Penyebab Mereka yang Sudah Divaksinasi Covid-19 Mengalami Keparahan
Pasien yang sudah divaksinasi Covid-19 masih bisa mengalami keparahan, apalagi ada kemungkinan varian Delta juga masih bersirkulasi.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekalipun relatif jarang, pasien yang sudah divaksinasi Covid-19 masih bisa mengalami keparahan, apalagi ada kemungkinan varian Delta masih bersirkulasi. Selain usia lanjut, keberadaan penyakit penyerta menjadi faktor risiko utama yang menyebabkan keparahan dan risiko kematian.
Berdasarkan laporan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, jumlah korban jiwa karena Covid-19 di Indonesia meningkat dan dalam dua hari terakhir sudah di atas 200 orang per hari. Sebanyak 216 orang meninggal karena Covid-19 pada Jumat (18/2), sedangkan pada Kamis (17/2) sebanyak 206 orang.
Penambahan korban jiwa ini masih jauh lebih rendah dibandingkan saat puncak gelombang Delta yang bisa mencapai 2.069 orang pada 27 Juli 2021. Meski demikian, penambahan korban jiwa di atas 200 orang per hari ini terakhir terjadi pada 17 September 2021.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam menjelaskan, sekalipun vaksinasi terbukti bisa menurunkan keparahan dan kematian karena Covid-19, tetap ada kelompok risiko yang harus berhati-hati. Kelompok ini masih bisa mengalami keparahan jika terinfeksi Covid-19, sekalipun sudah divaksinasi.
”Sesuai hasil riset kami di lima rumah sakit di Jakarta, ternyata selain umur, riwayat sakit ginjal, penyakit paru obstruktif kronis karena merokok, juga menjadi faktor risiko kematian karena Covid-19,” tuturnya.
Hasil kajian Ari bersama tim FKUI dan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Cipto Mangunkusumo Jakarta yang dipublikasikan di Acta Medica Indonesiana pada Oktober 2021 ini menganalisis 1.048 kasus positif Covid-19. Sebanyak 160 pasien atau 15 persen di antaranya meninggal dalam perawatan.
Sesuai hasil riset kami di lima rumah sakit di Jakarta, ternyata selain umur, riwayat sakit ginjal, penyakit paru obstruktif kronis karena merokok, juga menjadi faktor risiko kematian karena Covid-19.
Dalam kajian ini ditemukan, mereka yang berusia di atas 70 tahun dan memiliki kondisi gagal ginjal kronis atau penyakit paru obstruktif kronis sebagai kelompok paling berisiko sehingga perlu ekstrahati-hati agar tidak terpapar Covid-19.
”Sekalipun usia lanjut paling berisiko, data juga menunjukkan, 50 persen orang yang meninggal pada periode Januari-Februari (2022) berusia di bawah 60 tahun. Jadi, tetap waspada,” katanya.
Selain usia, ada faktor risiko yang sudah terdeteksi sebelumnya, yakni diabetes melitus dan hipertensi. ”Daya tahan saat kena infeksi juga berpengaruh. Kalau kondisi tidak fit, kurang tidur, dan stres bisa memperburuk keadaan,” tuturnya.
Ari mengingatkan, sekalipun gejala awalnya relatif ringan, pasien Covid-19 tetap perlu memantau saturasi oksigen. ”Ada kemungkinan juga varian Delta yang lebih berbahaya dari Omicron juga masih ada di sekitar kita. Varian Delta seperti kita ketahui bisa menyebabkan silent hypoxia (tubuh kekurangan oksigen),” katanya.
Dokter spesialis paru di Jakarta, Eva Sri Diana, mengatakan, sejumlah pasiennya yang positif Covid-19 telah meninggal dalam beberapa hari terakhir. ”Rata-rata usianya di atas 50 tahun dan punya komorbid. Ada yang pasien cuci darah, pasien jantung, diabetes melitus, dan stroke,” ujarnya.
Dengan semakin tingginya kasus Covid-19, risiko penularan di kelompok rentan bakal meningkat. Oleh karena itu, Eva mengingatkan agar masyarakat tetap waspada, terutama yang di keluarganya ada yang berusia lanjut dan punya komorbid.
Tidak sepenuhnya aman
Kajian terbaru yang dipublikasikan diOpen Forum Infectious Diseases edisi Februari 2022 juga menunjukkan, pasien yang sudah divaksin Covid-19 masih bisa mengalami keparahan. Para peneliti ini mengungkapkan faktor yang mempengaruhi pasien yang divaksinasi tetap mengalami keparahan.
”Kami tahu bahwa vaksinasi benar-benar mengurangi risiko rawat inap dan kematian, tetapi tidak sepenuhnya menghilangkannya,” kata Matthew Moffa, Direktur Medis Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit Allegheny Health Network (AHN) Amerika Serikat, yang jadi penulis utama kajian ini, dalam keterangan tertulis.
Di delapan rumah sakit AHN di Western Pennsylvania, selama periode waktu penelitian, 473 pasien Covid-19 dirawat di rumah sakit. Dari mereka, 128 divaksinasi penuh pada saat itu. Sebanyak 345 orang lainnya tidak divaksinasi atau tidak mendapatkan vaksin lengkap.
Di antara pasien yang divaksin lengkap, 73 persennya mengalami gejala Covid-19, sementara 27 persen lainnya dianggap kasus insidental, yakni mereka dirawat di rumah sakit karena alasan lain, tetapi dinyatakan positif Covid-19 saat di rumah sakit. Dari 93 pasien yang divaksinasi lengkap, 14 orang harus mendapatkan bantuan ventilator dan 19 orang meninggal dalam perawatan.
Pasien yang dirawat di rumah sakit karena gejala Covid-19 berusia rata-rata 73 tahun dan sebagian besar memiliki masalah kesehatan lain, seperti diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit ginjal kronis, atau penyakit paru-paru kronis. Sekitar setengahnya kelebihan berat badan.
Sekitar seperempat dari jumlah total pasien yang harus menjalani perawatan ini mengalami gangguan kekebalan yang parah karena menjalani kemoterapi untuk kanker, memiliki transplantasi organ atau transplantasi sel induk sebelumnya, atau mereka sedang menjalani terapi untuk menekan sistem kekebalan mereka.
Menurut penelitian Moffa dan tim, bagi banyak pasien immunocompromised atau mengalami masalah sistem imun, vaksin tidak menghasilkan cukup antibodi untuk melindungi diri dari Covid-19.
Sekalipun tetap ada risiko keparahan, para peneliti juga mengingatkan bahwa yang paling berisiko adalah yang tidak divaksin. Pada 18 Januari 2022, Departemen Kesehatan Pennsylvania melaporkan bahwa 85 persen pasien rawat inap dengan Covid-19 adalah orang yang tidak divaksinasi atau tidak divaksinasi lengkap.
Penelitian ini menyimpulkan, vaksinasi sangat efektif melawan rawat inap dan kematian, tetapi beberapa orang masih berisiko meskipun telah divaksinasi sepenuhnya.