Perkuat Kolaborasi Multisektor untuk Capai Target Eliminasi Tuberkulosis
Tuberkulosis menjadi ancaman kesehatan serius di Indonesia. Setidaknya 16 orang meninggal setiap jam akibat tuberkulosis
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tuberkulosis masih menjadi ancaman kesehatan yang serius di Indonesia. Setidaknya 16 orang meninggal setiap jam karena tuberkulosis. Kasus baru tuberkulosis juga meningkat menjadi lebih dari 1 juta kasus dalam satu tahun.
Kesadaran setiap orang untuk mengatasi tuberkulosis secara komprehensif sangat diperlukan, mulai dari pencegahan hingga pengobatan. Kolaborasi multisektoral pun mutlak dibutuhkan agar target eliminasi tuberkulosis pada 2030 bisa dicapai.
”Obat (tuberkulosis) sudah ada. Kumannya diketahui. Obat-obatannya juga ampuh. Alat diagnostik ada, dari yang sederhana sampai yang canggih. Cara DOTS (terapi dengan obat jangka pendek) juga sudah dikenal. Tetapi kenapa kasus TB (tuberkulosis) terus meningkat?” ujar Erlina Burhan.
Erlina Burhan mengutarakan hal itu dalam pidato ilmiah terkait pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di Jakarta, Sabtu (17/2/2024). Erlina dikukuhkan sebagai guru besar ke-8 di Universitas Indonesia pada 2024.
Ia mengatakan, kasus tuberkulosis yang belum tuntas di Indonesia menjadi tragedi yang harus diatasi bersama. Tuberkulosis merupakan beban masyarakat yang kompleks.
Obat (tuberkulosis)sudah ada. Kumannya diketahui. Obat-obatannya juga ampun. Alat diagnostik ada, dari yang sederhana sampai yang canggih. Cara DOTS (terapi dengan obat jangka pendek) juga sudah dikenal. Tetapi kenapa kasus TB (tuberkulosis) terus meningkat?
Seseorang yang tertular tuberkulosis tidak hanya berdampak dari sisi medis atau kesehatan, tetapi juga ekonomi dan sosial. Hal itu diperburuk dengan adanya stigma, diskriminasi, dan risiko kehilangan pekerjaan ataupun berhenti sekolah.
Karena itu, menurut Erlina, masalah tuberkulosis harus segera diselesaikan. Dunia serta Indonesia telah menargetkan adanya eliminasi TBC pada 2030. Pada tahun tersebut ditargetkan terjadi penurunan angka kematian tuberkulosis mencapai 90 persen. Setiap pasien TBC dan keluarganya juga harus bebas dari beban biaya akibat tuberkulosis.
Selain itu, tingkat insidensi atau kasus baru tuberkulosis harus diturunkan hingga 80 persen. Jika pada tahun 2030 diproyeksi penduduk Indonesia mencapai 300 juta orang, jumlah kasus baru tuberkulosis ditargetkan hanya sekitar 300 orang. Saat ini, jumlah kasus baru tuberkulosis di Indonesia mencapai 1.060.000 orang.
”Kalau (intervensi) business as usual, yang begitu-begitu saja, penurunan hanya 1,5 persen per tahun. Jadi, tidak mungkin akan menuju eliminasi TB. Kita harus berubah dan harus melakukan transformasi di segala bidang,” ujarnya.
Erlina menuturkan, upaya yang harus dilakukan meliputi, antara lain, mengoptimalkan seluruh instrumen diagnosis yang tersedia, memperkuat pengobatan, mencegah penularan, serta memanfaatkan seluruh kemajuan teknologi dan inovasi terkait tuberkulosis.
Salah satu inovasi yang sedang dikembangkan adalah vaksin tuberkulosis yang baru. Vaksin BCG yang selama ini diberikan dinilai sudah tidak efektif. Pengembangan juga kini telah dilakukan untuk menemukan terapi pengobatan tuberkulosis dengan durasi yang lebih singkat.
Kolaborasi
Erlina berpendapat, upaya lain yang terpenting untuk mencapai eliminasi tuberkulosis pada 2030, yakni harmonisasi antarlintas sektor. Berbagai macam pendekatan penanggulangan tuberkulosis sebenarnya sudah tersedia, baik di tingkat individu maupun populasi. Namun, pendekatan tersebut dinilai masih sporadis. Berbagai pihak yang terlibat pun belum bersinergi dengan baik.
”Kita harus bergerak bersama sesuai perannya masing-masing, saling mengisi dan menguatkan untuk menciptakan kerja bersama dalam bentuk orkestrasi. Jadi, perlu kolaborasi, mulai dari presiden dan kementerian yang tidak hanya kementerian kesehatan. Tuberkulosis itu hanya 30 persen yang terkait medis, selebihnya masalah nonmedis,” tuturnya.
Erlina menyampaikan, upaya Indonesia dalam eliminasi tuberkulosis pun harus selaras dengan program global. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan target eliminasi tuberkulosis melalui program End TB Strategy.
Setidaknya ada tiga pilar utama yang perlu diperhatikan, yakni pelayanan dan pencegahan tuberkulosis yang terintegrasi dan berpusat pada pasien, pentingnya kebijakan dan komitmen politik dalam sektor kesehatan untuk eliminasi tuberkulosis, serta pentingnya penelitian dan inovasi untuk menghadapi tantangan terkait tuberkulosis.
Selain kolaborasi multisektor di dalam negeri, kolaborasi dalam penanganan tuberkulosis perlu dilakukan dalam lingkup internasional. Kolaborasi internasional dapat memperkuat kapasitas penelitian dan pengembangan, serta meningkatkan akses terhadap obat-obatan yang efektif.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan resmi menyatakan, Indonesia turut berkomitmen dalam pemberantasan tuberkulosis di tingkat global. Indonesia telah terlibat dalam prakarsa Aliansi Negara-Negara untuk Memerangi Tuberkulosis bersama Nigeria, Filipina, dan Polandia.
”Saya percaya bahwa dengan menyatukan kekuatan, kita bisa menang melawan tuberkulosis,” katanya.