Titip Siswa Hingga Pungutan Liar Masih Terjadi Saat Penerimaan Siswa Baru
Penerimaan peserta didik baru atau PPDB masih diwarnai berbagai pelanggaran. Sistem pengawasan yang lemah membuat kecurangan berulang.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN
Murid-murid mengobrol di tengah acara Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) pada hari pertama sekolah di SDN 1 Depok Jaya, Kota Depok, Jawa Barat, Senin (17/7/2023). Hari pertama sekolah di Depok disambut suka cita oleh para siswa, terkhusus siswa kelas 1 SD. Sebagian siswa kelas 1 diantar oleh orang tuanya di hari pertama sekolah.
JAKARTA, KOMPAS – Ombudsman RI menemukan berbagai penyelewengan dalam penerimaan peserta didik baru tahun ajaran 2023/2024. Penyelewengan seperti praktik pungutan liar, titip siswa, dan pemalsuan dokumen kependudukan ditemukan di berbagai jenjang sekolah dan madrasah. Ini terjadi antara lain karena jumlah dan kualitas layanan pendidikan tak merata, serta sistem pengaduan dan pengawasan lemah.
Temuan ini sesuai dengan pengawasan yang dilakukan Ombudsman RI (ORI) ke 158 kabupaten/kota di 28 provinsi. Pengawasan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tersebut berlangsung pada Maret-Agustus 2023.
Pengawasan dilakukan terhadap 158 satuan pendidikan, yaitu SMA (32 unit), SMP (32), dan SD (94). Ada pula 126 madrasah yang diawasi, yaitu madrasah aliyah (MA/33), madrasah tsanawiyah (MTs/50), dan madrasah ibtidaiyah (MI/43). Selain itu, pengawasan juga ditujukan ke dinas pendidikan, panitia PPDB, hingga orangtua/wali siswa.
Laporan pengawasan ini disampaikan ke dua kementerian penyelenggara pendidikan, yakni Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta Kementerian Agama. Laporan diserahkan pada Selasa (5/9/2023) di Jakarta.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Sejumlah siswa kelas 1 SD bercengkerama di SDN 07 Cideng, Jakarta pada Senin (17/7/2023). Sebelum mulai belajar, para siswa baru kelas 1 SD terlebih dulu mengikuti masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) yang bertujuan untuk membantu anak beradaptasi di sekolah baru. SDN 07 Cideng Jakarta menyelenggarakan MPLS selama 10 hari mulai 12 Juli 2023 hingga 25 Juli 2023.
Temuan umum
Secara umum, masalah ditemukan pada pra-pelaksanaan PPDB, saat pelaksanaan, dan setelahnya. Anggota ORI Indraza Marzuki Rais mengatakan, hal ini juga terjadi di empat jalur seleksi PPDB, yaitu jalur zonasi, afirmasi, prestasi, dan perpindahan orangtua.
Di seleksi jalur zonasi, calon peserta didik rentan masuk ke wilayah blank spot karena ketidaksesuaian titik koordinat. Hal ini juga terjadi karena masih ada daerah yang belum menetapkan zonasi. “Zonasi tidak terkait jarak, tapi membagi area sesuai sebaran calon peserta didik,” kata Indraza.
Selain itu, ORI menemukan pihak yang memanipulasi dan memalsukan dokumen kependudukan untuk lolos seleksi zonasi. Sementara itu di jalur afirmasi, masih ada satuan pendidikan yang hanya belum paham bahwa peruntukan jalur ini bukan hanya untuk penduduk miskin, tapi juga penyandang disabilitas.
Di jalur prestasi, PPDB terkendala standardisasi nilai rapor antar-sekolah yang tak sama, hingga penggunaan sertifikat palsu. Adapun, di jalur perpindahan orangtua, kendala PPDB ialah belum adanya ketentuan yang mengatur jangka waktu pemberlakuan surat keputusan pemindahan orangtua.
“Ada yang masih menggunakan SK (surat keputusan) pindah tahun 2010,” ucap Indraza.
Temuan lain yaitu belum semua pihak menggunakan aplikasi daring untuk pendaftaran PPDB. Masih ada yang melakukan pendaftaran secara luring. Padahal, pendaftaran luring diterapkan untuk menghindari interaksi dan potensi kecurangan.
Nominal pungutan liar di madrasah rata-rata Rp 1 juta hingga Rp 5 juta. Ada peserta yang diminta membayar Rp 35 juta untuk masuk SMA.
Selain itu, ada pula praktik pungli (pungutan liar) baik di satuan pendidikan maupun madrasah. Nominal pungutan liar di madrasah rata-rata Rp 1 juta hingga Rp 5 juta dengan modus seperti uang seragam dan sumbangan pembangunan. Indraza menambahkan, bahkan ada peserta yang diminta membayar Rp 35 juta untuk masuk SMA.
ORI juga menemukan praktik titip siswa. Hal ini ditemukan di Jabodetabek. Indraza mengatakan, tiba-tiba jumlah siswa bertambah 5-6 anak per kelas setelah pengumuman PPDB.
“Itu adalah (siswa) titipan, baik dari pejabat pusat, partai, TNI, Polri. Itu kami temukan bukti-buktinya dan bagaimana tindak lanjutnya,” paparnya. “Kami minta keberanian pimpinan daerah untuk mencoba mengurangi jalur itu, syukur-syukur kalau dia bisa menghapusnya,” tambahnya.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Siswa mengikuti upacara dan sambutan pada tahun ajaran baru di SD Negeri Nayu Barat 1, Nusukan, Kota Surakarta, jawa Tengah, Senin (17/7/2023). Bagi siswa kelas 1 SD menjadi pengalaman pertama mereka memasuki pendidikan formal. Pada hari pertama mereka harus beradaptasi dengan lingkungan dan teman baru.
Evaluasi
Laporan pengawasan PPDB tersebut akan dijadikan bahan evaluasi oleh kementerian terkait. Harapannya, pelaksanaan PPDB di masa mendatang akan lebih baik dari saat ini, serta hak anak akan pendidikan terpenuhi.
Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki mengatakan, kementeriannya akan lebih memberdayakan inspektorat jenderal untuk mengawasi PPDB, baik dari segi perencanaan, pelaksanaan, maupun pelaporan. Mereka juga akan meninjau kembali penyusunan regulasi PPDB, serta meninjau soal sosialisasi PPDB yang belum masif.
“Soal pungli, ini jadi catatan yang akan kami jadikan landasan untuk mengeluarkan regulasi-regulasi di masa depan,” katanya.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Murid mengikuti simulasi kedaruratan gempa bumi di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, Yogyakarta, Jumat (21/7/2023). Kegiatan ini diikuti 1.140 siswa beserta guru sebagai upaya pengurangan risiko jatuhnya korban akibat bencana gempa bumi.
Inspektur Jenderal Kemendikbudristek Chatarina Muliana Girsang menambahkan, kebijakan PPDB yang terlaksana sejak 2018 mengalami berbagai tantangan. Akibatnya, kebijakan tidak bisa langsung berjalan lancar dan hasilnya diperoleh dengan cepat. Salah satu tantangannya adalah mengikis stigma sekolah negeri favorit yang ada selama beberapa puluh tahun.
Ia pun berharap masalah PPDB bisa segera diatasi, antara lain dengan mendorong daerah untuk segera menetapkan zonasi. Pemerintah daerah juga didorong untuk memetakan kebutuhan pendidikan sehingga bisa segera membangun sekolah yang dibutuhkan.
“Perlu pula peran masyarakat dan pemda untuk melakukan pengawasan (PPDB). Kemendikbudristek akan melakukan perbaikan dengan memperjelas regulasi yang ada, membantu pemda menyusun juknis (petunjuk teknis), membantu pemda membuat sistem PPDB online, membantu pemda menetapkan zonasi, dan memenuhi kebutuhan jumlah sekolah,” papar Chatarina.