Pesan Guru untuk Presiden Baru
Presiden tidak akan menjadi apa-apa tanpa peran seorang guru. Maka, guru perlu dihargai, dihormati, dan ditinggikan.
Presiden silih berganti dalam lima atau 10 tahun sekali, tetapi masalah pendidikan di negeri ini masih berkutat pada hal-hal klasik. Kesejahteraan guru, kurikulum yang terus berganti, sarana-prasarana yang tidak memadai, hingga kekerasan di satuan pendidikan yang masih saja terjadi.
Digitalisasi pendidikan dalam lima tahun terakhir dinilai belum menunjukkan suatu bukti. Belakangan, guru tidak lagi bertugas mengajar murid, tetapi sudah disebut sebagai budak aplikasi. Padahal, bagi sebagian guru, untuk mendapatkan koneksi internet saja masih tertatih-tatih.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Di Distrik Kembu, Kabupaten Tolikara, Papua Pegunungan, Refol Malimpu menyusuri perbukitan untuk sampai di lokasi tugasnya mengajar di SMP Negeri Kembu. Saat pertama kali ditugaskan pada 2013, dia harus terbang dari Jayapura ke Wamena, lalu menumpang mobil bak terbuka selama lima jam ke Karubaga, kota kecamatan di Kabupaten Tolikara.
Belum selesai, perjalanan berlanjut selama dua jam lebih menuju Distrik Kembu menggunakan ojek dengan biaya sekitar Rp 500.000 sekali jalan. Semua biaya perjalanan ini ditanggung oleh kantong pribadinya.
Guru aparatur sipil negara (ASN) ini tidak hanya mengajar di SMPN Kembu, tetapi juga diperbantukan untuk mengajar di SD Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Gereja-gereja Injili (YPPGI) Mamit, sekitar 200 meter jaraknya. Tak hanya mengajar, dia juga membantu kerja administrasi di SD tersebut serta mendirikan taman baca di Kembu.
Dalam beberapa bulan terakhir, setelah sekian banyak beban kerja tersebut, Refol semakin resah karena harus mengikuti program dari aplikasi Platform Merdeka Mengajar (PMM) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Padahal, sinyal internet saja timbul tenggelam.
Pepatah guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa sudah seharusnya dihapus. Guru perlu dihargai, dihormati, dan ditinggikan. Karena sejatinya, presiden tidak akan menjadi apa-apa tanpa peran seorang guru.
Ditambah, sekarang perangkat listrik tenaga surya miliknya hilang waktu ditinggal pergi libur akhir tahun ke Jayapura. Jadi, sekarang setiap hari dia menumpang isi daya powerbank di rumah warga yang ada listriknya.
Dengan kondisi seperti ini, Refol memilih untuk mengesampingkan PMM dan fokus pada anak-anak. Sebab, baginya tugas guru adalah mendidik anak, bukan hanya memenuhi laporan syarat administrasi.
”Siapa pun presidennya nanti mohon agar menteri pendidikannya itu diambil dari orang yang memang paham benar tentang pendidikan. Bukan hanya pandai berbicara tentang konsep dan solusi dalam ’bahasa langit’, tetapi tidak pernah melihat mirisnya pendidikan di pedalaman Indonesia yang sebenarnya,” pesan Refol untuk presiden terpilih nanti.
Baca juga: Dukung Guru Belajar Sesuai Kebutuhan
Beban administrasi ini juga dirasakan oleh Suryan Masrin, guru SD Negeri 10 Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung. Saat Nadiem Makarim ditunjuk menjadi Mendikbudristek dan mengusung konsep Merdeka Belajar, dia optimistis guru-guru di Indonesia akan semakin maju.
Namun, yang terjadi justru kebalikannya. Kesehariannya disibukkan dengan mengikuti semua arahan dari PMM yang membuat para murid terabaikan. Di PMM, guru ASN diwajibkan untuk mengikuti sejumlah fitur, seperti pelatihan mandiri, refleksi kompetensi, bukti karya, dan komunitas. Bahkan, beberapa guru sampai membayar orang untuk mengisi PMM tersebut.
”Saya sudah sampai tahap di mana terserah murid saja mau bagaimana, padahal interaksi guru kepada siswa yang seharusnya dikuatkan, bukan dengan administrasi. Penghargaan untuk guru juga harus ditingkatkan. Sekarang ini beban kerja tambah terus, gaji tidak nambah-nambah,” ucap Suryan.
Baca juga: Kemendikbudristek Mengklaim Platform Merdeka Mengajar Tak Membebani Guru
Sementara itu, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbudristek Nunuk Suryani melalui Surat Edaran tentang Pengelolaan Kinerja Guru dan Kepala Sekolah Nomor 0559/B.B 1/GT.02.00/2024 tidak lagi mewajibkan guru mengikuti semua fitur PMM. Dia menegaskan, PMM merupakan alat bantu yang disediakan bagi guru dan kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas kerja dan kompetensi secara berkelanjutan.
”Fitur-fitur itu tidak bersifat wajib, tidak memiliki tenggat, dan bukan merupakan pekerjaan administrasi tambahan bagi guru maupun kepala sekolah,” paparnya.
Sampai dengan 1 Februari 2024, Kemendikbudristek mencatat 93 persen dari ASN guru dan kepala sekolah sudah mengisi perencanaan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) periode Januari-Juni 2024 dalam aplikasi PMM. Bagi yang belum mengisi perencanaan SKP, ada kesempatan untuk memasukkan SKP periode Januari-Juni 2024 hingga 31 Maret 2024.
Murid terabaikan
Keluhan para guru ini sangat berkorelasi dengan demoralisasi pelajar. Maka, tak heran jika seorang murid berani membacok gurunya di Demak, Jawa Tengah, September 2023 lalu, atau semakin marak kasus penculikan anak di sekolah karena kelalaian pihak sekolah.
Wiwin Suhendri, seorang ayah di Tangerang Selatan, Banten, yang anaknya pernah diculik orang tak dikenal di sekolahnya pada Juni 2023 mengaku masih mengalami trauma walau sang anak sudah kembali ke pangkuannya. Dia berharap presiden terpilih bisa menciptakan sistem pendidikan yang aman dan terjangkau bagi semua.
”Kami menitipkan anak kami untuk belajar di sekolah itu dengan keyakinan sekolah aman. Maka, kasus seperti yang saya alami tidak boleh terjadi lagi,” kata Wiwin.
Dalam catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2023, ada 329 kasus pelanggaran hak anak di satuan pendidikan, mulai dari perundungan di sekolah, anak korban kebijakan, dan anak korban pemenuhan hak fasilitas pendidikan. KPAI berharap pemerintah menjamin lembaga pendidikan menjadi tempat yang aman bagi anak.
Sementara berdasarkan data lain dari Asesmen Nasional Kemendikbudristek tahun 2023, terdapat 34,51 persen peserta didik yang berpotensi mengalami kekerasan seksual. Di samping itu, ada 26,9 persen peserta didik lain yang berpotensi mengalami kekerasan fisik. Selain itu, 36,31 anak didik juga berpotensi mengalami perundungan.
”Data ini sangat nyambung, kalau beban guru terlalu besar, dia tidak akan mungkin bisa melihat proses pembelajaran dengan baik. Pengajarannya tidak akan berkualitas, pendidikan kita tidak akan maju,” kata Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri.
Baca juga: Guru Dijejali Beragam Aplikasi Pendidikan
P2G berharap presiden terpilih bisa menuntaskan permasalahan klasik ini, mulai dari menyejahterakan guru, mengurangi beban kerja guru agar fokus pada murid, dan meratakan pendidikan dengan sarana dan prasarana yang memadai. Digitalisasi saja tidak cukup, diperlukan penyelesaian masalah secara holistik.
”Untuk presiden terpilih nanti, yang penting sejahterakan guru dulu. Kalau itu sudah selesai, baru kita bicara kualitas, Tidak mungkin dalam kondisi kesejahteraan kurang baik, kita menuntut kualitas,” tuturnya.
Oleh sebab itu, pepatah guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa sudah seharusnya dihapus. Guru perlu dihargai, dihormati, dan ditinggikan. Karena sejatinya, presiden tidak akan menjadi apa-apa tanpa peran seorang guru.