Vaksinasi Memberi Manfaat Ekonomi dan Sosial di Indonesia
Cakupan vaksin yang merata, termasuk penguat, selain mencegah risiko kematian karena Covid-19, juga memberikan keuntungan sosial ekonomi lebih besar dibandingkan biaya vaksin itu sendiri.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Cakupan vaksinasi yang merata mencegah risiko kematian karena Covid-19 sekaligus memberi keuntungan sosial ekonomi lebih besar dibandingkan biaya vaksin itu sendiri. Dengan memberikan vaksin penguat atau booster sehingga kegiatan masyarakat bisa kembali dilakukan, Indonesia bisa menghemat hingga 381 miliar dollar AS.
Perhitungan ini disampaikan tim peneliti dari Imperial College London dalam publikasi hasil riset yang dirilis secara daring pada Selasa (15/2/2022) dengan penulis pertama Rob Johnson. Bimandra Djaafara, peneliti dari Eijkman-Oxford Clinical Research Unit dan Imperial College London, turut dalam kajian ini.
Studi ini memperkirakan keuntungan sosio-ekonomi dari vaksinasi dalam hal produk domestik bruto (PDB), kematian yang dapat dihindari, dan pendidikan yang bisa dijalankan. Untuk melakukannya, peneliti menggunakan model ekonomi-epidemiologi terintegrasi Daedalus.
”Kajian ini memodelkan di level populasi. Dari hasil simulasi, booster ini adalah complementary (pelengkap) untuk pembatasan yang membuat pelonggaran bisa dilakukan secara bertahap dengan lebih cepat,” kata Bimandara, yang dihubungi secara daring.
Dengan mempertimbangkan efektivitas dan penurunan vaksin, ada tiga skenario terhadap vaksinasi dasar atau dua dosis yang dibandingkan. Skenario pertama tidak ada vaksin penguat, skenario kedua dan ketiga dengan pemberian booster, masing-masing dengan cakupan 40 persen dan 80 persen dalam kelompok sasaran remaja, dewasa, dan mereka yang berusia di atas 65 tahun yang memenuhi syarat.
Dalam kajian ini, menurut Bimandara, digunakan vaksin penguat yang dimodelkan adalah jenis mRNA, mengacu pada penelitian Alejandro Jara dari Kementerian Kesehatan Chile di jurnal The Lancet edisi pracetak pada 22 Januari 2022. Dalam kajian ini, vaksin booster heterolog atau jenis berbeda lebih efektif bagi penerima dua dosis vaksin Covid-19 buatan Sinovac.
Kajian ini memodelkan di level populasi. Dari hasil simulasi, booster ini adalah complementary (pelengkap) untuk pembatasan yang membuat pelonggaran bisa dilakukan secara bertahap dengan lebih cepat.
Penelitian menemukan, manfaat sosial dari setiap dosis booster adalah 2.000 dollar AS dengan interval kepercayaan 95 persen antara 1.400-3.400 dollar AS, sedangkan total keuntungan sosio-ekonomi yang diharapkan dari pemberian booster ini adalah 381 miliar dollar AS (interval kepercayaan 95 persen 260-640 dollar AS). Keuntungan ini dihitung dari 19 juta anak usia sekolah yang bisa kembali bersekolah selama satu tahun, 81 miliar dollar AS kegiatan ekonomi, dan 14.000 nyawa yang bisa diselamatkan.
Laporan penelitian menyebutkan, mayoritas penduduk di Indonesia sejauh ini baru menerima dua dosis vaksin dan sebagian besar menggunakan Sinovac. Dengan menghabiskan sekitar 30 dollar AS per dosis booster Moderna, diharapkan dapat menghemat setidaknya 2.000 dollar AS dengan mencegah kematian, menjaga anak-anak dan remaja tetap bersekolah, dan menjaga bisnis tetap terbuka.
Hal itu berarti pengeluaran sebesar 5,6 miliar dollar AS untuk 187 juta dosis vaksin booster bisa menghemat 381 miliar dollar AS, dengan interval 260-640 miliar dollar AS. Laporan tersebut menjelaskan variasi dari perkiraan ini tergantung pada penilaian kehidupan dan pendidikan.
Para peneliti menunjukkan, sebagian besar manfaat vaksinasi terwujud dalam pengurangan kebutuhan untuk mitigasi yang mahal, daripada kematian yang dihindari. Dari kajian ini, mereka juga menyerukan pentingnya pemodelan yang komprehensif tentang manfaat vaksinasi yang berfokus tidak hanya pada dampak kesehatan, tetapi juga pada dampak ekonomi dan sosial.
Rob Johnson, dalam keterangan tertulis mengatakan, ”Biaya pandemi di seluruh dunia sangat besar. Banyak negara masih membayar harga tinggi dengan menutup sekolah dan bisnis untuk mengurangi rawat inap dan kematian. Pendidikan yang hilang khususnya akan memiliki dampak seumur hidup untuk seluruh generasi.”
Oleh karena itu, menurut Johnson, distribusi vaksin yang adil, termasuk vaksin penguat, sangat penting untuk menghentikan kesenjangan yang semakin melebar. ”Biaya yang bisa ditekan dalam jangka panjang jauh lebih besar daripada biaya vaksin itu sendiri,” ujarnya.
Bimandra Djaafara menambahkan, penutupan bisnis dan sekolah selama pandemi Covid-19 telah menjadi tantangan konstan bagi banyak orang Indonesia. ”Kami memperkirakan kampanye vaksinasi booster secara nasional dapat membantu masyarakat secara bertahap dapat kembali menjalani kehidupan mereka secara normal,” kata dia.
Ketimpangan vaksinasi
Sekalipun vaksin booster sudah dijalankan, Indonesia saat ini masih menghadapi cenderung melambatnya pemberian vaksin tahap pertama dan kedua. Data Kementerian Kesehatan di www.vaksin.kemkes.go.id, vaksinasi dosis pertama yang sudah disuntikkan mencapai 188,7 juta atau 90,6 persen dari target sasaran sebesar 208,2 juta. Jika dihitung dari total populasi Indonesia sebesar 273 juta penduduk, ini berarti sekitar 69,1 persen.
Sementara dosis kedua telah diberikan kepada 137,1 juta atau 65,8 persen sasaran. Ini berarti sekitar 50,2 persen populasi, sedangkan vaksiasi dosis ketiga baru disuntikkan kepada 7,4 juta penduduk atau 3,56 persen sasaran.
Dari kelompok penerima, cakupan vaksinasi dosis pertama untuk lanjut usia baru 15,9 juta atau 74 persen dari sasaran, sedangkan suntikan kedua sebanyak 10,9 juta atau 50,79 persen dan dosis ketiga 1 juta atau 5,04 persen.
Ketimpangan vaksinasi antardaerah juga masih terjadi. Cakupan vaksinasi dosis pertama di Jakarta sudah mencapai 147,5 persen dari sasaran, tetapi di Papua baru 30,9 persen. Adapun untuk dosis kedua, di Jakarta sudah 123,1 persen dan di Papua baru 22,39 persen. Selain Papua, daerah lain yang cakupan vaksinnya paling rendah adalah Maluku dan Papua Barat.