Ilmuwan Korea Selatan Menumbuhkan Sel Daging Sapi dalam Butiran Beras
Para ilmuwan Korea Selatan berhasil menumbuhkan sel otot dan lemak hewani di dalam butiran beras.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dari ayam yang dibudidayakan di laboratorium hingga protein yang berasal dari jangkrik, alternatif baru terus dikembangkan para ilmuwan untuk memenuhi kebutuhan pangan global yang menghadapi tantangan iklim. Kini, para ilmuwan Korea Selatan menambahkan resep baru dalam daftar inovasi tersebut, yaitu beras hibrida yang mengandung nutrisi daging sapi.
Keberhasilan menumbuhkan sel otot dan lemak hewani dalam butiran beras ini dilaporkan di jurnal Matter pada Rabu (14/2/2024).
Sohyeon Park dari Department of Chemical & Biomolecular Engineering, College of Engineering, Yonsei University, Korea Selatan, menjadi penulis pertama laporan ini.
Para peneliti mengklaim temuan mereka bisa menghasilkan makanan hibrida bergizi dan beraroma. Temuan itu juga menawarkan alternatif protein yang lebih terjangkau dengan jejak karbon lebih kecil.
”Bayangkan memperoleh semua nutrisi yang kita butuhkan dari beras protein hasil kultur sel,” kata Sohyeon Park, yang melakukan penelitian di bawah bimbingan Jinkee Hong, ahli biomolekuler dari kampus yang sama.
Menurut Park, beras sudah memiliki tingkat nutrisi yang tinggi. ”Menambahkan sel dari ternak dapat meningkatkannya lebih lanjut,” katanya.
Pada hewan, perancah biologis mendukung pertumbuhan tiga dimensi sel untuk membentuk jaringan dan organ. Untuk mengolah daging hasil kultur sel, tim peneliti meniru lingkungan seluler ini dengan menggunakan beras.
Butir beras berpori dan memiliki struktur terorganisasi, menyediakan perancah kokoh untuk menampung sel-sel yang berasal dari hewan di setiap sudut dan celahnya.
Molekul tertentu yang ditemukan dalam beras juga dapat memberi nutrisi dan mendorong pertumbuhan sel-sel tersebut. Hal ini menjadikan beras sebagai platform ideal.
Menumbuhkan sel hewan
Dalam rekayasa ini, Hong dan tim melapisi beras dengan gelatin ikan, bahan yang aman dan dapat dimakan serta membantu sel menempel pada beras dengan lebih baik. Sel induk otot dan lemak sapi lalu dimasukkan ke dalam beras dan dibiarkan dikultur dalam cawan petri selama 9-11 hari.
Menambahkan sel dari ternak dapat meningkatkannya lebih lanjut.
Produk akhir yang dipanen adalah beras daging sapi hasil budidaya sel dengan bahan utama yang diklaim memenuhi persyaratan keamanan pangan dan memiliki risiko rendah memicu alergi pangan.
Untuk mengarakterisasi beras daging sapi hibrida, para peneliti mengukusnya dan melakukan berbagai analisis industri makanan, termasuk nilai gizi, bau, dan tekstur. Temuan mengungkapkan, beras hibrida memiliki protein 8 persen lebih banyak dan lemak 7 persen lebih banyak dibandingkan beras biasa.
Dibandingkan tekstur khasnya yang lengket dan lembut, beras hibrida ini lebih kencang dan rapuh.
Beras hibrida dengan kandungan otot lebih tinggi memiliki senyawa bau yang berasal dari daging sapi dan almon. Sementara beras dengan kandungan lemak lebih tinggi memiliki senyawa seperti krim, mentega, dan minyak kelapa.
”Kita biasanya memperoleh protein yang kita butuhkan dari peternakan, namun produksi peternakan menghabiskan banyak sumber daya dan air serta melepaskan banyak gas rumah kaca,” kata Park.
Jejak karbon
Hong dan tim juga mengklaim, beras daging hibrida ini memiliki jejak karbon yang jauh lebih kecil. Harga beras ini pun jauh lebih murah jika dibandingkan dengan daging sapi.
Untuk setiap 100 gram protein yang dihasilkan, beras daging hibrida diperkirakan melepaskan kurang dari 6,27 kilogram (kg) CO2, sedangkan daging sapi melepaskan 49,89 kg CO2.
Jika dikomersialkan, harga beras hibrida bisa sekitar 2,23 dollar AS per kg, sedangkan harga daging sapi 14,88 dollar AS.
Mengingat beras daging hibrida memiliki risiko keamanan pangan rendah dan proses produksi yang relatif mudah, tim peneliti optimistis untuk mengomersialkan produk tersebut ke pasaran.
Namun, sebelum nasi sampai ke perut kita, tim berencana menciptakan kondisi lebih baik pada butiran beras agar sel otot dan lemak berkembang dan selanjutnya meningkatkan nilai gizinya. ”Saya tidak menyangka sel-sel tersebut tumbuh dengan baik di dalam beras,” kata Park.
”Sekarang saya melihat banyak sekali kemungkinan untuk makanan hibrida berbahan dasar biji-bijian ini. Suatu hari nanti bisa berfungsi sebagai bantuan pangan untuk kelaparan, ransum militer, atau bahkan makanan luar angkasa,” tuturnya.