Jangan Memaksa Berkendara ketika Mengantuk, Pesan ”Selamat Sampai Tujuan” Bukan Basa-basi
Pengemudi harus selalu bugar dan waspada selama perjalanan balik pada Lebaran 2024. Kondisi ”microsleep” harus dicegah.
Mengendarai kendaraan membutuhkan kondisi fisik dan mental yang memadai. Berbagai kondisi bisa terjadi di jalanan sehingga menuntut seorang pengemudi untuk berkonsentrasi penuh.
Kesiapan diri sangat diperlukan, terutama jika hendak berkendara dalam jangka waktu yang cukup panjang. Risiko berkendara akan lebih besar ketika berada di jalanan bebas hambatan atau jalan tol dengan kecepatan tinggi.
Karena itu, Anda yang akan kembali dari mudik Lebaran 2024 mesti tetap waspada dan berhati-hati di perjalanan. Setelah beberapa hari berkumpul bersama keluarga dan handai tolan serta berkeliling untuk berlibur sejenak, luangkan waktu untuk beristirahat cukup sebelum menempuh perjalanan jauh.
Tragedi kecelakaan yang terjadi pada arus mudik yang lalu harus menjadi peringatan agar setiap pengemudi, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, bisa memastikan diri siap untuk berkendara. Kecelakaan yang terjadi akibat sopir yang lelah dan mengantuk semestinya dapat dihindari.
Dari hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terhadap kecelakaan lalulintas di Km 58 Tol Cikampek yang terjadi pada Senin (8/4/2024) disebutkan, pengemudi yang bekerja melebihi waktu menjadi salah satu penyebabnya. Pengemudi yang lelah membuat kemampuan berkonsentrasi menjadi berkurang sehingga berisiko mengalami microsleep. Kecelakaan tersebut menyebabkan 12 korban meninggal.
”Microsleep”
Microsleep atau tidur sekejap merupakan kondisi ketika seseorang tertidur secara singkat selama beberapa detik hingga 1 menit. Pada kondisi itu, seseorang kehilangan kesadaran dan respons terhadap kondisi sekitar secara tiba-tiba.
Kondisi microsleep sering terjadi ketika seseorang dalam kondisi kelelahan atau kurang tidur dan memaksakan diri untuk tetap terjaga atau terbangun. Ketika mengalami microsleep, aktivitas otak menunjukkan pola yang mirip dengan aktivitas tidur. Hal itu bisa terjadi sekalipun mata tetap terbuka.
Staf medik fungsional divisi neurofisiologi, epilepsi, dan gangguan tidur Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi Semarang, Herlina Suryawati, dalam seminar awam ”Hari Tidur Sedunia 2024” pada akhir Maret 2024 mengatakan, kecelakaan yang terjadi dengan melibatkan kondisi microsleep sering kali dilaporkan lebih parah dibandingkan dengan kondisi sopir tanpa mengalami microsleep. Itu karena sopir yang tertidur tidak mampu melakukan tindakan pencegahan atau pengurangan dampak sebelum kecelakaan, seperti mengerem ataupun menghindar.
Baca juga: Jangan Sepelekan Mengantuk, Kasus Pilot Batik Air Tertidur Bisa Dicegah
Ia menuturkan, saat terjadi microsleep, aktivitas pada otak terganggu sehingga mengurangi kesadaran terhadap lingkungan. Kondisi microsleep pada pengemudi bisa berakibat fatal. Ini bahkan bisa terjadi juga pada pilot, seperti yang sempat diberitakan beberapa waktu lalu. Pilot yang kelelahan akhirnya tertidur sehingga menyebabkan pesawat terbang melintang keluar dari jalur yang semestinya.
Dari berbagai analisis yang dilakukan, Herlina menuturkan, kecelakaan lalu lintas akibat pengemudi yang kelelahan lebih banyak dilaporkan pada dini hari dan sore hari. Pada waktu tersebut, orang secara alami cenderung lebih mudah merasa mengantuk.
”Rata-rata microsleep muncul saat pengemudi berkendara di jalan raya setelah 52 menit berkendara tanpa istirahat. Selain itu, tingkat kewaspadaan biasanya akan memasuki jam kritis setelah mengemudi hampir tiga jam atau mengemudi lama dalam kondisi macet,” tutur Herlina.
Tanda ”microsleep”
Pengemudi dan penumpang harus mawas ketika tanda microsleep mulai terlihat dari pengemudi. Kondisi microsleep bisa ditandai dengan kelopak mata yang terasa sangat berat, mata berkedip berkali-kali dan cepat, menguap terus-menerus, arah kemudi yang tanpa disadari keluar dari jalur, serta tiba-tiba kaget atau terbangun akibat entakan tubuh dan kepala.
Rata-rata ’microsleep’ muncul saat pengemudi berkendara di jalan raya setelah 52 menit berkendara tanpa istirahat. Selain itu, tingkat kewaspadaan biasanya akan memasuki jam kritis setelah mengemudi hampir tiga jam atau mengemudi lama dalam kondisi macet.
Kondisi ini juga bisa ditandai dengan pengemudi yang tidak menyadari apa yang baru terjadi, padahal tidak dalam kondisi melamun. Saat diajak berkomunikasi, orang yang mengalami gejala microsleep biasanya tiba-tiba sulit memproses informasi dan kebingungan.
Baca juga: Mayoritas Orang Indonesia Memaksa Tetap Berkendara Saat Mengantuk
Apabila tanda-tanda tersebut mulai muncul, sebaiknya segera lakukan pencegahan sebelum dampak yang buruk terjadi. Hal yang paling efektif untuk dilakukan ialah menepi dan berhenti mengemudi.
Jika kondisi memungkinkan, pengemudi dapat beristirahat dan tidur setidaknya selama 30 menit. Usahakan untuk bisa tidur pulas dan berkualitas. Sebelum memutuskan untuk kembali berkendara, pastikan kondisi diri sudah lebih bugar. Sangat disarankan juga untuk mengganti pengemudi yang lebih sehat dan bugar.
Herlina mengungkapkan, pengemudi diharapkan tidak dalam kondisi yang lelah sebelum mengemudi. Kelelahan atau fatigue menjadi salah satu penyebab utama terjadinya microsleep di perjalanan.
Kelelahan bisa terjadi akibat kualitas dan kuantitas tidur yang buruk, konsumsi alkohol atau kafein, serta pola diet yang tinggi karbohidrat dan glukosa. Kelelahan pada seseorang juga bisa terkait dengan pekerjaan, seperti jam kerja yang panjang, pekerjaan fisik yang berat, jam kerja yang tidak teratur, serta stres pada lingkungan kerja.
Ia menyarankan, bagi seseorang yang akan mengemudi dalam jarak jauh, sebaiknya istirahat atau tidur setidaknya 7-10 jam dalam satu hari sebelum keberangkatan. Sebelum mengemudi, lakukan pemanasan atau pergerakan ringan.
”Upayakan jangan berkendara sendirian. Ajak orang lain agar ada teman bicara di sepanjang jalan. Jika merasa lelah dan mengantuk, segera cari tempat istirahat,” katanya.
Secara terpisah, staf pengajar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Alfian Nur Rosyid menuturkan, pengemudi bisa juga sambil mendengarkan musik di kendaraan dengan pengeras suara untuk mencegah mengantuk di jalan. Pilih ritme lagu yang cepat dan bersemangat.
Sambil mengendarai kendaraan, bisa sesekali menggerakkan tubuh, seperti tangan, kaki, kepala, atau leher. Kondisi tubuh yang diam terlalu lama bisa membuat tubuh mengantuk. Konsumsi kopi saat berkendara juga dapat membantu agar tetap terjaga saat berkendara.
Baca juga: Waspadai ”Microsleep” di Jalan Tol
”Sebaiknya ketika berkendara, pilih waktu yang memang biasa terjaga, seperti di pagi atau siang hari. Hindari berkendara di malam hari yang biasanya digunakan untuk waktu tidur,” kata Alfian.
Selain mempersiapkan kendaraan dengan baik, pastikan juga diri sendiri, terutama pengemudi dalam kondisi yang baik dan bugar. Waspadai selalu gejala microsleep di perjalanan. Berkendaralah dengan aman demi keselamatan diri dan orang lain. Hati-hati di jalan dan semoga selamat sampai tujuan!