Presiden Serukan Kesetaraan dalam Mengatasi Perubahan Iklim
Indonesia serius dalam menangani persoalan perubahan iklim. Indonesia sekaligus mengajak semua negara di dunia untuk mengambil aksi nyata dan memberikan teladan-teladan.
Oleh
FX Laksana AS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menyerukan kesetaraan negara-negara di dunia dalam menangani persoalan perubahan iklim. Untuk itu, kontribusi pengurangan emisi setiap negara sebagaimana ditargetkan dalam Perjanjian Paris harus dilakoni secara konsisten.
Presiden menyampaikan hal itu pada Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim yang digelar secara virtual, Kamis (22/4/2021). Kegiatan dengan tuan rumah Amerika Serikat itu dihadiri 40 pemimpin negara-negara di dunia.
”Kita harus meningkatkan pembangunan hijau untuk dunia yang lebih baik. Indonesia telah memutakhirkan kontribusi nasionalnya guna mengembangkan kapasitas adaptasi dan daya tahan iklim. Kami menyambut COP 26 UNFCCC di Inggris dan menunggu hasil yang seimbang dan bisa dilaksanakan. Kami juga menyambut sejumlah negara yang memulai program dengan target emisi nol pada 2050,” kata Presiden pada pidatonya.
Meskipun demikian, menurut Presiden, untuk menjamin kredibilitasnya, komitmen tersebut harus dilaksanakan atas dasar komitmen National Determined Contribution (NDC) di 2030 atau kontribusi nasional yang telah ditetapkan untuk mencapai target Perjanjian Paris. Negara-negara berkembang juga akan melaksanakan ambisi serupa.
”Jika komitmen negara berkembang kredibel dan didukung dengan konkret, pemenuhan terhadap komitmen tersebut sekaligus dukungan yang diperlukan adalah sebuah kebutuhan,” kata Presiden.
Guna mencapai target Perjanjian Paris dan agenda terkait lainnya, Presiden melanjutkan, kemitraan global harus diperkuat. Pemahaman dan strategi untuk mencapai emisi nol harus dibangun. Ini sekaligus untuk menuju Konferensi Perubahan Iklim yang digelar PBB di Glasgow, Skotlandia, November 2021.
Presiden menjelaskan, Indonesia sendiri tengah mempercepat proyek percontohan untuk mencapai emisi nol. Salah satunya adalah dengan membangun Taman Industri Hijau di Kalimantan Utara yang menjadi areal terluas untuk kawasan sejenis di dunia yang mencakup 12.500 hektar (ha). Indonesia juga tengah merehabilitasi hutan bakau dengan target 620.000 ha pada 2040, areal bakau yang juga sebagai terluas di dunia dengan penyerapan karbon empat kali lipat dibandingkan dengan hutan tropis.
”Kepemimpinan Indonesia pada G20 in 2022 akan memprioritaskan peningkatan kerja sama dalam isu perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan. Indonesia akan melanjutkan dukungan terhadap upaya negara-negara sahabat di Pacifik. Kita harus terus meningkatkan kemitraan global yang konkret ketimbang saling menyalahkan dan menerapkan trade barriers atas nama isu-isu lingkungan,” kata Presiden.
Presiden juga menekankan bahwa Indonesia serius dalam menangani persoalan perubahan iklim. Indonesia sekaligus mengajak semua negara di dunia untuk mengambil aksi nyata dan memberikan teladan-teladan.
”Sebagai negara kepulauan terbesar dan tempat bagi hutan tropis, menangani perubahan iklim adalah kepentingan nasional Indonesia melalui kebijakan, pemberdayaan, dan penegakan hukum,” kata Presiden sembari memberikan contoh-contoh.
Tingkat deforestasi di Indonesia mencapai level terendah dalam 20 tahun terakhir. Moratorium hutan mencapai 66 juta ha alias lebih besar dari luas negara Inggris Norwegia sekaligus. Area kebakaran hutan turun 82 persen ketika pada saat yang sama sejumlah area di Amerika, Australia, dan Eropa mengalami peningkatan terbesar.
Sementara itu, Presiden AS Joe Biden pada pidato pembuka menekankan komitmen Pemerintah AS yang akan melakukan aksi nyata untuk menangani tantangan perubahan iklim. Posisi ini ditegaskan setelah empat tahun masa kepemimpinan Donald Trump, AS menafikan Perjanjian Paris.
Biden menyatakan bahwa AS akan menurunkan produksi emisi paling tidak 50 persen dari level 2005 pada 2030. Sejalan dengan itu, Biden juga menyerukan kepada para pemimpin negara untuk mempercepat setiap program nasionalnya untuk mengurangi produksi emisi guna menghindari katastropi perubahan iklim.
Presiden China Xi Jinping menekankan pada komitmen multikulturalisme. Semua negara di dunia harus bekerja atas dasar hukum internasional, prinsip keadilan dan kesetaraan, dan fokus pada aksi yang efektif. Semua negara juga mesti menjunjung tinggi sistem internasional yang termanifestasikan pada PBB sekaligus patuh pada target dan prinsip yang telah dituangkan pada Konvensi Kerangka Kerja PBB pada Perubahan Iklim dan Perjanjian Paris, serta benar-benar berjuang mencapai target Pembangunan Berkelanjutan di 2030.
”Kita butuh untuk melakukan aksi yang lebih kuat, memperkuat kemitraan dan kerja sama, saling belajar satu sama lain, dan membuat kemajuan bersama dalam perjalanan ke depan menuju dunia dengan karbon nol,” kata Xi.