Masuki Pancaroba, Hujan Ekstrem hingga Puting Beliung Membayangi
Memasuki musim pancaroba, masyarakat diminta mewaspadai peningkatan cuaca ekstrem.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian wilayah Indonesia bakal memasuki periode pancaroba pada Maret hingga April 2024. Masyarakat diminta mewaspadai peningkatan potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat dengan durasi singkat, angin puting beliung, hingga hujan es.
”Hingga saat ini sebagian wilayah Indonesia memang masih ada di puncak musim hujan, walaupun sebagian sudah mulai masuk pancaroba. Memasuki bulan Maret 2024, bakal lebih banyak yang memasuki pancaroba,” kata Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Andri Ramdhani, di Jakarta, Selasa (27/2/2024).
Menurut Andri, analisis cuaca terbaru untuk 26-28 Februari sebagian besar wilayah Jawa, Sumatera, serta Kalimantan dan Sulawesi masih berpotensi untuk hujan. ”Jabodetabek juga masih ada peluang hujan, waluupun bisa berselang dengan cuaca panas-terik di siang hari,” katanya.
Selama periode pancaroba, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem.
Andri mengingatkan, di akhir musim hujan dan memasuki pergantian musim, potensi terjadinya angin puting beliung bakal meningkat. Kondisi ini perlu diwaspadai masyarakat agar senantiasa mengecek informasi dan peringatan dini cuaca yang dikeluarkan BMKG.
Menurut Andri, BMKG saat ini telah memiliki produk informasi Now Casting, yang bisa diunduh melalui telepon pintar. ”Data perkiraan hujan ekstrem ini berbasis radar dengan akurasi sekitar 94 persen. Akan sangat bermanfaat memberikan informasi potensi cuaca ekstrem dalam 1-2 jam ke depan. Saat ini skalanya sudah kecamatan dan kami akan tingkatkan ke depan hingga level desa atau kelurahan,” ujarnya.
Memasuki pancaroba
Menurut analisis BMKG, periode pancaroba atau peralihan musim diprakirakan berlangsung pada Maret-April 2024. ”Selama periode pancaroba, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang, angin puting beliung, dan fenomena hujan es,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
Ia mengatakan, berdasarkan analisis dinamika atmosfer yang dilakukan BMKG, didapati saat ini puncak musim hujan telah terlewati di berbagai wilayah Indonesia, khususnya bagian selatan Indonesia. Hal ini mengindikasikan wilayah tersebut akan mulai memasuki peralihan musim pada Maret hingga April.
Salah satu ciri masa peralihan musim adalah pola hujan yang biasa terjadi pada sore hingga menjelang malam hari dengan didahului adanya udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari. Fenomena alam ini terjadi karena radiasi matahari yang diterima pada pagi hingga siang hari cukup besar dan memicu proses konveksi atau pengangkatan massa udara dari permukaan bumi ke atmosfer sehingga memicu pembentukan awan.
Karakteristik hujan pada periode ini, menurut Dwikorita, cenderung tidak merata dengan intensitas sedang hingga lebat dalam durasi singkat. Apabila kondisi atmosfer menjadi labil atau tidak stabil, potensi pembentukan awan konvektif seperti awan cumulonimbus (CB) akan meningkatkan.
”Awan CB inilah yang erat kaitannya dengan potensi kilat/petir, angin kencang, puting beliung, bahkan hujan es. Bentuknya seperti bunga kol, warnanya ke abu-abuan dengan tepian yang jelas,” katanya.
Berdasarkan monitoring BMKG, kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto, terdapat beberapa fenomena atmosfer yang terpantau masih cukup signifikan dan dapat memicu peningkatan curah hujan yang disertai kilat/angin kencang di wilayah Indonesia, di antaranya aktivitas monsun asia yang masih dominan.
Fenomena lainnya ialah aktivitas Madden Jullian Oscillation (MJO) pada kuadran 3 (Samudra Hindia bagian timur) yang diprediksi akan memasuki wilayah pesisir barat Indonesia pada beberapa pekan ke depan. Selanjutnya, terdapat aktivitas gelombang atmosfer di sekitar Indonesia bagian selatan, tengah, dan timur. Kondisi lain, terbentuknya pola belokan dan pertemuan angin yang memanjang di Indonesia bagian tengah dan selatan.
”Seluruh fenomena atmosfer tersebut berkontribusi terhadap terjadinya fenomena cuaca ekstrem di berbagai wilayah di Indonesia,” ujarnya.