Pemda Tidak Optimal, Pemerintah Pusat Ambil Alih Pengajuan Formasi Guru PPPK
Pengajuan formasi pengangkatan guru ASN PPPK dari pemda selalu rendah. Dibutuhkan terobosan pengangkatan dari pusat.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengajuan formasi guru aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau ASN PPPK dari pemerintah daerah masih saja rendah. Minimnya pengajuan formasi ini harus diatasi dengan terobosan regulasi pengangkatan guru oleh pemerintah pusat.
”Selama tiga tahun pembukaan rekrutmen guru PPPK, pengajuan formasi dari pemerintah daerah selalu tidak optimal, di bawah 50 persen. Di tahun 2024 ini malah semakin turun. Kami mencoba untuk mengumpulkan pemda di Jakarta dan Makassar supaya ada penambahan. Tapi penambahannya pun tidak signifikan, hanya 10.000 formasi,” kata Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudritek Nunuk Suryani di Jakarta, Jumat (22/3/2024) malam.
Komitmen pemda bervariasi dalam memanfaatkan peluang pengangkatan guru PPPK. Masalah penggajian para guru PPPK ini yang ditransfer melalui dana alokasi umum (DAU) menjadi persoalan alot yang membuat pemerintah daerah tidak berani memaksimalkan pengajuan formasi meski daerah membutuhkan guru.
Tahun 2024 ini dibuka formasi guru PPPK sebanyak 419.146 formasi. Namun, hingga Februari lalu, formasi yang dapat diisi baru 170.649 formasi. Ada kekurangan 248.497 formasi karena tidak diajukan pemda.
Kemendibudristek mendata kebutuhan guru di sekolah negeri sebanyak 1.244.961 formasi. Ditambah lagi pada 2024 ini didahulukan pengangkatan tenaga kependidikan sebanyak 82.000 formasi. Adapun dari pengangkatan guru PPPK tahun 2021-2023 hanya dapat dipenuhi sebanyak 774.999 guru.
Hingga akhir Maret ini, belum ada keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang bisa menjadi acuan panitia seleksi nasional untuk melaksanakan rekrutmen guru PPPK. Namun, untuk guru lulus passing grade (P1) tetap diprioritaskan penempatannya tanpa tes.
”Karena pengajuan pemda tidak optimal, masih ada tersisa sekitar 2.000 formasi P1 yang tidak mendapat penempatan tahun ini,” ujar Nunuk.
Selama tiga tahun pembukaan rekrutmen guru PPPK, pengajuan formasi dari pemerintah daerah selalu tidak optimal, di bawah 50 persen.
Kemendikbudristek sudah mengajukan kepada panselnas dan Menteri PAN dan RB agar ada terobosan dalam rekrutmen guru PPPK tahun ini. Jika tetap dengan cara selama tiga tahun ini dengan hanya menunggu pengajuan dari pemda, formasi tidak akan terpenuhi.
”Kami berharap bisa ada terobosan regulasi terobosan sentralisasi yakni mengambil alih sentralisasi formasi. Perlu ada kewenangan kementerian teknis, dalam hal ini Kemendikbudristek, untuk bisa mengajukan pembukaan formasi supaya pemenuhan guru PPPK untuk sekolah-sekolah negeri bisa tuntas dan tidak terkendala,” ujarnya.
Persoalan tata kelola guru tidak dapat hanya diselesaikan oleh Kemendikbudristek. Karena itu, kolaborasi dengan kementerian/lembaga terkait dan pemda harus mampu menghadirkan terobosan regulasi yang membuat pengangkatan guru bisa lebih fleksibel, sesuai kebutuhan.
Kemendikbudristek sudah menggagas adanya ruang talenta guru sehingga sekolah yang kekurangan guru dapat mengajukan rekrutmen kepada Kemendikbudritek. Nantinya, guru PPPK yang diangkat penggajiannya dari pemerintah dan langsung masuk ke rekening guru.
Terobosan sentralisasi tersebut sudah diajukan juga agar masuk dalam rencana pembangunan jangka panjang nasional oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). ”Komitmen untuk menyejahterakan guru ini tidak hanya tergantung Kemendikbudristek. Karena itu, perlu dipaksa dengan ada regulasi,” kata Nunuk.
Dalam kesempatan terpisah beberapa waktu lalu, Deputi Bidang Pembangunan, Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas Amich Alhumami mengatakan, hingga saat ini pendistribusian guru dan peningkatan mutu guru belum berjalan sesuai harapan. Padahal, dengan kewenangan pemda, distribusi guru seharusnya dapat berjalan baik. Redistribusi atau pemerataan kembali guru di dalam satu daerah pun tidak optimal dilakukan.
Menurut Amich, aspirasi sentralisasi tata kelola guru di pemerintah pusat sudah dipertimbangkan Bappenas lewat kebijakan restrukturisasi kewenangan tata kelola guru. Menteri PPN/Kepala Bappenas telah membahas ini bersama Mendikbudristek. Bahkan, di tingkat teknis sudah dibicarakan bersama Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek.
”Ide untuk restrukturisasi kewenangan tata kelola guru oleh pemerintah pusat sudah dipersiapkan di Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) mulai dari rekrutmen sampai persebaran karena pemetaan sudah diketahui secara nasional hingga tingkat sekolah. Ditargetkan di RPJMN 2025-2029 bisa dilakukan. Namun, berbagai masalah teknis dan implikasinya hingga saat ini masih terus dibahas lebih detail dengan berbagai pihak terkait,” ujar Amich.