Kenali Macam Gangguan Tidur, Mulai dari ”Ngorok” sampai Gerak-gerak Kaki
Gangguan tidur dapat berdampak pada kesehatan dan kualitas hidup. Namun, banyak masyarakat yang tidak menyadarinya.
Setiap orang butuh tidur. Namun, tidur yang diharapkan bukan sekadar tidur, melainkan tidur yang berkualitas. Tidur yang berkualitas sangat dibutuhkan dalam proses memulihkan tubuh untuk menjaga kesehatan serta kualitas hidup sehari-hari.
Sayangnya, tidak semua orang dapat tidur secara berkualitas karena adanya gangguan dalam tidur. Gangguan tidur ini sering kali tidak disadari dan tidak dianggap serius. Padahal, selain mengganggu aktivitas sehari-hari, gangguan tidur ini bisa menyebabkan berbagai komplikasi penyakit, mulai dari gangguan kardiovaskular, kelelahan yang berlebihan, hingga masalah kesehatan mental.
Pengajar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Umum Pusat Persahabatan, Andika Chandra Putra, dalam seminar daring yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Kamis (28/3/2024), menuturkan, tidur merupakan proses fisiologis yang kompleks. Tidur terjadi hampir sepertiga dari waktu manusia dalam sehari sehingga ketika kualitas tidur terganggu dapat berpengaruh pada kualitas hidup sehari-hari.
Baca juga: Separuh Orang Indonesia Kurang Tidur
Tidur yang berkualitas sangat penting karena saat tidur terjadi proses pemulihan fisik dan mental pada manusia. Tidur akan meningkatkan pemulihan sel, jaringan, dan otot sekaligus mengonsolidasi memori dan saraf yang esensial untuk pembelajaran dan ingatan.
Selain itu, tidur dapat bermanfaat bagi kesehatan jantung dan metabolisme tubuh. Tidur yang berkualitas akan mengurangi risiko hipertensi, penyakit jantung, stroke, serta diabetes melalui pengaturan tekanan darah dan metabolisme glukosa.
Dengan tidur yang berkualitas, seseorang juga akan mendapatkan manfaat untuk memperkuat imunitas tubuh dengan meningkatkan produksi sitokin atau protein yang berhubungan dengan sistem imun. Tidur pun bisa menormalkan hormon yang terkait dengan pengaturan stres, manajemen berat badan, serta menunjang kebahagiaan dan kualitas hidup yang lebih baik.
Kualitas tidur
Andika menyampaikan, tidur yang berkualitas dapat dilihat dari beberapa indikator, yakni efisiensi tidur, latensi tidur, durasi tidur, kontinuitas, siklus tidur, kondisi ketika bangun tidur, serta daya tahan pada siang hari. Tidur yang efisien berarti waktu tidur total ketika di tempat tidur mencapai lebih dari 85 persen. Banyak orang yang ketika sudah berbaring di tempat tidur masih kesulitan untuk mulai terlelap.
Tidur yang berkualitas dapat pula dilihat dari latensi tidur, yakni kurang dari 30 menit untuk beralih dari kondisi terjaga di tempat tidur sampai ke kondisi tidur. Durasi tidur setidaknya 7-9 jam untuk orang dewasa.
Gangguan tidur dapat ditandai dengan gangguan dalam jumlah tidur, kualitas tidur, waktu tidur, serta perilaku yang berhubungan dengan tidur.
”Waktu tidur yang dianjurkan pada anak-anak akan lebih lama, Sementara semakin bertambah usia, seperti pada lansia, itu biasanya memiliki waktu tidur yang lebih singkat,” kata Andika.
Ia menambahkan, kualitas tidur juga dilihat dari kontinuitas tidur. Usahakan seminimal mungkin terbangun di malam hari di tengah-tengah waktu tidur. Apabila terbangun, seseorang harus bisa cepat untuk kembali tidur.
Tidur yang berkualitas ditunjukkan pula dengan perasaan yang segar dan siap ketika bangun pagi. Pada siang hari pun akan lebih waspada serta memiliki konsentrasi yang baik sepanjang hari ketika beraktivitas.
Gangguan tidur
Bagi seseorang yang merasa tidurnya tidak berkualitas, seperti indikator yang disebutkan tersebut, sebaiknya mulai menyadari adanya gangguan dalam tidur. Gangguan tidur bisa bermacam-macam, dari yang ringan sampai yang berat. Namun, sebagian besar jenis gangguan tidur dapat berpengaruh pada kualitas tidur.
Pengajar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Umum Pusat Persahabatan, Ratnawati, mengatakan, gangguan tidur dapat ditandai dengan gangguan dalam jumlah tidur, kualitas tidur, waktu tidur, serta perilaku atau kondisi fisiologis yang berhubungan dengan tidur. Data di AS menunjukkan, gangguan tidur terjadi pada 35-40 persen orang dewasa, sementara di Indonesia belum ada data yang tersedia.
Baca juga: Ingin Merasa Tetap Muda? Jaga Tidur Anda
Penyebab atau etiologi yang berkaitan dengan gangguan tidur antara lain gangguan psikologis dan emosional, seperti kecemasan dan depresi; gangguan medis, seperti sleep apnea (mengorok) dan obesitas; kondisi lingkungan yang tidak nyaman, seperti bising dan pencahayaan yang terlalu terang; serta gaya hidup, seperti konsumsi kafein atau alkohol sebelum tidur dan pola tidur yang tidak konsisten. Penyebab lainnya adalah adanya faktor genetik, perubahan hormonal ketika hamil atau menopause, dan faktor usia.
Ratnawati menuturkan, terdapat beberapa gangguan tidur yang bisa diidentifikasi. Berdasarkan American Academy of Sleep Medicine (AASM), ada enam klasifikasi gangguan tidur, yakni insomnia, gangguan pernapasan terkait tidur, hypersomnolence, circadian rhythm sleep-wake disorders, parasomnia, dan sleep-related movement disorder.
Untuk menentukan klasifikasi gangguan tidur tersebut, perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, mulai dari wawancara medis, pengisian kuesioner tidur, pemeriksaan fisik, sampai pemeriksaan polisomnografi. Pemeriksaan polisomnografi merupakan cara terbaik untuk menegakkan diagnosis macam gangguan tidur. Pemeriksaan ini mengukur aktivitas otak, aktivitas jantung, gerakan mata, pernapasan, aktivitas otot, dan parameter lain yang direkam selama pasien tidur.
Ratnawati menuturkan, insomnia merupakan jenis gangguan tidur yang cukup banyak ditemukan pada masyarakat. Gangguan ini ditandai dengan kesulitan untuk memulai tidur atau kesulitan untuk mempertahankan tidur. Orang yang mengalami insomnia akan bangun terlalu awal. Insomnia kronis terjadi jika gangguan tersebut berlangsung selama tiga bulan dengan frekuensi lebih dari tiga kali per minggu.
Gangguan lainnya, yakni gangguan pernapasan terkait dengan tidur. Gangguan ini ditandai dengan kelainan pada frekuensi dan kedalaman pernapasan saat tidur. Gangguan yang disebut juga sleep-related breathing disorders (SBRD) ini menjadi penyebab utama mengantuk di siang hari. Akibatnya, kualitas hidup menjadi menurun dan berdampak besar pada pekerjaan.
”Obstructive sleep apnea atau OSA adalah salah satu manifestasi klinis yang lebih serius dari SRBD. OSA merupakan gangguan pernapasan saat tidur yang ditandai dengan episode berulang tertutupnya sebagian atau seluruhnya dari saluran napas bagian atas selama tidur,” tutur Ratnawati.
Gangguan ini bisa mengakibatkan depresi, kondisi mendengkur, tekanan darah tinggi, diabetes melitus, stroke, serta kematian. Karena itu, penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan.
Gangguan tidur lain yang juga perlu diperhatikan adalah gangguan tubuh yang terbangun tidak sesuai dengan ritme sirkadian. Normalnya, tubuh akan bangun di pagi hari kemudian akan mengantuk dan tidur di malam hari. Akan tetapi, pada orang dengan gangguan ini akan memiliki jam biologis yang berbeda.
Pasien tidak mengantuk di saat seharusnya tidur atau bahkan tidak tidur sama sekali dalam 24 jam. Gangguan ini dapat terjadi pada orang yang mengalami jet lag, orang yang memiliki jam kerja sif, serta memiliki masalah penurunan fungsi sistem saraf (neurodegeneratif).
Jenis gangguan tidur lain yang sering tidak disadari adalah parasomnia. Kategori gangguan tidur ini melibatkan gerakan abnormal, perilaku, emosi, serta mimpi yang terjadi pada saat tidur awal. Contoh gangguan tidur ini adalah tidur berjalan (sleep walking), kelumpuhan tidur atau tubuh yang tidak bisa bergerak (sleep paralysis), mimpi buruk yang menyebabkan kelelahan saat bangun, serta berbicara saat tidur.
Baca juga: Tidur Siang Singkat Punya Banyak Manfaat, Kelamaan Justru Berbahaya
Selain itu, ada pula gangguan gerak saat tidur atau sleep-related movement disorder. Gangguan ini ditunjukkan dengan adanya gerakan-gerakan ringan yang terjadi berulang kali saat tidur. Itu misalnya seperti sindrom kaki gelisah (restless leg syndrome) berupa kaki yang menendang atau tangan yang bergerak mendadak serta gigi yang menggertak 5-90 detik sekali. Kondisi ini dapat menyebabkan kelelahan dan kesulitan untuk mendapatkan tidur yang berkualitas.
”Gangguan tidur ini bisa bersifat murni atau dengan komorbid yang dampaknya bisa signifikan terhadap kesehatan fisik, kesejahteraan mental, dan kualitas hidup secara keseluruhan. Karena itu, diagnosis dan tata laksana yang tepat sangat dibutuhkan dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu,” tutur Ratnawati.