Diet Memainkan Peran Kunci dalam Menurunkan Gejala ADHD pada Anak
Riset terbaru menemukan, konsumsi lebih banyak buah dan sayuran mengurangi gejala ADHD, ”attention deficit hyperactivity disorder”, gangguan mental yang menyebabkan anak sulit memusatkan perhatian dan hiperaktif.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fenomena attention deficit hyperactivity disorderatau ADHD, yaitu gangguan mentalyang menyebabkan anak sulit memusatkan perhatian dan berperilaku impulsif serta hiperaktif, semakin banyak ditemui. Riset terbaru menemukan, konsumsi lebih banyak buah dan sayuran membantu mengurangi gejala ADHD.
Hasil kajian ini dipublikasikan di jurnal Nutritional Neuroscience edisi Mei 2022, dengan penulis pertama Lisa M. Robinette dari Department of Human Sciences, The Ohio State University, Amerika Serikat.
Data untuk penelitian ini dikumpulkan sebagai bagian dari Micronutrients for ADHD in Youth (MADDY) Study, yang melihat hubungan antara gejala ADHD dan kualitas diet di antara anak-anak di Amerika Serikat dan Kanada.
Sebagai bagian dari penelitian yang lebih besar, para peneliti meminta orangtua dari 134 anak-anak berusia 6 tahun hingga 12 tahun dengan gejala ADHD untuk mengisi kuesioner terperinci tentang makanan yang dikonsumsi anak-anak, termasuk ukuran porsi, selama periode 90 hari.
Kuesioner lain meminta orangtua menilai gejala kurangnya perhatian, ciri khas ADHD, pada anak-anak mereka, seperti kesulitan untuk tetap fokus, tidak mengikuti instruksi, kesulitan mengingat sesuatu, dan kesulitan mengatur emosi.
Hasil penelitian menunjukkan, anak-anak yang mengonsumsi lebih banyak buah dan sayuran menunjukkan gejala kurang perhatian yang kurang parah. ”Makan makanan yang sehat, termasuk buah-buahan dan sayuran, bisa menjadi salah satu cara untuk mengurangi beberapa gejala ADHD,” kata Irene E. Hatsu, ahli nutrisi yang menjadi anggota tim peneliti, dalam keterangan yang dirilis The Ohio State University pada Kamis (19/5/2022).
Hatsu mengatakan, ADHD terkait dengan rendahnya tingkat beberapa neurotransmiter di otak. Vitamin dan mineral memainkan peran kunci sebagai kofaktor dalam membantu tubuh membuat neurokimia penting itu dan dalam fungsi otak secara keseluruhan.
”Setiap orang cenderung merasa kesal ketika mereka lapar, dan anak-anak dengan ADHD tidak terkecuali. Jika mereka tidak mendapatkan cukup makanan, itu bisa memperburuk gejala mereka,” katanya.
Selain itu, menurut Hatsu, kerentanan pangan juga bisa meningkatkan risiko ADHD. Tekanan dari orangtua yang kesal karena tidak dapat menyediakan makanan yang cukup untuk anak-anak mereka dapat menciptakan ketegangan keluarga yang dapat menyebabkan lebih banyak gejala pada anak-anak dengan ADHD.
”Kami percaya dokter harus menilai status ketahanan pangan anak-anak dengan ADHD sebelum membuat atau mengubah program pengobatan,” kata Hatsu.
Studi sebelumnya yang dilakukan tim ini telah mengevaluasi efektivitas suplemen dan menunjukkan bahwa anak-anak yang mengonsumsi mikronutrien tiga kali lebih mungkin menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam gejala ADHD dan disregulasi emosional daripada mereka yang menggunakan plasebo. Studi itu diterbitkan tahun lalu di Journal of American Academy of Child and Adolescent Psychiatry.
Hasil penelitian menunjukkan, anak-anak yang mengonsumsi lebih banyak buah dan sayuran menunjukkan gejala kurang perhatian yang kurang parah.
Studi lain yang melibatkan anak-anak yang sama, yang diterbitkan awal tahun ini di jurnal Nutrients, menunjukkan bahwa anak-anak yang keluarganya memiliki tingkat kerawanan pangan yang lebih tinggi lebih mungkin daripada yang lain untuk menunjukkan gejala disregulasi emosional yang lebih parah, seperti iritabilitas kronis, suasana hati yang marah, dan ledakan amarah.
Ketiga penelitian tersebut semuanya melukiskan gambaran yang serupa. Diet sehat yang menyediakan semua nutrisi yang dibutuhkan anak-anak dapat membantu mengurangi gejala ADHD pada anak-anak.
Kaitan antara makanan dan gejala ADHD-nya juga diungkapkan para peneliti dari Wageningen University & Research di jurnal Scientific Report pada 2021. Dalam kajian ini ditemukan mekanisme penurunan gejala ADHD dan peningkatan aktivitas di otak setelah diet. ”Ini adalah langkah penting dalam penelitian tentang nutrisi dan ADHD. ”Kami telah menunjukkan bahwa pengamatan subyektif dari perilaku dikonfirmasi secara obyektif melalui pemindaian otak,” kata Saartje Hontelez dari Wageningen University & Research, penulis utama kajian.
Dalam kajian ini dilakukan pemindaian otak (fMRI) kepada anak-anak pada awal dan akhir penelitian. Setelah pemindaian pertama, anak-anak mengikuti diet sedikit makanan: mereka hanya diizinkan makan makanan aman dalam jumlah terbatas selama lima minggu.
Pemindaian kedua kemudian dilakukan. Pada lebih dari enam puluh persen dari 53 anak yang memiliki hasil scan yang baik sebelum dan sesudah diet, orangtua mengamati penurunan yang signifikan dalam gejala ADHD setelah diet sedikit makanan. Anak-anak ini juga menunjukkan peningkatan yang jelas dalam aktivitas precuneus, area yang merupakan bagian dari jaringan otak mode default dan mungkin hub paling terhubung di korteks.
Diet sedikit makanan sulit diikuti dan tidak bisa diterapkan begitu saja. Oleh karena itu, penting untuk memahami hubungan biologis antara nutrisi dan ADHD dengan lebih baik. Wageningen University & Research kini juga mempelajari peran mikrobiota (bakteri di usus) untuk lebih mengungkap cara kerja diet.