Vaksinasi untuk Petugas Layanan Publik Masih Menunggu Kelengkapan Data
Pendataan sasaran vaksinasi Covid-19 dari kelompok petugas pelayanan publik dan warga lanjut usia dalam proses finalisasi. Karena itu, pelaksanaan vaksinasi bagi kelompok ini belum masif.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pelaksanaan vaksinasi pada petugas pelayanan publik dan lansia telah dimulai secara bertahap. Meski begitu, pelaksanaan vaksinasi ini belum bisa dilakukan secara optimal karena data sasaran vaksinasi belum lengkap.
Juru bicara vaksinasi dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi di Jakarta, Kamis (11/2/2021) menyampaikan, vaksinasi untuk petugas pelayanan publik baru berjalan untuk pedagang di Pasar Tanah Abang dan sejumlah pejabat pemerintahan di kementerian/ lembaga. Pada kelompok lain masih menunggu kelengkapan data yang diserahkan dari setiap institusi terkait.
“Vaksinasi untuk petugas layanan publik dan lansia belum mulai dilakukan secara masif karena datanya masih dalam proses finalisasi. Selain itu juga memang vaksinnya belum didistribusikan. Diperkirakan baru Sabtu (20/2) karena izin dari Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) baru dikeluarkan,” ucapnya.
Untuk sementara, jumlah vaksin yang siap didistribusikan PT Bio Farma ke sejumlah daerah sebanyak 7 juta dosis. Vaksin tersebut akan didistribusikan ke daerah prioritas penanganan Covid-19 dengan 70 persen di antaranya di Jawa dan Bali.
Nadia menyampaikan, proses finalisasi pendataan pada sasaran penerima vaksi dari kelompok petugas pelayan publik dan lansia diharapkan bisa segera rampung. Sejumlah instansi ataupun lembaga terkait diminta segera melengkapi data anggota yang akan divaksinasi, seperti persatuan guru, lembaga agama, serta perhimpunan tempat wisata.
Pemerintah memperkirakan ada 16,9 juta petugas layanan publik yang akan divaksinasi. Itu meliputi antara lain, pedagang pasar, tenaga pendidik, tokoh agama dan penyuluh agama, wakil rakyat dan pejabat pemerintahan, petugas keamanan, sumber daya di tempat wisata, petugas pelayan publik seperti pemadam kebakaran dan kepala desa, pekerja tranportasi umum, atlet, serta wartawan.
“Kami harapkan agar masyarakat yang masuk dalam kelompok petugas layanan publik bisa mendaftar ke instansi atau lembaga yang menaungi. Dengan begitu, verifikasi bisa lebih cepat dilakukan pada saat vaksinasi berlangsung. Jika pendaftaran dilakukan secara on site bisa menghambat proses vaksinasi karena butuh waktu untuk verifikasi ulang,” tutur Nadia.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur Messerassi B V Ataupah secara terpisah menyampaikan, pelaksanaan vaksinasi di NTT, terutama pada petugas kesehatan masih mengalami kendala. Itu terutama pada pendataan dan ketersediaan vaksinasi.
Jumlah petugas kesehatan yang harus divaksinasi melebihi jumlah yang sebelumnya di data dan dilaporkan melalui aplikasi P-Care ke Kementerian Kesehatan. Dari sekitar 32 ribu petugas kesehatan yang didata, terdapat ribuan petugas kesehatan yang belum terlaporkan. Sebagian besar yang belum dilaporkan merupakan pemagang.
Messerassi menambahkan, lokasi geografis juga menjadi persoalan yang dihadapi. Saat ini, vaksinasi baru dilakukan di Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. Sementara daerah lain masih ditunda karena akses yang sulit dijangkau.
“Kami minta agar kabupaten/ kota bisa segera membuat strategi percepatan program vaksinasi. Jika tidak, pelaksanaan akan diambil alih oleh provinsi. Vaksinasi tenaga kesehatan saja masih terkendala, apalagi nanti pada petugas layanan publik yang jumlahnya lebih besar. Tanpa adanya stretegi dikhawatirkan vaksinasi tidak bisa selesai sampai 10 atau 12 bulan,” katanya.
Vaksinasi gotong royong
Koordinator PMO Komunikasi Publik Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Arya Sinulingga dalam siaran pers menyatakan, vaksinasi gotong royong menjadi salah satu cara untuk mempercepat pelaksanaan program vaksinasi nasional. Meski begitu, penyusunan regulasi untuk program tersebut harus dipertimbangkan secara mendalam.
“Vaksinasi gotong royong perlu pertimbangan mendalam untuk memastikan tidak adanya tumpang tindih dalam program vaksinasi yang saat ini sedang dilaksanakan pemerintah, baik dalam hal pengadaan, distribusi, dan pelaksanaan,” ucapnya.
Arya menyatakan, vaksinasi gotong royong atau vaksinasi mandiri juga tidak ada perbedaan dalam hal biaya. Vaksinasi tetap diberikan secara gratis sehingga tidak ada istilah vaksin berbayar atau komersialisasi vaksin Covid-19.
Menurut dia, perbedaan pada vaksinasi gotong royong hanya pada target sasaran vaksinasi, yaitu diberikan pada pekerja/buruh dengan anggaran atau biaya dari para pengusaha. Merek vaksin yang akan digunakan pada vaksinasi gotong royong juga berbeda dengan pengadaan vaksin yang dilakukan oleh pemerintah. Proses pengadaannya pun diatur secara detail dan transparan.
“Terhadap kekhawatiran bahwa jika vaksin gotong royong nantinya mengambil jatah vaksin pemerintah, itu dipastikan terhindari dengan ada perbedaan merek. Pemerintah juga telah mengamankan kuota vaksin untuk vaksinasi gratis,” ucap Arya.