Pemberian Vaksin Penguat untuk Kelompok Rentan Tekan Risiko Covid-19
Selain infeksi sebelumnya, cakupan ”booster” yang tinggi, terutama untuk kelompok rentan, juga menjadi senjata penting untuk menurunkan risiko kematian karena Covid-19.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah negara yang melonggarkan pembatasan kembali mengalami kenaikan kasus Covid-19, tetapi risiko kematian ditentukan tingginya cakupan vaksinasi dosis penguat, selain tingkat infeksi sebelumnya. Indonesia tetap perlu mempercepat pemberian vaksin penguat, terutama untuk kelompok rentan, seiring pelonggaran yang telah dilakukan.
”Negara-negara yang sudah melonggarkan pembatasan menunjukkan peningkatan kasus mingguan, misalnya Jerman naik 6 persen, Perancis 39 persen, Inggris 10 persen, Italia 25 persen, dan Australia 36 persen,” kata Ketua Satuan Tugas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban, di Jakarta, Jumat (25/3/2022).
Sekalipun mengalami kenaikan kasus, menurut Zubairi, sejumlah negara ini tetap melonggarkan pembatasan. Misalnya, Inggris tidak lagi membatasi aktivitas masyarakat sejak Jumat (18/3/2022) pekan lalu. Pendatang yang tiba di Inggris juga tidak perlu tes antigen ataupun PCR walau belum mendapatkan vaksin.
”Strategi baru saat ini cenderung melindungi masyarakat dari Covid-19 dengan memberikan tanggung jawab pribadi masing-masing dan vaksinasi massal,” kata Zubairi.
Data vaksinasi Inggris yang bisa diakses di www.coronavirus.data.gov.uk menunjukkan, cakupan vaksinasi dosis pertama telah mencapai 91,6 persen dari populasi, dosis kedua 85 persen, dan dosis ketiga atau booster 67,2 persen.
Selain negara-negara Eropa, Singapura juga akan melonggarkan pembatasan mulai 29 Maret 2022. Semua pelaku perjalanan yang divaksinasi lengkap dan anak-anak berusia 12 tahun ke bawah yang tidak divaksinasi dapat memasuki Singapura dan tidak akan dites lagi.
Strategi baru saat ini cenderung melindungi masyarakat dari Covid-19 dengan memberikan tanggung jawab pribadi masing-masing dan vaksinasi massal.
”Saat ini kasus di Singapura yang didominasi subvarian BA.2 Omicron sudah mulai turun. Jadi, diasumsikan kasus akan akan tetap stabil kalau variannya tetap sama,” kata praktisi kesehatan Indonesia di Singapura yang juga sukarelawan data di KawalCOVID19, Septian Hartono.
Menurut Septian, gelombang BA.2 masuk ke Singapura lebih cepat, tak lama setelah subvarian BA.1. Hal ini sempat memicu lonjakan kasus di Singapura dengan puncak mencapai 26.032 kasus baru pada 22 Februari 2022. Meski demikian, saat ini kasus harian turun menjadi 8.000 kasus.
Angka kematian di Singapura juga sempat mencapai rekor tertinggi dengan 18 korban pada 4 Maret 2022, tetapi terus turun dan pada 24 Maret menjadi 6 korban jiwa.
Data vaksinasi di Singapura yang bisa diakses di www.moh.gov.sg/covid-19 menunjukkan,cakupan vaksinasi dosis pertama mencapai 92 persen dari populasi dan dosis kedua 90 persen. Sementara vaksin penguat atau booster mencapai 71 persen.
Septian mengatakan, dengan cakupan vaksinasi, termasuk booster yang relatif tinggi ini, Singapura menjadi lebih percaya diri untuk melonggarkan pembatasan. ”Sekarang faktor X-nya tinggal varian baru yang sulit diprediksi. Namun, jika masih Omicron, risikonya relatif kecil,” tuturnya.
Menurut Septian, varian Omicron, terutama BA.2, tetap berbahaya, terutama bagi negara yang tingkat infeksi dari varian sebelumnya rendah dan cakupan booster vaksin untuk kelompok rentan masih kecil. Hal ini, misalnya, yang terjadi di Hong Kong saat ini, yang mengalami lonjakan kasus dan kematian.
Kasus Hong Kong
Hong Kong sebelum ketat menerapkan pembatasan dan relatif terlindung dari gelombang infeksi sebelumnya. ”Hong Kong contoh kasus populasi yang mayoritas penduduknya tidak pernah terinfeksi sebelumnya, tetapi sekarang mengalami gelombang Omicron,” katanya.
Jumlah kasus Covid-19 di Hong Kong mencapai puncak tertinggi selama pandemi pada 3 Maret 2022 dengan 79.000 kasus dalam sehari. Sedangkan rekor kematian hampir mencapai 300 orang per hari sejak pertengahan Maret.
”Vaksinasi mereka sudah tinggi, tapi sayangnya cakupan vaksinasi bagi warga lansia (lanjut usia) justru paling rendah dibandingkan dengan kelompok usia lain,” kata Septian.
Data www.covidvaccine.gov.hk menunjukkan, cakupan vaksin dosis pertama di Hong Kong mencapai 91,8 persen dan dosis kedua 83 persen. Meski demikian, cakupan vaksinasi untuk warga lansia, terutama di atas 80 tahun, paling rendah, yaitu hanya 57 persen. Adapun vaksin penguat baru diberikan kepada 31 persen penduduk.
Warga Hong Kong umumnya menerima vaksin mRNA Pfizer/BioNTech dan vaksin Sinovac. Meski demikian, vaksin Sinovac ini kebanyakan lebih populer di kalangan orang dewasa yang lebih tua.