Menelan Mikroplastik Dapat Memicu Perubahan Evolusioner
Serangga air tawar ”Chironomus riparius” yang menelan mikroplastik dapat mengalami perubahan evolusioner. Ini menjadi alarm untuk lebih sering mengatasi pencemaran plastik.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seiring dengan semakin banyaknya bukti bahwa polusi partikel plastik bisa masuk ke jaringan tubuh organisme, termasuk manusia, para peneliti berupaya mengkaji dampaknya bagi kesehatan. Bukti terbaru menunjukkan, mikroplastik dapat memicu perubahan evolusioner pada serangga.
Mikroplastik diketahui telah memasuki lingkungan dalam konsentrasi yang semakin besar dan terurai hanya dengan sangat lambat. Partikel plastik, yang berukuran hingga 5 milimeter, bisa disebarkan oleh air dan angin. Sementara itu, mikroplastik telah terdeteksi di semua ekosistem, mulai dari laut dalam hingga gletser pegunungan tinggi.
Fakta bahwa mikroplastik dapat memicu perubahan evolusioner untuk pertama kalinya ditunjukkan oleh tim ilmuwan internasional dari LOEWE Center for Translational Biodiversity Genomics (TBG), Senckenberg Biodiversity and Climate Research Center Frankfurt (SBik-F), dan Laboratorium Nasional Kimia dan Fisika Estonia. Studi genomik mereka diterbitkan dalam jurnal ilmiah Chemosphere yang bisa diakses secara daring pada Senin (11/4/2022).
Mikroplastik di lingkungan memiliki potensi untuk mengubah perkembangan evolusioner spesies, mereka terkena selamanya.
Studi ini meneliti dampak cemaran plastik pada serangga air tawar Chironomus riparius, mirip capung dengan ukuran tubuh lebih kecil. Peneliti mengamati kehidupan serangga yang telah tercemar mikroplastik ini dalam beberapa generasi di laboratorium.
Dalam pengamatan awal terlihat ada perubahan kebugaran dalam bentuk tingkat kematian hingga 50 persen. Dalam tiga generasi, serangga ini beradaptasi dalam penyerapan polutan sehingga tidak ada lagi perbedaan pada kelompok kontrol dalam hal tingkat kelangsungan hidup. Namun, pada saat yang sama, perubahan dicatat di seluruh genom mereka, yang dapat ditafsirkan sebagai alasan untuk adaptasi yang sangat cepat ini.
Secara khusus, gen-gen yang berperan dalam memerangi peradangan dan stres oksidatif, ketidakseimbangan material dalam sel yang merusak fungsi perbaikan dan detoksifikasi, menunjukkan tanda-tanda adaptasi evolusioner.
Penulis studi Halina Binde Doria dari LOEWE Center TBG dan SBIK-F menyebutkan, serangga ini terbukti mampu beradaptasi dengan sangat cepat terhadap mikroplastik. Meski demikian, hal ini mungkin tidak mencerminkan situasi di populasi dan ekosistem alami. ”Banyak faktor berbeda yang harus dipertimbangkan,” ujarnya.
Penyerapan nutrisi
Dalam kajian ini peneliti menemukan, konsumsi partikel mikroplastik secara langsung atau tidak langsung memengaruhi penyerapan nutrisi di usus dan dapat memiliki efek negatif terhadap penyerapan nutrisi.
Pemimpin studi Markus Pfenninger, juga bekerja di LOEWE Center TBG dan SBiK-F serta di Johannes Gutenberg University Mainz, mengatakan, ”Studi kami menunjukkan bahwa mikroplastik di lingkungan memiliki potensi untuk mengubah perkembangan evolusioner spesies, mereka terkena selamanya.”
Menurut Pfenninger, sekalipun seolah tidak ada efek berbahaya langsung, mikroplastik menimbulkan ancaman jangka panjang. ”Kami sekarang ingin menyelidiki lebih lanjut tanggapan genom dari chironomid terhadap mikroplastik sebagai contoh karena sangat cocok untuk analisis ini; sebab tingkat reproduksinya yang cepat, kemudahan pemeliharaan di laboratorium, dan genom referensi yang tersedia,” katanya.
Berbagai studi sebelumnya juga telah menemukan bahwa partikel plastik bisa masuk ke tubuh organisme hidup, termasuk manusia. Studi terbaru dari para peneliti di Inggris yang dipublikasikan di jurnal Science of the Total Environment membuktikan bahwa partikel plastik ditemukan di jaringan paru-paru pasien manusia yang masih hidup (Kompas.id, 9 April 2022). Studi sebelumnya oleh peneliti Belanda menemukan, partikel plastik ditemukan di dua pertiga dari sampel darah manusia yang diteliti (Kompas.id, 25 Maret 2022).
Dua kajian terpisah ini menunjukkan bahwa partikel plastik tidak hanya mencemari lingkungan, tetapi juga tubuh manusia. Meski demikian, sejauh ini para peneliti masih mencari bukti mengenai dampak pencemaran plastik ini ke organisme hidup.