Sampah Pemilu Perlu Ditangani Khusus
Sampah hasil pemilu berupa alat peraga kampanye, baliho, hingga surat suara perlu dikelola agar tidak berakhir di TPA.
JAKARTA, KOMPAS — Sampah hasil penyelenggaraan pemilihan umum atau pemilu berupa alat peraga kampanye, baliho, spanduk, bendera, hingga surat suara perlu menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah. Sampah-sampah tersebut perlu dikelola secara khusus agar tidak semakin membebani tempat pemrosesan akhir dan lingkungan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengemukakan, kegiatan pesta demokrasi di Indonesia akan menghasilkan sampah. Tidak adanya pengelolaan sampah hasil penyelenggaraan pemilu ini akan menimbulkan pencemaran lingkungan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
”Lima tahun lalu memang belum ada catatan tentang jumlah timbulan sampah dari penyelenggaraan pemilu. Jadi, saat ini daerah harus memberikan laporan tentang berapa jumlah sampah pascakampanye,” ujarnya dalam konferensi pers memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2024 di Media Center KLHK, Jakarta, Selasa (6/2/2024).
Menurut Vivien, apabila dilihat dari jenisnya, sampah hasil penyelenggaraan pemilu bisa dikelola kembali. Beberapa di antaranya merupakan sampah yang berasal dari plastik, kain, dan kertas, seperti baliho, stiker, reklame, spanduk, bendera, poster, kotak, serta surat suara.
Dalam mengantisipasi hal ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Sampah yang Timbul dari Penyelenggaraan Pemilu. Surat edaran ini mengimbau agar kepala daerah baik gubernur, bupati, maupun wali kota agar dapat mengelola sampah hasil penyelenggaraan pemilu.
Baca juga: Beragam Langkah Perubahan dalam Pengelolaan Sampah
Surat edaran tersebut menerangkan, sampah yang timbul dari jalannya proses pemilu termasuk dalam kategori sampah spesifik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Kemudian dijelaskan pula bahwa setiap orang yang menghasilkan sampah dari kegiatan pemilu, termasuk kampanye, wajib melakukan pengurangan dan penanganan sampah.
”Kepala daerah perlu memastikan bahwa baliho dan sampah hasil penyelenggaraan pemilu lainnya pada masa tenang harus segera dicopot dan tidak dibuang ke TPA. Kemudian, sampah tersebut bisa dilakukan pengelolaan lanjutan, seperti dicacah,” tutur Vivien.
KLHK juga mengimbau agar pemda dan tempat pemungutan suara (TPS) bisa menyediakan tempat sampah terpilah. Sampah-sampah yang bisa didaur ulang, seperti sampah organik, gelas plastik, dan kertas, bisa diserahkan ke bank sampah yang tersebar di sejumlah daerah.
Agar lebih optimal, Vivien juga menyebut bahwa ke depan pengelolaan sampah ini bisa melibatkan penyelenggara pemilu, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) di pusat hingga daerah. Nantinya, KPU bisa menerapkan aturan agar peserta pemilu melakukan kampanye ramah lingkungan dan mengelola sampah dari hasil kampanye tersebut.
Direktur Pengurangan Sampah KLHK Vinda Damayanti Ansjar menambahkan, KLHK juga mengimbau agar pemda dan tempat pemungutan suara (TPS) bisa menyediakan tempat sampah terpilah. Sampah-sampah yang bisa didaur ulang, seperti sampah organik, gelas plastik, dan kertas, bisa diserahkan ke bank sampah yang tersebar di sejumlah daerah.
Mencegah kebakaran TPA
Vivien menekankan bahwa upaya mengelola sampah hasil penyelenggaraan pemilu perlu dilakukan agar sampah tersebut tidak berakhir di TPA karena kelebihan kapasitas hingga memicu kebakaran. Selain kelebihan kapasitas, beberapa TPA yang terbakar tahun lalu juga disebabkan penerapan sistem pembuangan sampah secara terbuka (open dumping).
KLHK mencatat, sepanjang 2023 terdapat lebih dari 30 TPA di sejumlah daerah yang terbakar hingga menimbulkan zat beracun. TPA yang mengalami kebakaran juga sulit dipadamkan karena adanya sumber bahan bakar berupa gas metana dari sampah organik.
Salah satu upaya untuk mencegah dan mengantisipasi terjadinya kembali kebakaran ini yaitu dengan membuat TPA tersebut menjadi controlled landfill. Controlled landfilladalah sistem peralihan TPA antara teknik open dumping dan sanitary landfill (penimbunan).
Baca juga: Petaka Belum Berakhir di Tempat Pembuangan Akhir
”Kami sekarang sedang menyiapkan prosedur standar operasi atau pedoman untuk antisipasi kebakaran TPA yang akan disampaikan ke daerah. Pemerintah daerah juga harus menyiapkan alat pemadam kebakaran dan peralatan atau skema lainnya karena tidak mudah memadamkan api di TPA,” ucap Vivien.
Selain itu, KLHK juga akan mendorong pemerintah daerah agar menyiapkan aturan untuk melarang adanya aktivitas yang memicu terjadinya kebakaran di TPA, seperti larangan merokok. TPA harus menjadi tempat yang steril dari berbagai kegiatan masyarakat, terutama dari aktivitas pemulungan sampah secara ilegal.