Pelaksanaan vaksinasi perlu beriringan dengan penguatan upaya pencegahan dan pelacakan kasus Covid-19. Hal itu menjadi kunci untuk mengendalikan pandemi di Indonesia.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah vaksin Covid-19 yang terbatas menjadi kendala utama dalam percepatan cakupan vaksinasi di Indonesia. Kondisi ini memperkuat pemahaman bahwa strategi pencegahan dan pelacakan kasus lebih mendesak dilakukan dalam pengendalian pandemi.
Pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (3/3/2021), menyampaikan, euforia vaksinasi Covid-19 membuat upaya pemeriksaan dan pelacakan kasus oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas melemah. Sumber daya yang dimiliki kini justru lebih fokus melaksanakan vaksinasi.
”Jumlah testing kita merosot. Bahkan, pada 1 Maret 2021 jumlah orang yang diperiksa hanya sekitar 18.000 orang per hari. Jumlah ini yang terburuk dalam empat bulan terakhir. Jadi, narasi yang dibangun pemerintah bahwa kasus penularan menurun bisa tidak akurat. Kasus menurun akibat pemeriksaan yang juga turun,” tuturnya.
Menurut dia, kampanye vaksinasi Covid-19 yang berlebihan dengan tidak diimbangi pemahaman yang baik mengenai protokol kesehatan, deteksi dini, serta pemeriksaan yang masif membuat risiko penularan makin tinggi. Padahal, vaksinasi membutuhkan waktu panjang. Ketergantungan pada ketersediaan vaksin dari luar negeri juga amat besar.
”Sebaiknya tidak usah gembar-gembor mengenai vaksinasi. Biarkan saja vaksinasi tetap berjalan, tetapi upaya 3T (pelacakan, pemeriksaan, dan isolasi) serta 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak) yang tidak ada ketergantungan dengan pihak lain harus diperkuat. Kita pasti bisa mencapainya jika ada komitmen,” ucap Windhu.
Jumlah testing kita merosot. Bahkan, pada 1 Maret 2021 jumlah orang yang diperiksa hanya sekitar 18.000 orang per hari. Jumlah ini yang terburuk dalam empat bulan terakhir.
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam acara peresmian pusat pelayanan vaksinasi Covid-19 melalui drive thru (layanan tanpa turun) di Jakarta menyampaikan, ketersediaan vaksin menjadi persoalan utama dalam upaya percepatan capaian cakupan vaksinasi di Indonesia. Diperkirakan, jumlah vaksin yang akan diterima sampai Juni 2021 baru mencapai 90 juta dosis vaksin.
Artinya, sekitar 45 juta orang yang baru bisa divaksinasi sampai periode tersebut. Sementara Presiden Joko Widodo menargetkan sebanyak 181,5 juta penduduk bisa selesai divaksinasi pada Januari 2022. Target tersebut ditetapkan dengan mempertimbangkan kekebalan komunitas yang harus terbentuk dengan syarat minimal 70 persen penduduk mendapatkan vaksin.
”Vaksin baru datang dalam jumlah banyak setelah bulan Juli 2021. Karena baru 45 juta orang yang divaksinasi pada semester pertama, kita punya tugas berat pada semester kedua tahun 2021 dengan target vaksinasi sebanyak 140 juta orang. Dengan begitu, orang yang divaksinasi harus 2 juta-3 juta per hari,” tutur Budi.
Ia berharap, dengan ketersediaan vaksin saat ini, vaksinasi bisa dilakukan secara maksimal. Setidaknya dalam sehari mulai Maret hingga April 2021 sebanyak 500.000 orang bisa divaksinasi dalam sehari. Selanjutnya mulai Juni 2021, target sasaran ditingkatkan menjadi 1 juta orang per hari.
”Pemerintah tidak mungkin melakukan ini sendiri. Semua pihak, termasuk swasta, harus terlibat. Vaksinasi adalah gerakan bersama yang menjadi kewajiban seluruh masyarakat untuk melindungi diri sendiri, keluarga, dan rakyat Indonesia,” ucap Budi.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu menyampaikan, pemerintah juga telah menyiapkan empat strategi untuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Strategi itu meliputi vaksinasi berbasis fasilitas kesehatan, vaksinasi berbasis institusi, vaksinasi berbasis tempat atau vaksinasi massal, serta vaksinasi bergerak seperti layanan drive thru.
”Layanan bergerak seperti drive thru perlu direplikasi di kota lain di seluruh Indonesia. Di Jakarta sendiri bisa dibuka tiga titik terpisah. Cara ini menjadi terobosan yang luar biasa dan perlu diperbanyak agar tidak ada antrean yang panjang,” katanya.
Windhu berpendapat, target pemerintah untuk memvaksinasi 2 juta-3 juta orang per hari tidak realistis. Sekalipun jumlah vaksin sudah mencukupi serta jumlah vaksinator tersedia, berbagai kebutuhan lain masih harus dipenuhi. Keterbatasan tempat penyimpanan dengan suhu dingin (cold storage) masih dihadapi di banyak daerah.
Sementara kebutuhan untuk penyimpanan vaksin lain pada program imunisasi rutin harus tetap tersedia. Distribusi rantai dingin pun masih terkendala dari dinas kesehatan menuju puskesmas. Karena itu, jika menargetkan 2 juta-3 juta orang per hari yang divaksinasi, ketersediaan sarana rantai dingin ini juga perlu diperhatikan.
”Kendala dalam pelaksanaan vaksinasi ini harus disikapi dengan penguatan pada protokol kesehatan dan 3T, terutama pelacakan dan testing. Sejumlah negara lain seperti Australia dan Singapura sudah membuktikan, pandemi bisa terkendali tanpa vaksinasi. Vaksin ini digunakan untuk mencegah gelombang berikutnya,” ucap Windhu.