Meski Banyak Manfaat, Pramuka Tak Lagi Ekstrakurikuler Wajib
Siswa menilai berbagai kegiatan dalam Pramuka cukup bermanfaat untuk menambah pengalaman dan melatih kemandirian.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi membuat aturan yang menempatkan Pramuka tidak lagi menjadi ekstrakurikuler yang wajib diikuti oleh siswa di jenjang SD hingga SMA. Namun, siswa menilai berbagai kegiatan dalam Pramuka cukup bermanfaat untuk menambah pengalaman dan melatih kemandirian.
Selama ini, Pramuka merupakan ekstrakurikuler yang wajib diikuti oleh siswa di banyak sekolah di Indonesia, salah satunya SMP Negeri 2 Blora, Jawa Tengah. Ekstrakurikuler ini wajib diikuti semua siswa dari kelas VII, VIII, hingga IX sekolah tersebut selama satu tahun ajaran penuh tetapi dengan waktu kegiatan yang berbeda-beda.
Untuk siswa kelas VII, kegiatan Pramuka di SMP Negeri 2 Blora berlangsung setiap hari Jumat pukul 14.00-16.00. Kemudian untuk kelas VIII, Pramuka diadakan setiap Sabtu pada jam yang sama. Sementara untuk kelas IX, Pramuka hanya wajib diikuti selama satu bulan sekali. Namun, kegiatan Pramuka ditiadakan bagi kelas IX ketika akan menjelang ujian akhir sekolah.
Sephia Roro Ayu (14), siswa kelas VIII SMP N 2 Blora, menuturkan, Pramuka di sekolahnya diisi dengan berbagai macam kegiatan, baik di dalam maupun luar ruangan kelas. Untuk di dalam kelas, kegiatannya seperti pemberian materi tentang sejarah hingga simbol-simbol dalam kepramukaan. Sementara di luar kelas diisi kegiatan seperti baris-berbaris.
Sephia mengaku tidak terlalu terbebani mengikuti berbagai macam kegiatan Pramuka yang menjadi ekstrakurikuler wajib siswa tersebut. Bila pun tidak diwajibkan atau bersifat pilihan, Sephia kemungkinan tetap akan mengikuti Pramuka jika diizinkan oleh orangtuanya.
“Menurutku mengikuti Pramuka bermanfaat untuk menambah pengalaman dan bisa melatih kemandirian. Kemudian kegiatan Pramuka juga bagus untuk membangun kolaborasi dengan teman-teman,” ujarnya ketika dihubungi, Senin (1/4/2024).
Manfaat Pramuka juga dirasakan Rifki Ridlo (17), siswa kelas XI di SMA Negeri 84 Jakarta. Di sekolah ini, Pramuka menjadi ekstrakurikuler wajib bagi siswa kelas X, XI, dan kelas XII. Kegiatan Pramuka tersebut diadakan pada jam terakhir sekolah setiap hari Rabu.
Kegiatan kepanduan ini juga telah berkontribusi bagi ternanamnya rasa cinta Tanah Air.
Bagi Rifki, Pramuka tidak hanya mengajarkan materi-materi dasar yang membosankan, seperti sejarah kepanduan, sandi, semafor, serta baris-berbaris. Lebih dari itu, Pramuka juga dapat melatih kepekaan sosial anggotanya melalui sejumlah kegiatan luar ruangan.
Ketentuan terkait Pramuka yang tidak lagi menjadi ekstrakurikuler wajib di sekolah tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
Dalam aturan tersebut, keikutsertaan peserta didik terhadap semua kegiatan ekstrakurikuler termasuk Pramuka bersifat sukarela. Aturan ini sekaligus menghapus Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Beragam tanggapan
Keputusan Mendikbudristek Nadiem Makarim menghapus Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah memicu beragam tanggapan di publik. Banyak masyarakat menyayangkan keputusan tersebut karena Pramuka dinilai merupakan kegiatan yang positif dan bagus untuk membentuk karakter siswa.
Meski demikian, tidak sedikit juga yang mendukung keputusan dalam permendikbudristek tersebut. Sebab, semua jenis esktrakurikuler di sekolah seharusnya menjadi kegiatan pilihan bagi siswa. Tidak boleh ada satu pun ekstrakurikuler yang bersifat wajib diikuti oleh siswa.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda merupakan salah satu pihak menyayangkan keputusan tersebut. Selama ini, Pramuka telah terbukti memberikan dampak positif bagi upaya pembentukan sikap kemandirian, kebersamaan, cinta alam, kepemimpinan, serta keorganisasian bagi peserta didik. “Kegiatan kepanduan ini juga telah berkontribusi bagi tertanamnya rasa cinta Tanah Air yang menjadi karakter khas pelajar Pancasila,” katanya.
Huda mengatakan, menjadikan kegiatan ekstrakurikuler termasuk Pramuka sebagai kegiatan sukarela bagi peserta didik bisa jadi kebijakan terbaik. Namun, Mendikbudristek seharusnya memahami bahwa tidak semua peserta didik maupun wali murid yang mempunyai preferensi cukup untuk memilih kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan kebutuhan mereka.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Anindito Aditomo menegaskan bahwa setiap sekolah hingga jenjang pendidikan menengah tetap wajib menyediakan Pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler dalam Kurikulum Merdeka. Hanya saja, keikutsertaan peserta didik dalam Pramuka bersifat sukarela.
Menurut Anindito, Peraturan Mendikbudristek No 12/2024 hanya merevisi bagian pendidikan kepramukaan dalam model blok yang mewajibkan perkemahan menjadi tidak wajib. Namun, sekolah tetap diperbolehkan jika akan menyelenggarakan kegiatan perkemahan.
Kemendikbudristek memastikan akan memperjelas ketentuan teknis mengenai ekstrakurikuler Pramuka dalam Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka yang akan terbit sebelum tahun ajaran baru. “Pada intinya, setiap sekolah tetap wajib menawarkan Pramuka sebagai salah satu ekstrakurikuler. Ketentuan ini tidak berubah dari kurikulum sebelumnya,” kata Anindito.