Reformasi Penguasaan Tanah dan Pengelolaan Hutan Didiskusikan
Oleh
DD13
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, serta Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Tenurial akan menyelenggarakan konferensi tenurial dengan tema Mewujudkan Hak-Hak Rakyat: Reformasi Penguasaan Tanah dan Pengelolaan Hutan di Indonesia pada 25-28 Oktober di Jakarta. Konferensi ini lanjutan konferensi tenurial internasional pada 2011 lalu.
Konferensi bertujuan membahas hak reformasi penguasaan tanah dan pengelolaan hutan di Indonesia untuk menutupi kesenjangan pembangunan, terutama di pedesaan. Dari 25.863 desa yang berada di dalam dan sekitar hutan, 71,06 persen masyarakat bergantung pada sumber daya hutan. Sementara itu, angka kemiskinan mencapai 10,2 juta orang.
“Dari konferensi tenurial lalu, pada waktu itu belum ada program yang berpihak pada rakyat seperti Nawacita yang memberikan ruang kepada rakyat kecil. Konferensi kali ini masih membahas (pengembangan masalah) tenurial,” kata Staf Khusus Menteri Bidang Koordinasi Jaringan Lembaga Swadaya Masyarakat dan Analisis Dampak Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Hanni Adiati. Hanni menjadi salah satu pembicara dalam Journalist Class Konferensi Tenurial 2017 di Jakarta, Rabu (18/10).
Acara yang digelar Yayasan Perspektif Baru itu bertemakan, “Reformasi Penguasaan Tanah dan Pengelolaan Hutan yang Adil adalah Hak Rakyat” untuk menyosialisasikan kepada masyarakat mengenai konferensi tenurial 2017.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Sosial, Budaya, dan Ekologi Strategis Kantor Staf Presiden Usep Setiawan turut menjadi pembicara dalam konferensi pers itu. Usep menyorot dua hal utama yang menjadi faktor belum tercapainya target reforma agraria atau proses alokasi dan konsolidasi kepemilikan, kepenguasaan, serta penggunaan lahan. Kedua hal itu adalah masalah anggaran dan ketersediaan sumber daya manusia.
Pemahaman masalah penguasaan tanah dan pengelolaan hutan perlu diperbaharui karena telah mencakup bidang yang lain seiring waktu berjalan, seperti hak guna usaha (HGU) atau area pertambangan yang terlantar dan membahayakan lingkungan. (DD13)