Pramuka yang Riang dan Gembira Bisa Memikat Siswa
Ekstrakurikuler Pramuka perlu bertransformasi. Daya tarik Pramuka pada siswa perlu ditingkatkan.
JAKARTA, KOMPAS — Ekstrakurikuler Pramuka yang kini bukan lagi pilihan wajib bagi siswa di sekolah perlu bertransformasi menjadi kegiatan yang menyenangkan, mengembirakan, penuh inovasi, menantang, dan berkualitas bagi peserta didik. Pramuka tidak lagi cukup diselenggarakan dengan pendekatan konvensional, formalistik, dan militeristik.
Menurut aturan baru dalam Pasal 24 Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Satuan Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar dan Jenjang Pendidikan Menengah disebutkan, keikutsertaan peserta didik dalam ekstrakurikuler bersifat sukarela. Meski demikian, ekstrakurikuler Pramuka wajib disediakan sekolah untuk mengembangkan minat dan bakat peserta didik.
Karena ekstrakurikuler kini bersifat sukarela, kegiatan Pramuka yang sejak 2014 wajib diikuti setiap siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah, tidak lagi bersifat wajib. Siswa dapat memilih ikut ekstrakurikuler Pramuka atau kegiatan lainnya. Namun, khusus untuk ekstrakurikuler Pramuka wajib disediakan sekolah meskipun pesertanya tidak boleh lagi diwajibkan alias sukarela.
Baca juga: Meski Banyak Manfaat, Pramuka Tak Lagi Ekstrakurikuler Wajib
Pramuka sebagai ekstrakurikuler yang wajib diikuti setiap siswa SD,SMP, dan SMA/SMK sederajat sebelumnya mengacu pada Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Pada Pasal 2 dinyatakan, pendidikan kepramukaan dilaksanakan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib pada pendidikan dasar dan menengah. Kegiatan ekstrakurikuler wajib merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang harus diikuti oleh seluruh peserta didik.
”Meskipun ekskul (ekstrakurikuler) Pramuka sekarang bersifat sukarela, kami berharap sekolah dan madrasah wajib menawarkan dan menyediakan Pramuka untuk menyalurkan minat dan bakat anak dalam bidang kepanduan,” kata Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim, Kamis (4/4/2024), di Jakarta.
Menurut Satriwan, Pramuka sebagai kegiatan sukarela sebenarnya merujuk dan berpedoman kepada UU Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Jika semua pemangku kepentingan pendidikan, seperti guru, siswa, orangtua, dan masyarakat menginginkan ekstrakurikuler Pramuka sebagai kegiatan ekskul wajib di sekolah/madrasah, pemerintah seharusnya terlebih dulu merevisi UU tersebut.
”Kalau itu tidak dilakukan, keberadaan ekskul Pramuka, ya, akan lemah selamanya karena sifatnya yang sukarela alias tidak wajib," ujar Satriwan.
Pramuka yang menyenangkan
Satriwan mengatakan, di tengah pro-kontra Pramuka sebagai eksul wajib atau pilihan, yang lebih mendesak kini dan ke depan justru mendukung sekolah/madrasah mampu membangun transformasi kegiatan Pramuka. Gugus depan (Gudep) Pramuka di sekolah harus mampu mengembangkan ekosistem pembelajaran Pramuka yang menyenangkan, menggembirakan, penuh inovasi, menantang, dan berkualitas bagi siswa. Pramuka agar tak lagi diselenggarakan dengan pendekatan konvensional, formalistik, dan militeristik.
”Bagaimana agar tidak ada lagi kekerasan, bullying, senioritas, relasi kuasa di semua kegiatan ekskul sekolah seperti Pramuka, Paskibra, atau pencinta alam. Ini tantangan kita bersama," kata Satriwan.
Pendidikan seharusnya menemukan dan memfasilitasi bakat dan minat siswa agar secara sukarela berkembang optimal.
Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri menambahkan, kegiatan ekskul tertentu di sekolah masih diasosiasikan dengan kekerasan dan senioritas. Hal ini membuat peserta didik sebenarnya tak tertarik mengikutinya.
”Kalau sekolah/madrasah sudah mampu menciptakan kegiatan Pramuka yang gembira, humanis, dan menantang, jauh dari kekerasan dan senioritas, tentu siswa akan tertarik mengikutinya. Jika Pramuka sudah bertransformasi menjadi ekskul yang fun, menarik, egaliter, anti-bullying, para siswa pasti akan berbondong-bondong ingin masuk Pramuka. Tanpa diwajibkan negara sekalipun,” kata Iman.
Iman berharap guru, orangtua, dan masyarakat menyadari kembali kegiatan pembelajaran melalui ekstrakurikuler sebagai wahana strategis untuk membentuk karakter Pancasila bagi para peserta didik dengan pilihan yang rupa warna, antara lain Pramuka, pencinta alam, olahraga, teater, digital, hingga seni budaya. Keberadaan setiap kegiatan ekstrakurikuler di sekolah/madrasah adalah sangat urgen dan vital karena bertujuan untuk memfasilitasi dan menggali minat, bakat, dan potensi siswa di bidang apa pun.
”Sekolah harus mampu mendesain kegiatan ekstrakurikuler yang menarik, bermanfaat, menggembirakan, dan antikekerasan dalam bentuk apa pun,” kata Iman.
Baca juga: Tantangan Mengembalikan Daya Tarik Pramuka
Abudh Zen dari Paramadina Institute for Education Reform mengatakan, tidak menjadikan Pramuka sebagai ekskul wajib untuk siswa merupakan keputusan yang benar. ”Dalam teori multiple intelligent, setiap orang memiliki kecerdasan yang tidak sama sehingga melahirkan minat yang berbeda. Pendidikan seharusnya menemukan dan memfasilitasi bakat dan minat siswa agar secara sukarela berkembang optimal,” kata Abduh.
Tidak ada penghapusan
Secara terpisah, dalam Rapat Kerja Komisi X DPR dan Kemendikbudristek, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo menegaskan tidak ada penghapusan Pramuka dalam Kurikulum Merdeka. Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tetap memasukkan Pramuka sebagai salah satu ekstrakurikuler. Hal tersebut tertulis secara eksplisit pada Lampiran III, Halaman 55.
Pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka ada mandat bahwa sekolah memiliki gugus depan Pramuka dan pendidikan kepramukaan adalah hak setiap murid. ”Karena itu, sekolah wajib memiliki gugus depan dan menawarkannya sebagai salah satu ekstrakurikuler kepada murid,” kata Anindito.
Namun, dalam konteks Kurikulum Merdeka, setiap siswa didorong memilih ekstrakurikuler yang sesuai dengan potensi dan minatnya, salah satunya Pramuka. Dari perspektif sekolah, tetap harus memiliki gugus depan Pramuka dan menawarkannya sebagai salah satu opsi ekskul. Kemudian dari perspektif murid, hal ini menjadi pilihan dari aneka ekstrakurikuler yang disediakan di sekolah.
”Salah satu alasan utama kami mengubah kebijakan kurikulum adalah untuk memperkuat pendidikan karakter. Ini sejalan sekali dengan pendidikan kepramukaan. Kurikulum Merdeka ingin mengembangkan potensi dan karakter anak secara utuh tidak hanya akademik saja,” kata Anindito.
Lihat juga: Sejarah Pramuka, Eksis Sebelum Masa Kemerdekaan
Anindito menambahkan, pihaknya telah berdiskusi dengan Kwartir Nasional terkait Gerakan Pramuka. Salah satunya adalah mengintegrasikan pola-pola pendidikan kepramukaan beserta dengan perangkat ajarnya ke dalam Kurikulum Merdeka sebagai kokurikuler.
Sekretaris Jenderal Kwartir Nasional (Kwarnas) Pramuka Mayjen TNI (Purn) Bachtiar Utomo mengatakan Gerakan Pramuka sangat strategis dalam upaya pembangunan karakter bangsa. Hal ini akan membantu pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu menciptakan manusia Indonesia yang bermartarbat, cerdas dan bertaqwa. Keberadaan Pramuka tidak lepas dari paradigma pendidikan yang disebut piramida pendidikan bahwa proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh tiga aspek utama, yaitu pendidikan formal, informal (keluarga), dan nonformal.
”Seharusnya Kemendikbudristek justru menjadi motor Gerakan Pramuka yang utama. Jadi, dalam melihat keberadaan Gerakan Pramuka janganlah fatalistis, tetapi holistis yang memperhitungkan berbagai aspek dan ampu mencegah konflik yang tidak diharapkan. Seyogianya Pramuka mendapat dukungan penuh dari program Kurikulum Merdeka Kemendikbudristek,” kata Bachtiar.
Ia mengatakan, Gerakan Pramuka membuka diri untuk setiap perbaikan-perbaikan agar Pramuka ke depan bisa lebih baik dan lebih maju dapat membantu program pemerintah serta masyarakat pada umumnya. “Pramuka tidak menutup diri. Begitu juga dengan kemajuan teknologi informasi yang saat ini tengah berlangsung. Kita mengakui bahwa Pramuka ke depannya masih memerlukan kolaborasi dan sinergi bersama pemangku kepentingan lainnya untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia,” kata Bachtiar.