Penambahan Kasus dan Kematian Covid-19 Tertinggi di Asia
Penularan Covid-19 di level komunitas makin tidak terkendali. Situasi itu menempatkan Indonesia sebagai negara dengan penambahan kasus dan kematian akibat penyakit itu yang tertinggi di Asia.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Situasi pandemi makin tak terkendali. Jumlah kasus aktif Covid-19 di Indonesia menjadi yang terbanyak di Asia, menggeser India yang mulai berhasil melandaikan kurva penularan. Dengan rasio tes positif 28,8 persen sepekan terakhir, jumlah kasus dan korban jiwa di Indonesia diperkirakan bisa terus bertambah.
Penambahan kasus baru Covid-19 di Indonesia pada Minggu (31/1/2021), sebanyak 12.001 orang sehingga secara akumulatif menjadi 1.078.314 kasus. Sementara jumlah kasus aktif 175.095 kasus, bertambah 1.012 orang dibandingkan sehari sebelumnya. Penambahan kasus aktif ini berkonsekuensi meningkatkan jumlah pasien yang membutuhkan rumah sakit dan ruang isolasi.
Korban jiwa bertambah 210 orang, sehingga secara akumulatif menjadi 29.728 orang. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penambahan jumlah korban jiwa di Indonesia dalam sepekan terakhir merupakan yang tertinggi di Asia, dan berada di peringkat ke-11 secara global.
Padahal, rasio tes positif di Indonesia saat ini mencapai 28,8 persen, jauh di atas ambang yang disarankan WHO 5 persen. Sedangkan rasio tes positif di bulan Januari jika dirata-rata mencapai 26,9 persen, yang merupakan angka tertinggi sejak awal pandemi. Ini menunjukkan tingginya risiko penularan di komunitas, karena dari 3 - 4 orang yang diperiksa, terdapat 1 orang positif.
Jumlah kasus aktif di Indonesia saat ini juga menjadi yang tertinggi di Asia, menggeser India yang memiliki kasus aktif sebanyak 169.654 kasus. India yang memiliki total kasus Covid-19 terbanyak kedua di dunia, setelah Amerika Serikat, mulai berhasil menekan penularan dan kematian.
Belajar dari India
"Keberhasilan India melandaikan kurva penularan menunjukkan bukti efektivitas tes masif, pelacakan dari pintu ke pintu dan isolasi dengan cepat," kata epidemiolog Indonesia di Griffith University Dicky Budiman.
Saat menghadapi puncak gelombang Covid-19 pada bulan Agustus - September 2020, India aktif melaksanakan pemeriksaan terhadap rata-rata 1 juta orang per hari dan menemukan kasus positif hingga 90.000 orang per hari. "Saat itu mereka sudah menggunakan tes cepat antigen untuk membantu tes swab PCR. Mereka juga menggunakan pooling test untuk menghemat reagen," kata Dicky.
Selain tes masif ini, India mengerahkan kader-kader kesehatan, umumnya perempuan untuk membantu pelacakan dan edukasi warga tentang protokol kesehatan. "India juga memiliki klinik demam untuk deteksi dan penanganan dini agar rumah sakit tidak penuh," ujarnya.
Dengan menekan laju penularan, India berhasil menekan tingkat kematian. Jika di puncak gelombang pandemi tingkat kematian 1.000 orang per hari, sejak Januari 2021 penambahan kematiannya 150 - 200 orang per hari, dengan tren terus menurun.
Keberhasilan India melandaikan kurva penularan menunjukkan bukti efektivitas tes masif, pelacakan dari pintu ke pintu dan isolasi dengan cepat.
Menurut Dicky, Indonesia bisa belajar dari India, yang secara populasi jauh lebih besar dan ekonomi tidak lebih baik dari Indonesia. India sebelumnya juga berani melakukan penguncian secara ketat dan sanksi tegas kepada warganya.
"Indonesia harus berani melakukan pembatasan lebih ketat, terutama di pusat episenter seperti Jawa, yang kemudian diikuti dengan tes, lacak, dan isolasi. Jika menunggu vaksin, korban akan makin besar dan ekonomi kian terpuruk," ujarnya.
Varian baru
Peneliti genomik molekuler dari Aligning Bioinformatics dan anggota konsorsium Covid-19 Genomics UK, Riza Arief Putranto juga mengingatkan, upaya pengendalian kasus akan berperan penting mencegah munculnya mutasi atau varian baru. "Prinsipnya semakin besar kasus di suatu wilayah, peluang munculnya mutasi baru akan semakin tinggi. Jadi, pengendalian penularan sangat penting," tuturnya.
Untuk menekan tingkat keparahan dan kematian, upaya pemberian vaksin juga harus dipercepat, selain yang paling utama yakni tes, lacak, dan isolasi. "Vaksin akan membantu mengurangi risiko keparahan dan kematian. Data di Israel yang sudah memberikan vaksin kepada lebih dari 70 persen populasinya, tingkat kematiannya menurun," kata Riza.
Menurut data Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, hingga Minggu jumlah orang yang telah mendapat suntikan pertama vaksin Covid-19 mencapai 493.133 orang atau ada penambahan 10.988 orang dalam sehari. Sementara yang mendapat suntikan kedua 22.548 orang atau ada penambahan 1.738 orang sehari.
Gejala baru
Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengingatkan, saat ini muncul gejala baru Covid-19 yang perlu diketahui masyarakat, yaitu mirip sakit sariawan. "Tapi, gejala ini ditemukan pada sedikit pasien. Sekitar 6-7 persen. Secara umum, gejala Covid-19 pada mulut sebanyak 20-25 persen," ungkapnya.
Keluhan sariawan lazim terjadi karena berbagai sebab, sehingga tidak mudah mendeteksi apakah gejala itu terkait Covid-19 atau tidak. Misalnya, pasien lupus juga sering sariawan, demikian pula orang yang terlalu lama minum antibiotik, orang dengan HIV/AIDS, hingga kekurangan vitamin C. "Anda bisa menduga itu Covid-19 kalau sariawannya disertai panas tinggi, batuk kering, diare, kehilangan penciuman dan konjungtivitis," katanya.
Meski sariawan diakui sebagai salah satu gejala Covid-19, gejala penyakit ini paling kerap muncul dan paling serius yakni demam hingga lebih dari 37,5 derajat celsius. Gejala berikutnya meliputi batuk kering dan rasa lelah tak berkesudahan.
"Gejala serius paling sering ditemui yakni gejala sesak napas, rasa nyeri dada, rasa tertekan di dada, tidak bisa bicara, bangun dari tidur susah atau bahkan duduk saja sukar," paparnya.