BIG Tawarkan Metode Ukur PPDB Zonasi Tanpa Google Maps
Badan Informasi Geospasial menawarkan pendekatan persil bidang tanah untuk mengukur jarak dari rumah siswa ke sekolah.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Informasi Geospasial menawarkan metode untuk mengatasi permasalahan pengukuran jarak rumah ke sekolah yang selalu muncul di masyarakat setiap masa penerimaan peserta didik baru atau PPDB jalur zonasi dengan menggunakan aplikasi BHUMI. Dengan aplikasi resmi dari pemerintah ini, diharapkan semua pihak memiliki acuan yang sama.
Kepala Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim (PPRT) Badan Informasi Geospasial (BIG) Yogyrema Setyanto Putra menjelaskan, BHUMI yang dikembangkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) adalah sebuah sebuah situs peta interaktif yang digunakan untuk menyebarkan informasi spasial. BHUMI terintegrasi dengan geoportal atlas nasional sebagai platform penyimpanan data geospasial yang dikelola oleh unit-unit kerja di Kementerian ATR/BPN.
Aplikasi ini menawarkan pendekatan persil bidang tanah untuk mengukur jarak dari rumah siswa ke sekolah. Untuk daerah reguler bagi calon peserta didik SD maksimal 3 kilometer, SMP 5-7 kilometer dan SMA-SMK antara jarak 9 dan 10 km. Aturan mengenai sistem zonasi PPDB ini terlampir dalam kutipan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 14 Tahun 2018 tentang PPDB.
”Dari persil atau bidang tanah tersebut nantinya bisa langsung menunjukkan masing-masing rumah peserta didik,” kata Yogyrema dalam keterangan persnya, Rabu (6/3/2024).
Kendalanya, batas area itu diambil dari Google Maps, yang tidak memiliki aspek validasi dan legalitas.
Aplikasi ini dapat melakukan pengukuran dan pencarian pada alamat yang dituju. Misalnya, dengan melakukan pencarian koordinat berdasarkan latitude dan longitude yang dimasukkan. Kemudian, akan ditampilkan titik lokasi pada peta interaktif.
Namun, aplikasi ini masih memiliki kelemahan karena, ketika tidak memasukkan data koordinat rumah secara tepat, akan terjadi salah ukur. Oleh karena itu, setiap dinas pendidikan daerah harus tetap menjaga koordinasi dengan instansi terkait, terutama dinas tata ruang.
Dinas tata ruang biasanya memiliki peta dasar pada skala 1:1.000 sehingga bisa digunakan sebagai acuan memverifikasi titik koordinat PPDB zonasi. BIG juga memiliki Peta Rupabumi Indonesia dengan skala 1:25.000 yang berisi batas administrasi desa/kelurahan terbaru dan terakhir diperbarui pada 2022 yang bisa dimanfaatkan untuk PPDB jalur zonasi.
Kepala Balai Layanan Jasa dan Produk Geospasial BIG Agung Christianto menambahkan, pemerintah daerah juga perlu melakukan kurasi terhadap titik-titik sekolah di seluruh wilayahnya untuk membuat dasar penghitungan jarak jalur zonasi yang lebih presisi. ”Jarak pada jalur zonasi perlu diseragamkan untuk mempermudah pengukuran jarak dalam PPDB zonasi,” ucap Agung.
Kepala Balai Teknologi Informasi Komunikasi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Firman Oktora mengungkapkan, selama ini PPDB jalur zonasi selalu terkendala masalah acuan pengukuran jarak rumah ke sekolah. Beberapa upaya telah dilakukan, seperti memanfaatkan data titik koordinat sekolah pada data pokok pendidikan (dapodik) dan menggunakan fasilitas application programming interface (API) geocodingGoogle Maps untuk menerjemahkan alamat pada kartu keluarga (KK) menjadi titik koordinat.
Namun, upaya tersebut juga menemui kendala. Misalnya, ketika memanfaatkan data titik koordinat tempat tinggal pada aplikasi dapodik, nyatanya calon peserta didik tidak semuanya mengisi, ada pula yang mengisi titik koordinat berdasarkan sekolah asal, atau titik koordinat yang dipilih tidak sesuai dengan alamat domisili, lalu ada pula yang titik koordinatnya digeser-geser untuk mendekati dengan jarak sekolah.
Padahal, jalur zonasi sudah diseleksi berdasarkan batas wilayah administratif, mulai dari kecamatan, kelurahan/desa, bahkan hingga rukun warga (RW) dan rukun tetangga (RT). Penentuan akurasi titik sekolah untuk dasar penghitungan jarak pada jalur zonasi ini perlu diseragamkan guna mempermudah pengukuran jarak dalam PPDB zonasi.
”Kendalanya, batas area itu diambil dari Google Maps, yang tidak memiliki aspek validasi dan legalitas. Ketika menggunakan batas wilayah administrasi, misalnya unit kelurahan, muncul masalah lain, jumlah peserta didik dalam satu kelurahan ternyata melebihi daya tampung sekolah,” papar Firman.
Diketahui, kebijakan PPDB jalur zonasi sudah dimulai sejak 2017 dengan tujuan mempercepat pemerataan pendidikan. Dikotomi sekolah favorit dan tidak favorit yang memperuncing perbedaan dan memperbesar kesenjangan pendidikan pun perlahan mulai luntur.
Jalur zonasi juga merupakan upaya mencegah penumpukan sumber daya manusia yang berkualitas dalam suatu wilayah tertentu. Selain itu, pemerintah daerah didorong meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemerataan kualitas pendidikan sesuai amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Dalam Permendikbud No 14/2018 disebutkan bahwa sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90 persen dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima. Adapun radius zona terdekat ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi berdasarkan ketersediaan anak usia sekolah di daerah tersebut dan jumlah ketersediaan daya tampung dalam rombongan belajar pada masing-masing sekolah.