”Kompas” Meraih Penghargaan Bidang Penanggulangan Bencana
Media berperan penting dalam mendukung penanganan bencana, termasuk pandemi Covid-19. Atas kontribusinya, harian ”Kompas” meraih penghargaan bidang penanggulangan bencana dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Oleh
DEONISIA ARLINTA/EVY RACHMAWATI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harian Kompas meraih penghargaan bidang penanganan bencana dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Kompas dinilai berkontribusi nyata dalam mendukung penanganan pandemi Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona tipe baru di Indonesia.
Penghargaan itu diberikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang juga Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo dalam Rapat Koordinasi Nasional BNPB, di Jakarta, Rabu (10/3/2021). Media lain yang mendapat penghargaan serupa, antara lain, detik.com, Metro TV, RRI, dan MNC Trijaya.
Selain media, penghargaan juga diberikan kepada sejumlah kepala daerah yang dinilai aktif dalam penanggulangan bencana, antara lain Gubernur Nusa Tenggara Timur, Bupati Aceh Besar, dan Wali Kota Ambon. BNPB juga memberikan penghargaan untuk kategori lembaga usaha kepada Direktur Utama PT Bank Danamon dan Direktur Utama Garuda Indonesia.
BNPB juga memberikan penghargaan kepada perguruan tinggi yang aktif dalam kegiatan penanggulangan bencana, antara lain Rektor Universitas Indonesia dan Rektor IPB University. Penghargaan juga diberikan kepada masyarakat atas kiprah mereka dalam penanggulangan bencana, antara lain Ahmad L Maliki, pegiat terumbu karang, Sri Mulyati, sukarelawan ambulans Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet, dan Dede Nurjaman, relawan pemulasaraan jenazah pasien Covid-19 di RS Darurat Wisma Atlet.
Menurut penuturan Sri Mulyati, sebagai perawat, ia terpanggil untuk turut terlibat dalam penanganan pandemi dengan menjadi awak ambulans yang mengevakuasi para pasien yang positif menderita Covid-19 sejak awal kasus tersebut terdeteksi di Indonesia pada Maret 2020 silam.
Meski sempat diliputi rasa was-was akan tertular SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, Sri Mulyati tetap bersemangat menjalankan tugasnya sebagai pengemudi ambulans yang membawa pasien Covid-19 setahun terakhir ini. "Sebagai perempuan, kita harus cerdas menjalankan peran dalam keluarga maupun peran sosial di masyarakat," tuturnya.
Dede Nurjaman pun berbagi kisah keterlibatannya sebagai relawan untuk menangani pandemi Covid-19 sejak Maret 2020. Sebagai relawan bencana di Badan Amil Zakat Nasional, ia bersama dua temannya berjibaku melaksanakan pemulasaran jenazah pasien Covid-19 di RS Darurat Wisma Atlet dengan segala keterbatasan sarana yang ada saat itu.
Terhambat aturan
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kesehatan Muhadjir Effendy dalam penutupan Rapat Koordinasi Nasional BNPB di Jakarta menyampaikan, revisi Undang-Undang Kebencanaan dan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan perlu segera dilakukan. Ketidaksesuaian aturan dengan kondisi saat ini menyulitkan percepatan penanganan pandemi.
”Ketika pandemi Covid-19 terjadi, saya bersama Pak Doni (Kepala BNPB) sampai bingung mencari rujukan undang-undangnya. Karena Undang-Undang Kebencanaan tidak secara eksplisit menyebutkan kemungkinan terjadi pandemi ini. Kemudian kami gandeng Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan yang juga sebenarnya tidak terlalu nyambung,” ujarnya.
Pembenahan penanggulangan bencana, lanjut Muhadjir, perlu dilakukan dari hulu hingga hilir, termasuk mencari cara paling efektif menangani pandemi Covid-19. Dalam jangka pendek, pembenahan upaya 3T (tes, lacak, dan isolasi) perlu lebih difokuskan. Sementara warga memperkuat upaya 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan menjauhi kerumunan serta mencuci tangan), pemerintah harus menggencarkan upaya 3T.
Untuk itu, ia mendorong agar dokumentasi catatan-catatan sejarah tentang cara nenek moyang menghadapi bencana disusun secara memadai. ”Saya kira bagus jika BNPB mulai memikirkan dan menginisiasi rekonstruksi sejarah bagaimana dulu nenek moyang kita merespons bencana di Indonesia,” ucapnya.
Doni menambahkan, mitigasi dan pencegahan amat penting dalam upaya penanggulangan bencana. Kedua hal tersebut menjadi kunci utama mengurangi risiko bencana, termasuk perencanaan yang terukur, mulai dari pengendalian kebencanaan dan tata ruang wilayah.
”Perlu dipastikan semua berjalan baik di lapangan bukan hanya di atas kertas. Melalui mitigasi dan pencegahan serta kebijakan tata ruang yang sensitif terhadap kebencanaan, kita jadikan bangsa ini menjadi bangsa tangguh menghadapi bencana,” tuturnya.
Menurut dia, bencana bukan sekadar musibah melainkan itu bisa dicegah. Masyarakat diharapkan lebih sadar akan ancaman bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Warga juga perlu sadar bahwa Indonesia rawan bencana.
Melalui mitigasi dan pencegahan, serta kebijakan tata ruang yang sensitif terhadap kebencanaan, kita jadikan bangsa ini menjadi bangsa tangguh menghadapi bencana.
”Bangsa tangguh bencana merupakan bangsa yang di dalam tubuhnya mengalir darah sadar bencana. Bangsa tangguh bencana juga artinya hidup dengan menghirup nafas tanggap bencana dan di rongga otaknya sadar bahwa ia hidup di sebuah negara rawan bencana,” tutur Doni.
Satu tahun pandemi
Secara terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Daeng M Faqih menuturkan, penanganan pandemi Covid-19 masih berlanjut setelah satu tahun terjadi di Indonesia. Karena itu, masyarakat diminta untuk tetap waspada dan patuh pada upaya pencegahan penularan penyakit tersebut.
Masyarakat perlu memastikan tubuh selalu dalam keadaan sehat dan bugar. Warga dengan komorbid atau penyakit penyerta harus berobat dan kontrol secara teratur. Penapisan kesehatan juga perlu dilakukan agar bisa mendeteksi dini gangguan yang dimiliki.
”Saat ini tidak cukup hanya 3M, melainkan membutuhkan upaya lain berupa semua ruangan atau tempat umum, baik tempat usaha, perkantoran, sekolah, tempat ibadah, maupun tempat lain, agar membuka jendela serta ventilasi. Selain itu, program vaksinasi juga harus didampingi pengetatan protokol kesehatan yang update,” ucap Dane.