Generasi muda perlu diberi wawasan tentang karier yang menjanjikan di masa depan, salah satunya di dunia riset.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Sejumlah perempuan peneliti berprestasi yang mendapat penghargaan L'Oreal-UNESCO For Women in Science berbincang-bincang tentang potensi dan tantangan perempuan peneliti dalam rangka Hari Kebangkitan Nasional di Jakarta, Rabu (22/5/2024).
Dunia riset atau penelitian bukanlah dunia yang ”kering” seperti yang banyak dibayangkan orang. Peluang untuk memiliki karier cemerlang juga terbuka bagi mereka yang memilih pekerjaan sebagai peneliti.
Laporan jurnalisme data Kompas menunjukkan bagaimana generasi Z makin sulit mendapat pekerjaan di sektor formal. Peralihan dunia kerja dari padat karya ke padat modal butuh kompetensi tinggi. Penguasaan dalam bidang sains, teknologi, engineering atau teknik, dan matematika alias STEM diyakini dapat menjadi salah satu keunggulan untuk bisa dilirik dunia kerja atau bekerja mandiri dengan mengedepankan inovasi.
Situasi dunia yang semakin kompleks membutuhkan kontribusi dari para pemikir dan pemecah masalah yang tekun serta disiplin memanfaatkan STEM. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan ingin mencari jawaban atau solusi, sering kali menjadi pendorong para peneliti dalam bergelut di dunia riset.
Pietradewi Hartrianti, pemenang L'Oreal-UNESCO For Women in Science (FWIS) Tahun 2023, awalnya memilih kuliah bidang farmasi untuk mencari solusi obat yang dapat menyembuhkan penyakit autoimun yang dialaminya. Rasa penasaran bagaimana cara menemukan obat yang tepat untuk mengatasi penyakit autoimun hingga kanker, membuatnya mendalami biomaterial saat menimba ilmu di jenjang doktor.
”Penelitian saya selalu ke material medis karena masih penasaran mencari jawaban untuk dapat mengobati penyakit sendiri,” kata Pietra yang juga Dekan School of Life Science di Indonesia International Institute for Life Science saat berbagi kisah di acara media gathering bertajuk Beauty That Moves: Women in Science yang digelar L’Oreal Indonesia di Jakarta, Rabu (22/5/2024).
Pietra memanfaatkan kemajuan teknologi digital untuk riset material medis yang ditekuninya. Dia juga memanfaatkan teknologi printing 3D menjadi bioprinting dalam membuat material organ atau jaringan kulit manusia untuk mengetes riset obat yang sedang diuji, seperti kanker.
Karier menarik
Menurut Pietra, karier sebagai peneliti menarik. Apalagi di masa kini, semakin mudah bagi peneliti untuk berkolaborasi, misalnya dengan memanfaatkan media sosial LinkedIn agar bisa berjejaring dengan peneliti dan institusi riset di dalam dan luar negeri. Ia mencoba mencari para peneliti yang mau berkolaborasi menemukan obat efektif untuk kanker dan autoimun.
Alumni FWIS, Noryawati Mulyono, mengatakan, dirinya terinspirasi dengan pernyataan bahwa perempuan juga dapat melakukan hal yang bermanfaat dan meninggalkan legacy. Hal inilah yang mendorong Nory untuk mendalami bidang research and development (R&D) di perusahaan swasta maupun sebagai dosen.
Isu tentang keberlanjutan menarik minatnya, terutama untuk diaplikasikan dalam mengatasi masalah sampah plastik di Indonesia yang cukup serius. Dia menekuni riset bioplastik untuk menemukan produk plastik yang tidak mengancam lingkungan.
Akhirnya, bahan utama rumput laut menjadi pilihan untuk dia kembangkan. Nory pun menantang dirinya untuk berani melangkah tidak sekadar sebagai peneliti, tetapi juga memiliki perusahaan sendiri.
”Saya jadi pengusaha supaya hasil riset bisa dimanfaatkan. Saya lihat di Jakarta masalah banjir karena sampah, terutama sampah plastik. Dengan membangun tim, saya bisa menjadi akademisi dan entrepreneur,” ujar Nory.
Mesin CNC untuk mendukung pembuatan produk oleh siswa dipamerkan dalam kegiatan Ekspose STEM di Gedung Technopark SMK Negeri 2 Salatiga, Kota Salatiga, Jawa Tengah, Rabu (13/11/2019). Berbagai produk penelitian siswa dan pengajar yang dihasilkan melalui metode pengajaran STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics) atau penggabungan ilmu sains, teknologi, rekayasa teknik, dan matematika,
Dunia riset begitu mengasyikkan bagi Nory. Bahkan, di rumahnya pun, Nory memiliki laboratorium agar bisa melanjutkan risetnya di kampus saat malam hari atau hari libur.
Lewat perusahaannya Biopac.id, Nory tidak hanya mampu menghilirisasi risetnya, tetapi juga memberdayakan masyarakat pesisir untuk hidup lebih sejahtera sehingga tidak menjadi korban perdagangan orang.
Bagi Guru Besar Institut Teknologi Bandung Fenny Martha Dwivany, menjadi peneliti merupakan salah satu pilihan karier yang seksi. Fenny yang dikenal dengan riset untuk memperlambat pematangan pisang ini mencoba mengembangkan bagaimana agar pisang bisa dikirim ke luar angkasa sebagai bagian studi space biology.
Menurut Fenny, peneliti saat ini lebih punya banyak kesempatan untuk mendapatkan pendanaan atau funding dari mana-mana. Peneliti juga punya kesempatan untuk mengikuti berbagai pelatian dan pendidikan untuk menambah keterampilandiri.
”Ada juga teman peneliti yang jadi selegram di bidangnya untuk lebih mengenalkan bidang riset dan keilmuannya. Anak-anak muda memang harus dikenalkan (kepada riset) supaya mereka bisa membayangkan apakah mau menjadi peneliti atau tidak,” kata Fenny.
Peneliti senior, Ines Atmosukarto, mengakui, untuk menarik minat anak muda menggeluti dunia riset harus dimulai dari bagaimana membuat sains agar menarik dan asyik. Di era sekarang ini peluang riset dengan digitalisasi dan big data bisamembuat dunia riset semakin menarik.
”Kita mesti bantu supaya anak-anak muda tidak hanya ingin (hal-hal) instant. Ini tugas para guru dan dosen untuk meyakinkan bahwa dunia riset sudah jauh lebih berkembang daripada 20 tahun lalu. Sekarang orang harus bisa berkolaborasi lintas disiplin agar riset menjadi lebih menarik dan dapat dimanfaatkan,” kata Ines yang juga bekerja sebagai peneliti, akademisi, dan pemimpin perusahaan riset di Australia.
Sementara itu, ilmuwan yang juga Dewan Juri L'Oreal-UNESCO FWIS Prof Herawati Sudoyo mengatakan, peneliti saat ini jangan hanya memikirkan dirinya sendiri, tetapi juga generasi peneliti berikutnya. ”Generasi baru, generasi Z dan generasi Alpha ini harus diberi pengertian maupun wawasan supaya tertarik. Dengan perkembangan digital, banyak keilmuan STEM yang tidak dry atau ‘kering’. Ini harus bisa ditampilkan peneliti juga di dunia digital supaya mereka tertarik,” kata Herawati.
Lebih lanjut, Herawati mengatakan, mendalami STEM memang butuh passion, dan kini sudah terbukti bagaimana ilmu STEM dapat diandalkan untuk karier dan kehidupan. Meskipun penghargaan pada peneliti masih rendah, kesadaran untuk menjangkau anak-anak muda memilih karier sebagai peneliti harus serius dilakukan. Komitmen ini salah satunya dilakukan L”Oreal Indonesia yang selama 20 tahun mencari potensi perempuan peneliti muda di Indonesia.
”Harus jemput bola untuk terus membuat dunia penelitian juga dilirik generasi muda. Dari hasil riset pun, dunia penelitian punya prospek kewirausahaan untuk bisa membuka lapangan pekerjaan,” kata Herawati.
Chief of Corporate Affairs, Engagement and Sustainability, L’Oréal Indonesia, Melanie Masriel menyampaikan, riset yang menghasilkan inovasi dibutuhkan dunia usaha untuk menopang produktivitas. Selama 115 tahun perjalanan L’Oréal di bidang inovasi, perkembangan dunia sains terus menjadi salah satu fokus utama.
Secara global, L’Oreal memiliki lebih dari 4.000 peneliti yang berhasil menghasilkan 610 paten hanya pada tahun 2023. ”Dan yang menjadikan hal ini lebih istimewa adalah bahwa dari lebih dari setengah atau 54 persen hak paten tersebut dihasilkan oleh perempuan peneliti. Kami terus mendukung kemajuan perempuan yang berkarya di bidang sains dan ilmu pengetahuan,” kata Melanie.