Kasus Dante, Pembelajaran bagi Perempuan Orangtua Tunggal untuk Waspada
Perempuan orangtua tunggal agar jangan mudah percaya dan memercayakan anaknya kepada pacar atau calon suami.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
Kasus meninggalnya Raden Andante Khalif Pramudityo atau Dante (6) di kolam renang Taman Tirta Mas (Palem Indah), Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu (27/1/2024), menjadi pembelajaran berharga bagi masyarakat. Kematian Dante menjadi alarm bagi perempuan yang menjadi orangtua tunggal untuk melindungi anaknya.
Kasus Dante menunjukkan betapa anak-anak rentan mengalami kekerasan dan dirampas hak hidupnya oleh orang-orang dewasa. Kekerasan yang berujung pada meregangnya nyawa Dante menjadi peringatan keras bagi semua orangtua tentang betapa pentingnya pengasuhan dan pengawasan terhadap anak oleh orang yang tepat.
Seperti diberitakan, pembunuhan berencana diduga dilakukan Yudha Arfandi (33) yang memiliki hubungan spesial dengan Tamara Tyasmara (29), ibu Dante. Kepolisian hingga kini terus menyelidiki kasus kematian sang bocah. Dugaan sementara, Dante sengaja ditenggelamkan oleh Yudha.
Sejauh ini, sejumlah bukti mendukung dugaan tersebut. Misalnya, hasil pemeriksaan sementara oleh tim penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya dan tim forensik digital Polri berupa rekaman kamera pemantau (CCTV) yang berdurasi 2 jam 1 menit.
Dari rekaman tersebut, tersangka Yudha diketahui menenggelamkan Dante 12 kali dengan durasi waktu yang berbeda-beda, dimulai dari 14 detik, kemudian 24, 4, 2, 26, 4, 21, 7, 17, 8, 26, dan 54 detik. Yudha diduga sengaja menahan korban yang berusaha berenang mencapai tepi kolam renang.
Kasus ini menjadi penting didalami motifnya karena terduga pelaku juga mengasuh anak lainnya.
Korban datang ke kolam renang bersama Yudha dan anaknya pada pukul 16.27. Setelah itu, korban berkali-kali ditenggelamkan Yudha, hingga momen terakhir sekitar pukul 16.58. Kemudian, Yudha mengangkat korban ke tepi kolam dan pada pukul 17.00 penjaga kolam renang mengevakuasi Dante.
Kematian Dante mengundang keprihatinan pemerhati anak dan organisasi perlindungan anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun bersuara mengecam keras kekerasan terhadap anak yang berujung pada pembunuhan.
”Jika terbukti melakukan pembunuhan, kami berharap dapat diterapkan hukuman yang seadil-adilnya karena ada hak hidup anak yang dirampas. Kasus ini menjadi penting didalami motifnya karena terduga pelaku juga mengasuh anak lainnya,” ujar Nahar, Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Jumat (16/2/2024).
Ia berharap agar kekerasan terhadap anak lain yang terkait terduga pelaku dapat dicegah. Nahar pun mengingatkan pentingnya pendalaman motif pembunuhan tersebut untuk mengantisipasi kejadian berulang dengan orang-orang yang menghadapi masalah yang sama.
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah menegaskan, jika sudah ditemukan indikasi adanya pembunuhan terhadap Dante, terduga pelaku Yudha harus diadili dan dihukum berat. KPAI akan mengawal kasus ini dan meminta polisi mengungkap kasus penghilangan nyawa anak tersebut sampai tuntas.
”Masyarakat juga waspada dan memberikan perlindungan kepada anak. Jika melihat situasi yang mungkin janggal, harus segera dilaporkan,” kata Ai.
Pembunuhan berencana
Ahmad Sofian, aktivis perlindungan anak dan pengajar Hukum Pidana di Universitas Bina Nusantara Jakarta, menilai kasus tersebut diduga masuk pembunuhan berencana. Hal ini berdasarkan modus pelaku.
”Mengapa korban dibawa ke kolam renang lalu ditenggelamkan. Pembunuhan berencana kalau dia tahu kapan anak itu sekarat dan kapan mati dengan menyorong dan menenggelamkan kepala korban ke kolam renang,” papar Sofian.
Jika unsur dalam Pasal 420 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terpenuhi, pembunuhan keji dengan sikap batin jahat dan menyusun skenario pembunuhan, pelaku tidak cukup hanya dikenai pidana penjara 20 tahun, tetapi harus dihukum dengan pemberatan minimal seumur hidup atau hukum mati.
Orangtua tunggal harus waspada
Dari sisi perlindungan anak, kasus kematian Dante menunjukkan bahwa anak yang dalam pengasuhan orangtua tunggal rentan mengalami kekerasan. Polisi juga perlu mendalami sang ibu yang begitu percaya dan menyerahkan anaknya yang masih berusia enam tahun kepada pacarnya.
Peristiwa pembunuhan Dante menjadi pelajaran bagi para ibu yang menjadi orangtua tunggal untuk anaknya. Harapannya, jangan mudah percaya dan melepaskan anak kepada pacar atau calon suami. Selain itu, agar jangan mudah percaya pula bahwa orang lain akan memberikan kasih sayang kepada anak yang bukan anaknya.
Hal ini termasuk para ibu muda orangtua tunggal jika ingin menjalin hubungan baru dengan laki-laki baru (pacar atau calon suami). Jika dirasa diperlukan, sebelum melangkah ke jenjang perkawinan yang sah, ibu orangtua tunggal hendaknya mempelajari terlebih dahulu latar belakang kehidupan calon suaminya, termasuk rekam jejaknya.
Semua itu penting dilakukan demi memastikan anaknya dari perkawinan sebelumnya mendapat perlindungan, tidak mendapat kekerasan, dan tumbuh kembangnya tidak terganggu. Sebab, bisa saja laki-laki yang akan menikah dengannya justru malah menyingkirkan anaknya.
Jangan sampai kasus Dante terjadi kepada anak-anak yang lain, kehilangan nyawa di tangan pacar ibunya atau calon suami ibunya, atau bahkan mengalami kekerasan dari ayah sambung. Sebab, dalam beberapa kasus, sejumlah anak mengalami kekerasan fisik, bahkan kekerasan seksual, dari orang yang menjadi pasangan ibunya.