Prioritaskan Vaksinasi bagi Kelompok Rentan dan Berisiko
Keadilan akses terhadap vaksin Covid-19 mesti diwujudkan untuk membentuk kekebalan kelompok. Karena itu, vaksin harus diberikan secara gratis dan diprioritaskan kepada kelompok rentan dan berisiko.
Oleh
Ahmad Arif
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dengan keterbatasan vaksin global saat ini, pemerintah dituntut memprioritaskan vaksinasi Covid-19 untuk kelompok rentan dan berisiko terinfeksi penyakit tersebut. Sebab, vaksinasi terbukti menurunkan keparahan sehingga bisa menekan tingkat kematian.
Selain itu, pemerintah perlu juga mengkaji rencana pemberian vaksin mandiri atau vaksin gotong royong bagi dunia usaha. Sebab, jika vaksin mandiri diberikan sebelum kelompok rentan dan berisiko selesai divaksinasi, hal itu dinilai menyalahi prinsip keadilan yang diamanatkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
”Keadilan merupakan fondasi dari kesehatan publik dan WHO mengamanatkan soal ini dalam vaksinasi Covid-19. Keadilan ini harus dijalankan antarnegara dan distribusi di dalam negeri,” kata Senior Advisor on Gender and Youth WHO Diah Sumiarsih dalam diskusi daring yang diadakan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan Sosial, di Jakarta, Minggu (21/2/2021).
Prinsip keadilan ini harus didasarkan pada pemahaman adanya perbedaan askes dan kerentanan tiap negara atau individu, yang akan semakin memicu ketimpangan jika pengadaan vaksin diserahkan pada mekanisme pasar.
Atas dasar ini, menurut Diah, WHO melahirkan COVAX, inisiatif global untuk memastikan semua negara mendapat akses yang sama terhadap vaksin dengan membantu negara-negara yang lebih sulit kondisi ekonominya. ”Untuk distribusi dalam negeri, WHO merekomendasikan agar populasi rentan diutamakan,” katanya.
Keadilan merupakan fondasi dari kesehatan publik dan WHO mengamanatkan soal ini dalam vaksinasi Covid-19.
Gerakan keadilan akses vaksin ini dideklarasikan WHO pada 19 Februari 2020. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam keterangan tertulis ke media, menyebutkan, vaksin Covid-19 tidak bisa menjadi bisnis seperti biasa.
Ada kebutuhan mendesak bagi negara-negara untuk berbagi dosis vaksin Covid-19 dan teknologi, serta perlu peningkatan produksi dan memastikan pasokan vaksin berkelanjutan agar semua orang, di mana pun, dapat menerima vaksin.
”Salah satu amanat dari gerakan ini adalah meminta pemerintah semua negara agar vaksin ini diberikan secara gratis tanpa harus memikirkan risiko finansial, dimulai pada tenaga kesehatan dan berikutnya kepada kelompok rentan,” kata Diah.
Direktur Kebijakan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Olivia Herlinda mengatakan, manfaat vaksiansi saat ini yang terbukti adalah menurunkan tingkat keparahan dari Covid-19 sehingga bisa menekan kematian. Oleh karena itu, prioritas kelompok rentan menjadi sangat penting.
”Pencapaian herd immunity (kekebalan kelompok) dengan vaksin belum jelas. Karena itu, rencana Pemerintah Indonesia mengizinkan vaksinasi mandiri saat kelompok rentan belum tervaksinasi seluruhnya terlalu prematur. Pemerintah sebaiknya menunda kebijakan ini, terutama karena suplai vaksin yang terbatas,” ujarnya.
Ketersediaan pasokan
Olivia mengatakan, secara global hingga 17 Februari 2021, sekitar 75 persen produksi vaksin global hanya digunakan 10 negara, salah satunya Indonesia. Dalam konteks dalam negeri, ada kesenjangan lebar antara target vaksinasi dan ketersediaan pasokan.
Setelah pemberian vaksin tahap pertama untuk petugas kesehatan, kini pemerintah memasuki tahap kedua pemberian vaksin untuk petugas publik dan lanjut usia dengan kebutuhan vaksin 89,4 juta dosis.
Padahal, sampai Februari-April 2021, pengadaannya hanya ada 29 juta dosis. ”Jadi ada gap 60 juta dosis yang harus dipenuhi untuk kelompok ini,” tuturnya.
Sementara tahap ketiga pada Mei-Juli 2021yang ditargetkan pada warga di daerah berisiko tinggi dan kelompok rentan, dari total kebutuhan 146 juta dosis diperkirakan hanya bisa terpenuhi 102 juta dosis atau ada gap 40 juta dosis. Tahap berikutnya pada Agustus-Desember 2021 ditujukan untuk masyarakat umum dan pelaku ekonomi lainnya.
”Jadi, dengan masih ada gap, terutama di tahap kedua dan ketiga, jika ada vaksin yang masuk, seharusnya diutamakan untuk kelompok lanjut usia dan kelompok rentan. Karena itu, jika vaksin mandiri tetap dijalankan pada Maret 2021, itu menyalahi prinsip keadilan WHO,” ujarnya.
Menurut Juru Bicara Vaksin Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, sejauh ini ada 81 juta dosis vaksin yang dijadwalkan akan tiba di Indonesia trimester kedua tahun 2022. ”Kita punya pekerjaan rumah ini, tetapi sebisa mungkin kita upayakan geser (kedatangannya) sampai dengan Desember 2021,” ujarnya.
Data Kenterian Kesehatan, pada Minggu ada penambahan 3.827 orang yang mendapat suntikan pertama vaksin sehingga totalnya menjadi 1.227.918 juta orang. Sementara vaksin tahap kedua ada penambahan 4.076 orang sehingga total menjadi 736.710 orang.
Realokasi anggaran
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, alasan vaksin mandiri untuk membantu keuangan pemerintah sebenarnya tepat.
”Saat ini pemerintah mengalami defisit ekonomi sampai 6 persen, total utang meningkat sampai 40 persen, tahun ini juga akan utang lagi. Namun, ini tidak bisa jadi pembenaran untuk vaksin gotong royong karena masalah utama kita soal tata kelola anggaran negara yang kurang tepat,” ujarnya.
Bhima mencontohkan, di tengah krisis saat ini anggaran infrastruktur naik signifikan, yaitu dari Rp 281 triliun pada 2020 menjadi Rp 414 triiun pada 2021. Demikian juga anggaran Kementerian Pertahanan dan Keamanan Rp 371 triliun dan Polri naik menjadi Rp 112 triliun Polri.
”Anggaran di tiga kementerian ini saja mencapai 38,6 persen dari total anggaran kementerian/lembaga. Sebaliknya, anggaran kesehatan malah turun menjadi Rp 170 triliun dan ini tidak hanya untuk Covid-19, tetapi semua program kesehatan,” ungkapnya.
Bhima juga khawatir vaksin mandiri akan membebani karyawan dengan adanya pemotongan gaji atau tunjangan mereka untuk membayar vaksin. ”Saat ini banyak karyawan yang menjalani isolasi mandiri dipotong gaji, apa benar perusahaan mau memberikan vaksin gratis?” ujarnya.
Bhima mengatakan, jika swasta ingin membantu menyukseskan program vaksinasi Covid-19, hal itu bisa dilakukan dengan distribusi, logistik, dan penyediaan tempat vaksinasi. ”Untuk pengadaan dan penyalurannya, saya sarankan diserahkan ke negara sesuai kelompok prioritas dan kelompok rentan,” katanya.