Kenali Cara Membaca Label Informasi Gizi pada Kemasan Pangan
Label informasi nilai gizi pada kemasan produk perlu diperhatikan agar bisa lebih bijak dalam memilih makanan.
Apa pertimbangan Anda ketika memilih pangan kemasan di supermarket ataupun minimarket? Sebagian dari Anda mungkin akan menjawab harga atau bentuk dan tampilan pada kemasan. Namun, berapa banyak dari Anda yang menjawab kandungan gizi menjadi pertimbangan utama dalam memilih makanan?
Kesadaran masyarakat untuk memilih makanan yang lebih sehat sebenarnya sudah lebih baik. Namun, kesadaran tersebut belum dibarengi dengan pengetahuan yang baik dalam memilih makanan yang tersedia di pasaran.
Hal tersebut bisa terjadi akibat minimnya literasi gizi di masyarakat. Padahal, berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan industri, sudah berupaya menyajikan informasi mengenai kandungan gizi di setiap kemasan produk.
Jika melihat kemasan produk makanan ataupun minuman yang dijual di supermarket dan minimarket, setiap produk sudah menyematkan label informasi nilai gizi. Dalam label tersebut setidaknya tertulis takaran saji di setiap kemasan, jumlah sajian per kemasan, jumlah energi total, serta kandungan gizi seperti lemak, gula, dan garam. Akan tetapi, bagaimana cara membaca informasi tersebut dan apa arti dari setiap angka dalam informasi tersebut?
Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Muda Direktorat Standardisasi Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Pratiwi Yuniarti Martoyo dalam acara Lokakarya Media bertajuk ”Menjadi Agen Perubahan untuk Cegah dan Atasi Obesitas” di Jakarta, Senin (4/3/2024), mengatakan, label gizi pada pangan kemasan sangat penting untuk diperhatikan sebagai pertimbangan masyarakat dalam memilih makanan yang sesuai kebutuhan gizi hariannya. Label ini sekaligus menjadi sarana komunikasi antara produsen dan konsumen untuk menunjukkan kandungan gizi pangan olahan yang terkandung dalam produk.
”Informasi nilai gizi ini juga dapat digunakan untuk membandingkan dan memilih makanan atau minuman sesuai kebutuhan setiap orang. Karena itu, masyarakat diharapkan mampu membaca informasi yang sudah tertera sehingga bisa lebih bijak dalam memilih produk yang akan dikonsumsi.” tuturnya.
Informasi nilai gizi
Tabel informasi nilai gizi setidaknya akan memuat informasi terkait takaran saji, jumlah sajian per kemasan, jenis, dan kandungan gizi serta nongizi, persentase angka kecukupan gizi (AKG), serta catatan kaki terkait AKG. Takaran saji dapat diartikan sebagai jumlah pangan olahan yang wajar dikonsumsi dalam satu waktu makan. Apabila dalam takaran saji tertulis 20 gram, artinya dalam satu waktu makan disarankan hanya dikonsumsi sebanyak 20 gram. Dalam satu kemasan dapat termuat lebih dari satu takaran saji atau dapat dikonsumsi lebih dari satu kali waktu makan.
Selain itu, hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah jumlah sajian per kemasan. Jumlah sajian ini artinya jumlah takaran saji yang terdapat dalam satu kemasan pangan. Apabila tertulis lima sajian per kemasan, artinya dalam satu kemasan terdiri atas lima sajian. Produk tersebut disarankan untuk dikonsumsi dalam lima kali makan atau dikonsumsi oleh lima orang dalam waktu yang sama.
Jumlah sajian per kemasan tersebut juga penting untuk dimengerti dalam membaca jumlah energi dan kandungan gizi dari setiap produk. Jika dalam label tertulis untuk lima sajian per kemasan, sementara energi total yang tertulis sebesar 100 kilo kalori, artinya dalam satu kemasan terkandung total energi sebesar 500 kilo kalori.
Hal ini juga berlaku untuk membaca kandungan gizi lain, seperti lemak, gula, dan garam. Apabila tertulis lima sajian per kemasan dan total garam atau natrium sebesar 85 miligram, artinya dalam satu kemasan mengandung garam sebesar 425 miligram.
Pratiwi menyebutkan, kemampuan untuk membaca informasi nilai gizi tersebut diperlukan untuk menentukan dan membatasi asupan harian setiap orang. Pasalnya, asupan yang berlebihan bisa menimbulkan dampak kesehatan yang berbahaya bagi tubuh, terutama pada pangan yang tinggi kandungan gula, garam, dan lemak.
Konsumsi pangan yang tinggi kandungan gula, garam, dan lemak sangat berisiko menyebabkan berbagai penyakit tidak menular, seperti obesitas. Jika tidak dikendalikan, obesitas dapat memicu terjadinya penyakit yang lebih buruk, antara lain, penyakit jantung, diabetes, hipertensi, dan gangguan ginjal.
Baca juga: Rantai Obesitas Bisa Diputus sejak Dini
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Eva Susanti mengatakan, Kementerian Kesehatan telah memberikan rekomendasi batasan konsumsi gula, garam, dan lemak harian bagi masyarakat. Setidaknya, konsumsi gula harian harus dibatasi maksimal 4 sendok makan atau sekitar 50 gram per hari. Sementara batasan konsumsi garam maksimal 1 sendok teh atau sekitar 2.000 miligram per hari dan batasan lemak maksimal 5 sendok makan atau 67 gram per hari.
Konsumsi gula harian harus dibatasi maksimal 4 sendok makan atau sekitar 50 gram per hari.
Meski begitu, masih banyak masyarakat yang memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan ataupun minuman yang tinggi gula, garam, dan lemak. Dari Studi Diet Total pada 2014, sekitar 4,8 persen masyarakat mengonsumsi gula lebih dari yang dianjurkan. Selain itu, terdapat 52,7 persen masyarakat yang mengonsumsi garam melebihi batas dan 26,7 persen masyarakat yang mengonsumsi makanan dengan kandungan lemak berlebih.
Obesitas
Eva menyampaikan, kebiasaan mengonsumsi gula, garam, dan lemak menjadi salah satu faktor risiko terjadinya obesitas. Risiko tersebut semakin diperparah dengan kebiasaan masyarakat yang kurang aktivitas fisik serta kurang mengonsumsi sayur dan buah. Prevalensi masyarakat yang kurang aktivitas fisik sebesar 33,5 persen, sedangkan prevalensi masyarakat yang kurang konsumsi buah dan sayur 95,5 persen.
”Jika sudah terjadi obesitas, komplikasi terhadap penyakit lain sangat tinggi. Komplikasinya bisa menjadi stroke, penyakit jantung, PCOS (polycystic ovarian syndrome), depresi berat, diabetes, gangguan tidur, hipertensi, perlemakan hati, dan osteoartritis lutut,” katanya.
Angka obesitas di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Tren kasus obesitas yang dilaporkan terus meningkat. Itu terjadi pada kasus obesitas dan obesitas sentral. Proporsi kasus obesitas pada 2018 sebesar 21,8 persen dan pada 2013 sebesar 14,8 persen. Pada proporsi kasus obesitas sentral pada 2018 sebesar 31,0 persen dan pada 2013 sebesar 26,6 persen. Obesitas merupakan kondisi tertimbunnya lemak di dalam tubuh, sedangkan obesitas sentral merupakan kondisi tertimbunnya lemak di bagian perut.
Regulasi
Eva mengatakan, pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk menangani obesitas di masyarakat. Pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak itu merujuk pada rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Baca juga: Cermat Membaca Label Gizi pada Kemasan
Rekomendasi tersebut, antara lain, reformulasi produk makanan dan minuman untuk mengurangi takaran gula, garam, dan lemak (GGL); menyediakan lebih banyak makanan dan minuman dengan kandungan rendah GGL; melakukan edukasi untuk mengubah perilaku masyarakat, menerapkan labeling pada setiap produk yang mengandung GGL, mengatur kandungan dan konsumsi GGL dalam kebijakan; serta menetapkan kebijakan fiskal pada makanan dan minuman untuk mengurangi konsumsi GGL yang berlebihan.
”Terkait dengan kebijakan fiskal, rancangan peraturan pemerintah yang berkaitan masih terus berproses. Hal itu termasuk pemberlakuan cukai MBDK (minuman manis dalam kemasan). Kami dari sektor kesehatan berharap ini bisa terealisasi tahun ini,” katanya.
Eva menambahkan, pemerintah sebenarnya juga sudah menerbitkan aturan terkait pembatasan konsumsi gula, garam, dan lemak melalui Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Akan tetapi, implementasi dari aturan tersebut dinilai masih menjadi tantangan.
Dalam aturan tersebut telah tertulis adanya kewajiban untuk memuat kandungan gula, garam, dan lemak serta pesan kesehatan pada label pangan. Adapun pesan kesehatan yang dimaksud berbunyi, ”Konsumsi gula lebih dari 50 gram, natrium lebih dari 2.000 miligram, atau lemak total lebih dari 67 gram per orang per hari berisiko hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung.”
Head of Strategic Marketing Nutrifood Susana mengatakan, industri telah berupaya untuk turut mendukung edukasi dan pengendalian penyakit tidak menular di masyarakat, termasuk pengendalian obesitas. Hal tersebut termasuk untuk menyediakan pangan yang lebih sehat dengan kandungan gula, garam, dan lemak.
Baca juga: Membatasi ”Si Manis” Masuk ke Dalam Tubuh
Meski begitu, menurut dia, kesadaran masyarakat akan pentingnya memilih pangan yang rendah gula, garam, dan lemak dinilai lebih penting. ”Apabila kesadaran masyarakat semakin besar dan permintaan masyarakat akan pangan yang rendah gula, garam, dan lemak semakin banyak, itu akan mendorong lebih banyak industri yang memproduksi pangan dengan kandungan tersebut,” tuturnya.