Warga yang telah divaksinasi Covid-19 mesti tetap mematuhi protokol kesehatan. Sebab, penerima vaksin itu tetap berisiko tertular penyakit yang disebabkan virus korona tipe baru tersebut.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah tenaga kesehatan yang sudah mendapat vaksin diketahui tertular Covid-19 dan meninggal. Kejadian ini memberikan peringatan pentingnya tetap menjaga protokol kesehatan sekalipun sudah divaksin mengingat masih tingginya risiko penularan di masyarakat.
”Semua korban yang meninggal meski sudah divaksinasi tidak terkait dengan vaksin,” kata Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) Hindra Irawan Satari di Jakarta, Rabu (24/2/2021).
Namun, Hindra tidak menampik kemungkinan peserta vaksinasi Covid-19 yang tetap tertular penyakit ini setelah mendapat suntikan pertama. ”Saat tertular, kekebalan optimal belum didapat. Paling cepat, kekebalan didapatkan dua minggu setelah penyuntikan kedua,” tuturnya.
Setidaknya dua tenaga kesehatan (nakes) yang telah mendapatkan suntikan vaksin tertular Covid-19 dan kemudian meninggal. Dua nakes tersebut yaitu Direktur Pascasarjana Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Tamalatea, Makassar, Eha Soemantri dan tenaga kesehatan dari RSUD Ngudi Waluyo Blitar, Erny Kusuma Sukma Dewi.
Komisi Daerah (Komda) KIPI Sulawesi Selatan, Martira Maddeppungeng, melalui keterangan tertulis, menyebutkan, Eha mendapat suntikan pertama vaksin Covid-19 pada 14 Januari 2021. Almarhumah kemudian diketahui pergi ke luar kota, yaitu ke Mamuju, lima hari sebelum vaksinasi kedua pada 28 Januari 2021.
Semua korban yang meninggal meski sudah divaksinasi tidak terkait dengan vaksin.
Menurut Martita, almarhumah diketahui mengalami gejala sesak, demam, batuk tiga hari setelah vaksinasi dan dinyatakan terkonfirmasi Covid-19 pada 8 Februari 2021. ”Almarhumah kemudian mendapatkan perawatan di RS Pelamonia kemudian dirujuk ke RSUP dr Wahidin Sudirohusodo, dikatakan negatif PCR pada 18 Februari 2021,” ujar Martira.
Berdasarkan data ini, Komnas KIPI Sulawesi Selatan menyimpulkan, almarhumah kemungkinan tertular saat pergi ke luar kota sebelum vaksinasi kedua diberikan. Namun, gejala baru timbul setelah vaksinasi kedua. Pada saat itu kekebalan tubuh belum terbentuk maksimal.
”Almarhumah sudah mendapatkan penanganan sesuai tata laksana Covid-19 dengan hasil tes dengan metode PCR (reaksi rantai polimerase) swab nasofaring terakhir negatif. Namun, pada beberapa kasus Covid-19, perburukan terjadi karena badai sitokin sehingga terjadi masalah sistemik berbagai organ yang menyebabkan gagal napas. Kematian disebabkan Covid-19 bukan karena vaksin,” kata Martita.
Sementara itu, Erny Kusuma meninggal pada 14 Februari lalu. Sebelumnya, ia mendapatkan suntikan vaksin tahap pertama pada 28 Januari 2021 dan mulai sakit pada 6 Februari 2021.
Gejala yang dialami adalah suhu tubuh tinggi dan sesak napas sehingga langsung dimasukkan ke ruang unit perawatan intensif (ICU). Kondisi tenaga medis tersebut kemudian memburuk dan meninggal pada 14 Februari. Hasil pemeriksaan PCR yang bersangkutan positif Covid-19.
Hindra mengatakan, berdasarkan laporan dari 22 provinsi, sejauh ini ada 5 dari 10.000 kejadian ikutan pasca-imunisasi yang dikategorikan ringan dan 42 dari 1 juta kasus dalam kategori serius. Kasus ringan itu berupa mual, kesulitan bernapas, kesemutan, dan lemas sementara setelah disuntik. Sementara kasus serius seperti kolaps setelah disuntik, tetapi semuanya tertolong dan sampai kini tidak ada kejadian fatal.
Protokol kesehatan
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, munculnya penularan hingga kematian terhadap peserta vaksin Covid-19 perlu diinvestigasi dengan serius dan hasilnya disampaikan secara terbuka guna membangun kepercayaan masyarakat. ”Dengan semakin banyaknya peserta vaksin, kemungkinan akan semakin banyak kasus,” ujarnya.
Dengan adanya kasus penularan ini, harusnya diikuti edukasi lebih masif kepada masyarakat untuk tetap menjalankan protokol kesehatan, seperti memakai masker dan menjaga jarak, karena mereka yang sudah divaksin tetap bisa tertular. ”Apalagi, efikasi vaksin Sinovac berkisar 65,3 persen yang berarti ada kemungkinan untuk tetap masih tinggi,” katanya.
Sejauh ini belum ada bukti bahwa vaksin Covid-19 bisa menghentikan penularan. Berdasarkan uji klinis yang dilakukan, vaksin Covid-19 seharusnya bisa mencegah keparahan hingga kematian. ”Namun, kemungkinan nakes yang meninggal karena Covid-19 ini memang tertular sebelum terbentuknya kekebalan,” kata Dicky.
Proses vaksinasi
Karena masih berisiko tertular, Dicky mengingatkan agar proses vaksinasi yang dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia dilakukan dengan hati-hati dan menghindari menjadi pusat kluster baru. ”Jangan sampai orang mau vaksin malah mendapatkan Covid-19, apalagi saat ini fase penyuntikan pada lanjut usia yang merupakan kelompok rentan,” katanya.
Menurut Dicky, pemerintah diharapkan memperbaiki sistem antrean agar tidak lagi ada kerumuman saat vaksinasi massal, seperti terjadi di Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Selasa (23/2/2021) sebelum akhirnya dihentikan.
Antrean vaksinasi juga dilaporkan terjadi di sejumlah fasilitas kesehatan masyarakat di Jakarta pada Rabu karena tidak berjalannya dengan baik proses pendaftaran. ”Kami sudah mendaftar vaksin secara online (daring) untuk orangtua kami, tetapi tidak ada respons. Malah dapat informasi semua bisa divaksin jika datang langsung. Akibatnya, banyak lansia yang antre dari subuh di sejumlah faskes, seperti terjadi di RSUD Kembangan,” kata Putri (32), warga Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Keluhan mengenai simpang siurnya proses pendaftaran vaksin untuk lanjut usia juga banyak diterima LaporCovid-19. Misalnya, salah satu pelapor menyampaikan, ”Kemarin ibu saya dapat notifikasi dari RT/RW kalau di Puskesmas Kebayoran Lama ada kuota 75 orang vaksin lansia untuk RW kami. Prosedur ini aneh, bukan sistem daftar dahulu dan masuk antrean. Namun, sepertinya yang datang duluan dilayani. Betul saja, hari ini puskesmas padat dan tidak bisa menjaga jarak.”