Pemeriksaan, pelacakan, dan isolasi kasus terkait Covid-19 menjadi titik terlemah pengendalian pandemi Covid-19. Karena itu, pemerintah akan memperkuat pemeriksaan dan pelacakan kontak erat kasus terkait penyakit itu.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kesehatan akan memperkuat pemeriksaan dan pelacakan kasus terkait Covid-19 pada tahun ini. Untuk itu, pemerintah menyusun strategi dengan meningkatkan target pemeriksaan pada 15 orang yang menjadi kontak erat kasus positif penyakit tersebut.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Selasa (9/2/2021), mengatakan, pemeriksaan spesimen harus dikejar dalam waktu paling lama 72 jam setelah hasil konfirmasi positif keluar.
Hal itu bertujuan agar identifikasi penularan kasus bisa cepat dilakukan sehingga isolasi dapat segera dijalankan. Dengan proses ini, harapannya laju penularan kasus bisa ditekan agar pandemi Covid-19 dapat diatasi dengan baik.
Anggaran pun sudah diajukan untuk mendukung upaya peningkatan pemeriksaan kasus Covid-19. Menurut perkiraan epidemiologi, jumlah kasus aktif pada 2021 mencapai 1,7 juta kasus.
Apabila pelacakan dilakukan pada 15 kontak erat, ada sekitar 25 juta orang yang harus diperiksa terkait Covid-19. Adapun anggaran pemeriksaan yang disiapkan sekitar Rp 500.000 per orang.
Apabila pelacakan dilakukan pada 15 kontak erat, ada sekitar 25 juta orang yang harus diperiksa terkait Covid-19.
”Rinciannya akan difinalkan pada minggu ini. Hitungan Rp 500.000 itu didapatkan dari rata-rata biaya pemeriksaan tes antigen sebesar Rp 100.000 dengan biaya tes PCR sebesar Rp 900.000,” ujarnya.
Budi memaparkan, penambahan sumber daya untuk pelacakan akan diupayakan dengan memberdayakan petugas babinsa (bintara pembina desa) dan bhabinkamtibmas (bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat) yang tersebar di semua desa.
Pemerintah menargetkan ada 80.000 tenaga pelacak yang tersedia. Jumlah itu sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menetapkan minimal ada 30 tenaga pelacak untuk 100.000 penduduk.
Pelatihan pun akan segera dilakukan agar sumber daya tersebut bisa melakukan pelacakan dan pemeriksaan kasus dengan baik dan benar. Pemeriksaan akan dilakukan dengan tes usap antigen yang akan didistribusikan secara merata di semua puskesmas.
Tes usap antigen dipilih karena lebih cepat dan mudah dilakukan dalam upaya penapisan kasus terkait Covid-19. Tes ini juga telah sesuai dengan rekomendasi dari WHO untuk deteksi medis Covid-19.
Budi mengatakan, kasus kontak erat yang memiliki hasil positif dalam tes usap antigen nantinya akan langsung dimasukkan sebagai kasus positif Covid-19. Cara ini pula yang menjadi strategi penanganan di India. Namun, cara ini juga bisa berdampak pada laporan kasus Covid-19 yang naik secara signifikan.
”Cara itu akan lebih baik karena kita bisa melihat kenyataan yang ada di masyarakat sehingga strategi kita benar daripada kita melihat seakan-akan kasusnya sedikit, padahal kenyataannya jauh lebih banyak. Ini memang cara kita untuk bisa mengidentifikasi secara benar dari kasus penularan dan kemudian bisa diisolasi secepat mungkin,” tuturnya.
Aspek pencegahan
Selain itu, anggaran fungsi kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021 akan diprioritaskan pada aspek preventif dan promotif, khususnya untuk penguatan fasilitas kesehatan tingkat pertama. Dalam intervensi penanganan pandemi Covid-19, anggaran untuk pemeriksaan dan pelacakan kasus juga akan ditingkatkan.
Menurut Budi, anggaran pada tahun 2021 akan difokuskan untuk penguatan layanan kesehatan di sisi hulu. Setidaknya anggaran sekitar Rp 71 triliun akan dialokasikan untuk upaya diagnostik dan vaksinasi Covid-19.
”Anggaran di sisi hulu lebih besar daripada anggaran untuk menangani orang sakit. Jadi, akan ada Rp 13,76 triliun untuk (upaya) diagnostik dan Rp 58 triliun untuk vaksinasi sehingga total untuk sisi hulu menjadi sekitar Rp 71 triliun. Sementara untuk anggaran terapeutik atau anggaran untuk menangani orang sakit sekitar Rp 61 triliun,” katanya.
Budi menuturkan, alokasi lebih besar pada intervensi kesehatan di sisi hulu dimaksudkan untuk memperkuat kesehatan masyarakat. Dengan demikian, risiko kesakitan bisa dicegah, sekaligus mencegah beban biaya tinggi serta tekanan tenaga kesehatan yang meningkat.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Abdul Kadir menambahkan, anggaran kesehatan pada tahun 2021 akan dimanfaatkan untuk memperkuat kapasitas puskesmas di seluruh Indonesia.
Saat ini, jumlah total puskesmas 10.203 unit, yang terdiri dari 4.116 puskesmas rawat inap dan 6.087 puskesmas nonrawat inap. Target yang ditetapkan dalam peningkatan puskesmas sekitar 60 persen dari tahun sebelumnya.
Ia menyatakan, Kementerian Kesehatan telah berencana membangun dan menambah ruang pelayanan di 656 puskesmas yang tersebar di 407 kabupaten/kota pada 2021.
Adapun pembangunan dan penambahan ruang itu dilakukan di 178 puskesmas di 132 kota/kabupaten yang terdapat di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan (DTPK). Selain itu, pembangunan dilakukan di 270 puskesmas di 172 kabupaten/kota non-DTPK.
”Pembangunan dan penambahan ruang juga dilakukan di puskesmas lain di 208 puskesmas di 103 kabupaten/kota. Dengan demikian, jumlah total puskesmas yang akan dibangun ada 656 puskesmas pada 407 kabupaten/kota,” kata Kadir.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya, Dewi Asmara, menyampaikan, peningkatan kapasitas puskesmas sebesar 60 persen dinilai masih amat kurang. Sejumlah anggaran lain seharusnya bisa dialokasikan untuk memperkuat kapasitas puskesmas sebagai fasilitas kesehatan terdekat dengan masyarakat.
Menurut dia, peningkatan kapasitas amat penting agar pelayanan bisa lebih maksimal, terutama untuk penanganan dini pada komorbid atau penyakit penyerta yang dimiliki masyarakat agar tidak banyak yang dirujuk ke rumah sakit. Selain itu, penguatan puskesmas juga dibutuhkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mencegah berbagai risiko penyakit.
”Dalam anggaran disebutkan ada alokasi untuk fasilitas kesehatan pada acara MotoGP dan PON. Dengan kondisi pandemi seperti ini, apakah acara itu akan tetap berlangsung? Karena itu, lebih baik dimanfaatkan untuk penguatan puskesmas,” ucap Dewi.