Sebagian Sumatera bagian selatan dan Jawa masih di puncak musim hujan dan berpotensi dilanda cuaca ekstrem.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperkirakan puncak musim hujan di sebagian besar wilayah Indonesia sudah terlewati. Meskipun demikian, sebagian wilayah Sumatera bagian selatan dan Pulau Jawa masih berada dalam puncak musim hujan sehingga berpotensi mengalami cuaca ekstrem hingga sepekan ke depan.
Laporan BMKG menunjukkan, hujan dengan intensitas ringan hingga ekstrem masih terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia sejak tanggal 24 Februari hingga 29 Februari 2024. Intensitas curah hujan pada kategori ekstrem terjadi di wilayah DKI Jakarta (Kelapa Gading), sedangkan hujan dengan intensitas sangat lebat terjadi di Kalimantan Tengah (Barito Utara), Sulawesi Tenggara (Kendari), dan Papua Tengah (Timika).
”Khusus wilayah Jabodetabek, peningkatan curah hujan terpantau sejak tanggal 27 Februari 2024,” kata Deputi Bidang Geofisika BMKG Guswanto, Kamis (29/2/2024), di Jakarta.
Intensitas curah hujan pada kategori ekstrem di Jakarta itu mencapai 157,4 milimeter per hari tercatat di Kelapa Gading pada 28 Februari 2024, disusul dengan hujan kategori sangat lebat di wilayah Tanjung Priok, Pulo Gadung, dan Sunter Timur pada tanggal yang sama.
Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta menyebutkan, sejumlah ruas jalan tergenang banjir, yaitu di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Pusat, dengan ketinggian 10-25 sentimeter serta di Jakarta Barat setinggi 30 cm pada 28 Februari dan 29 Februari 2024.
”Kondisi ini dipicu oleh aktivitas gelombang Rossby Ekuatorial di selatan Pulau Jawa bagian barat dan peningkatan kecepatan angin di sekitar wilayah Kepulauan Bangka Belitung dan Selat Karimata, yang kemudian membentuk pola perlambatan, pertemuan, dan belokan angin di sekitar wilayah Jawa bagian barat,” katanya.
Guswanto menambahkan, BMKG telah memonitor bahwa kondisi cuaca ekstrem masih berpotensi melanda sebagian wilayah Indonesia hingga 8 Maret 2024. Beberapa faktor yang memicu hujan ekstrem ini di antaranya munculnya aktivitas Madden-Jullian Oscillation (MJO) yang saat ini memasuki fase tiga, yaitu berada di Samudra Hindia bagian timur, dan diprediksi akan memasuki wilayah Indonesia dimulai dari bagian barat dan bergerak ke timur.
Aktivitas gelombang Rossby Ekuatorial masih terjadi di sebagian wilayah Indonesia. Faktor lain yang berpengaruh adalah terbentuknya pola perlambatan, pertemuan, dan belokan angin yang terbentuk di sebagian wilayah Indonesia.
Kondisi tersebut mampu meningkatkan potensi hujan dengan intensitas sedang-lebat yang disertai kilat atau angin kencang di wilayah Indonesia untuk periode 1-8 Maret 2024.
Masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan melakukan langkah-langkah antisipatif terhadap peningkatan curah hujan yang berpotensi terjadi dalam seminggu ke depan dengan terus memperbarui informasi prakiraan dan peringatan dini cuaca.
Cuaca ekstrem ini berpotensi terjadi di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, sebagian besar Kalimantan, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
Untuk Jabodetabek, menurut Guswanto, sepekan ke depan masih berpotensi hujan dengan intensitas ringan hingga lebat yang disertai kilat atau angin kencang. ”BMKG akan terus memantau kondisi cuaca dan perubahannya berdasarkan data dan analisis terkini. Untuk itu, masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan melakukan langkah-langkah antisipatif terhadap peningkatan curah hujan yang berpotensi terjadi dalam seminggu ke depan dengan terus memperbarui informasi prakiraan dan peringatan dini cuaca,” katanya.
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani mengatakan, memasuki pancaroba, risiko terjadinya puting beliung juga cenderung meningkat.
Pada periode peralihan musim, pola hujan biasa terjadi pada sore hingga menjelang malam hari dengan didahului adanya udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari. Fenomena alam ini terjadi karena radiasi matahari yang diterima pada pagi hingga siang hari cukup besar dan memicu proses konveksi atau pengangkatan massa udara dari permukaan bumi ke atmosfer sehingga memicu pembentukan awan.