Anak dengan Obesitas Berisiko Tinggi Kekurangan Zat Besi
Anak obesitas berisiko mengalami kekurangan zat besi. Cukup aktivitas fisik serta perubahan pola makan menjadi penting.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anak-anak dan remaja dengan berat badan berlebih atau obesitas berisiko tinggi mengalami kekurangan zat besi. Sementara anak yang punya berat badan kurang berisiko mengalami kekurangan mineral seng dan vitamin A.
Hal itu dibuktikan dari hasil penelitian para peneliti dari Fakultas Ilmu Pangan dan Gizi Universitas Leeds, Inggris, yang telah dipublikasikan di jurnal BMJ Global Health pada 10 April 2024. Penelitian ini menganalisis berbagai penelitian medis di 44 negara yang melibatkan subyek penelitian usia di bawah 25 tahun dengan mencatat kadar zat besi (Fe), vitamin, dan mineral, serta data berat badan dari subyek penelitian.
Disebutkan, kekurangan zat besi pada anak-anak dan remaja berkaitan erat dengan kondisi kelebihan berat badan. Kondisi itu bisa terjadi karena adanya peradangan pada tubuh yang mengganggu mekanisme penyerapan zat besi dalam tubuh.
Penulis utama dari penelitian tersebut, Xiaomian Tan, peneliti di Fakultas Ilmu Pangan dan Gizi Universitas Leeds, mengungkapkan, hubungan antara kekurangan gizi dan mikronutrien penting pada pertumbuhan dan perkembangan anak sebenarnya sudah banyak diketahui. Namun, hubungan dengan kekurangan zat besi masih belum banyak diketahui.
”Masih sedikit yang mengetahui tentang risiko kekurangan zat besi, vitamin A, dan zinc (seng) pada anak dan remaja yang kelebihan berat badan dan obesitas. Ini membuktikan adanya bentuk malanutrisi yang tersembunyi,” katanya.
Xiamonian menambahkan, penelitian ini juga penting karena prevalensi obesitas pada anak-anak di dunia terus meningkat. Karena itu, kesadaran masyarakat, termasuk praktisi kesehatan, perlu ditingkatkan, termasuk dalam praktik dan perawatan klinis di fasilitas kesehatan.
Kelaparan tersembunyi
Masalah kekurangan gizi sering dikaitkan dengan persoalan di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Masalah kelaparan menjadi penyebab utama kematian anak-anak di wilayah tersebut.
Kekurangan zat besi pada anak-anak dan remaja berkaitan erat dengan kondisi kelebihan berat badan.
Meski demikian, kesadaran mengenai persoalan gizi yang juga bisa terjadi pada orang dengan kelebihan berat badan dan obesitas sudah semakin baik. Orang dengan kelebihan berat badan cenderung memiliki pola makan yang padat energi, tetapi miskin nutrisi. Kondisi ini bisa disebut sebagai kondisi kelaparan tersembunyi.
Masalah obesitas di negara berpendapatan tinggi dapat dikaitkan dengan kebiasaan mengonsumsi makanan ultraolahan yang tinggi gula, garam, dan lemak. Sementara di negara berpendapatan rendah dan menengah, obesitas bisa terjadi karena kondisi kemiskinan dan pola makanan yang monoton dengan konsumsi makanan pokok yang lebih besar, seperti jagung, gandum, dan beras.
Hal itu membuat banyak negara berkembang menghadapi beban ganda, yakni kekurangan gizi sekaligus kelebihan gizi. Prevalensi obesitas secara global meningkat pesat dalam beberapa dekade terakhir, terutama pada anak-anak usia 5-19 tahun.
Dalam penelitian ini terungkap pula bahwa Afrika dan Asia menjadi wilayah dengan beban ganda malanutrisi tertinggi. Itu terjadi akibat pertumbuhan ekonomi serta peralihan pola makan yang tinggi gula dan lemak ala Barat.
Data menyebutkan, pada kurun waktu tahun 2000-2017, jumlah anak usia di bawah lima tahun yang mengalami kelebihan berat badan naik dari 6,6 juta menjadi 9,7 juta anak. Sementara di Asia, angka kelebihan berat badan naik dari 13,9 juta menjadi 17,5 juta. Secara bersamaan, jumlah anak balita yang stunting (tengkes) juga naik dari 50,6 juta menjadi 58,7 juta di Afrika.
Profesor ilmu gizi di Sekolah Ilmu Pangan dan Gizi Leeds, Bernadette Moore, dalam ScienceDaily, mengatakan, penelitian mengenai defisiensi mikronutrien yang terkait dengan beban ganda malanutrisi sangat dibutuhkan. Berbagai persoalan bisa terjadi, baik dalam jangka pendek maupun panjang, pada anak-anak yang mengalami persoalan malanutrisi.
Pada anak usia 11 tahun di Inggris, satu dari tiga anak hidup dengan kelebihan berat badan atau obesitas. Pada anak dengan obesitas, peradangan yang terjadi menyebabkan kondisi kekurangan zat besi.
”Status zat besi sudah menjadi persoalan. Namun, masalah lainnya adalah adanya peradangan yang berkepanjangan yang dapat menyebabkan penyakit jantung, diabetes, dan perlemakan hati,” tuturnya.
Itu sebabnya, Bernadette mengatakan, intervensi dapat dilakukan dengan meningkatkan aktivitas fisik pada anak serta memperbaiki pola makan. Kedua hal itu telah terbukti mampu mengurangi peradangan dan meningkatkan status zat besi pada anak dan remaja.