Menurut Mahawan, banyak negara yang menyampaikan dengan lugas peningkatan komitmen NDC untuk mendukung semangat ambisi negara lain. Negara tersebut juga menyatakan dengan tegas target dan tenggat pencapaian nol emisi. Sebaliknya, Indonesia tidak memperbarui target penurunan emisi dalam NDC dan hanya melakukan penguatan pada isu adaptasi sehingga berimplikasi pada pernyataan yang tidak lugas dari Presiden.
Oleh karena itu, Mahawan menyatakan bahwa pemerintah perlu membuka peluang untuk meninjau kembali pembaruan NDC agar ada peningkatan terkait target mitigasi. Peluang peningkatan target NDC 2030 dinilai tetap terbuka jika pemerintah mampu mengendalikan kebakaran hutan dan lahan dengan baik.
”Perhitungan Net Zero Emission 2070 untuk Indonesia benar-benar perlu dikaji ulang, terutama asumsi-asumsi yang terjadi pada masa 49 tahun ke depan karena pada dekade ini akan menjadi transisi. Masa selanjutnya pada 2030-2040 juga menjadi dekade disrupsi global karena memuncaknya dampak lingkungan kepada politik, ekonomi, dan demografi,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati. Menurut dia, pidato Presiden Joko Widodo dalam KTT Perubahan Iklim menunjukkan tidak adanya penetapan krisis iklim dari negara. Padahal, Indonesia secara nyata sudah mengalami dampak perubahan iklim, seperti cuaca ekstrem yang memicu banjir di sejumlah wilayah.
”Pertemuan KTT Perubahan Iklim merupakan kesempatan yang disia-siakan bagi Indonesia. Di tengah urgensi krisis iklim, Presiden justru tampil ambigu alih-alih mengambil langkah kepemimpinan yang berani dan bisa menginspirasi para pemimpin dunia lainnya,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Sebagai salah satu negara yang terdampak perubahan iklim, menurut dia, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk bisa memimpin arah kebijakan global. Indonesia juga bisa mendukung upaya adaptasi negara-negara terdampak dengan cara menunjukkan kepemimpinan nyata dalam menurunkan emisi di dalam negeri melalui kebijakan serta rencana yang sistematis dan terukur.
Komitmen negara lain
Saat berpidato dalam KTT Perubahan Iklim yang diselenggarakan secara virtual, Kamis (23/4/2021), Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Indonesia sangat serius dalam pengendalian perubahan iklim. Upaya serius dari Indonesia ditunjukkan dari turunnya laju deforestasi saat ini yang mencapai angka terendah dalam 20 tahun terakhir.
Menurut Presiden, Indonesia juga telah memperbarui NDC untuk meningkatkan kapasitas adaptasi dan ketahanan iklim. Namun, dalam NDC tersebut Indonesia tidak mengubah angka target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 hingga 41 persen pada tahun 2030.
Sementara itu, Presiden AS Joe Biden berjanji untuk memangkas 50-52 persen emisi GRK negaranya pada 2030 dibandingkan dengan kondisi tahun 2005. Hal ini dilakukan sebagai bentuk tekanan kepada negara-negara lain agar turut menurunkan emisi mereka sesuai dengan target dari Perjanjian Paris.
Selaras dengan AS, negara-negara maju, seperti Jepang, Kanada, dan negara Uni Eropa lainnya, juga turut meningkatkan komitmennya dalam mengatasi perubahan iklim. Jepang menyebut akan mengurangi emisi sebesar 46 persen pada 2030. Sementara Kanada menurunkan emisi 40-45 persen pada 2030. Inggris menjadi negara paling ambisius dengan target penurunan emisi mencapai 78 persen pada 2035.
Selain itu, China yang selama ini bertentangan dengan AS juga sejalan dalam upaya menanggulangi ancaman perubahan iklim. China menegaskan akan mencapai puncak produksi karbon sebelum 2030 dan mencapai netralitas karbon pada 2060. Salah satu upaya yang dilakukan ialah menurunkan penggunaan energi dari batubara secara bertahap.