Baterai Litium yang Bisa Terisi dalam Hitungan Menit Dikembangkan
Peneliti telah menemukan baterai litium baru yang dapat mengisi daya dalam waktu kurang dari lima menit.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Insinyur di Cornell University telah menciptakan baterai litium baru yang dapat mengisi daya kendaraan listrik dalam waktu kurang dari lima menit, lebih cepat dibandingkan baterai mana pun di pasaran. Temuan ini dinilai menjadi terobosan baru di tengah hambatan kendaraan listrik untuk melakukan perjalanan jarak jauh karena pengisian ulang baterai yang memakan waktu lama.
”Kecemasan terhadap jangkauan merupakan hambatan yang lebih besar terhadap elektrifikasi dalam transportasi dibandingkan hambatan lain, seperti biaya dan kemampuan baterai, dan kami telah mengidentifikasi cara untuk menghilangkannya dengan menggunakan desain elektroda baru,” kata Lynden Archer, profesor teknik dan Dekan Fakultas Teknik Universitas Cornell, yang mengawasi proyek tersebut dalam keterangan tertulis pekan lalu.
Menurut Archer, jika pengisian baterai kendaraan listrik bisa dilakukan dalam lima menit, maka kita tidak perlu memiliki baterai yang cukup besar untuk menempuh jarak ratusan kilometer. ”Anda bisa puas dengan baterai lebih kecil dan murah, yang dapat mengurangi biaya kendaraan listrik, memungkinkan adopsi lebih luas,” katanya.
Makalah tim peneliti tentang baterai tersebut diterbitkan dalam jurnal Joule edisi Januari 2024. Penulis utamanya adalah Shuo Jin, mahasiswa doktoral di bidang teknik kimia dan biomolekuler di Universitas Cornell.
Baterai litium-ion adalah salah satu alat paling populer untuk memberi daya pada kendaraan listrik dan ponsel pintar. Baterai dari litium ini dikenal lebih ringan, andal, dan relatif hemat energi. Namun, pengisian daya memerlukan waktu berjam-jam dan tidak memiliki kapasitas untuk menangani lonjakan arus yang besar.
Menggunakan indium
Dalam riset ini, para peneliti menggunakan indium sebagai bahan pengisian baterai cepat. Indium adalah logam lunak, sebagian besar digunakan untuk membuat lapisan oksida timah indium untuk tampilan layar sentuh dan panel surya.
Studi baru menunjukkan, indium memiliki dua karakteristik penting sebagai anoda baterai. Pertama, sebagai penghalang energi migrasi yang sangat rendah yang menentukan laju difusi ion dalam keadaan padat. Kedua, indium memiliki kepadatan arus pertukaran sederhana yang terkait dengan laju reduksi ion di anoda.
Menurut Jin dan tim, kombinasi kualitas tersebut, difusi cepat dan kinetika reaksi permukaan yang lambat, penting untuk pengisian daya cepat dan penyimpanan jangka panjang.
”Inovasi utamanya adalah kami telah menemukan prinsip desain yang memungkinkan ion logam pada anoda baterai bergerak bebas, menemukan konfigurasi yang tepat, dan baru kemudian berpartisipasi dalam reaksi penyimpanan muatan,” kata Archer.
Menurut dia, hasil akhirnya adalah dalam setiap siklus pengisian daya, elektroda berada dalam keadaan morfologi yang stabil. Hal inilah yang memberi baterai pengisian cepat baru mereka kemampuan untuk mengisi dan mengosongkan daya berulang kali selama ribuan siklus.
Teknologi tersebut, dipadukan dengan pengisian daya induksi nirkabel di jalan raya, akan mengurangi ukuran dan biaya baterai, menjadikan transportasi listrik sebagai pilihan yang lebih tepat bagi pengemudi.
Namun, bukan berarti anoda indium sempurna atau bahkan praktis. ”Meskipun hasil ini menarik, karena ini mengajarkan kita cara mengisi baterai dengan cepat, indium itu berat,” kata Archer.
Inovasi utamanya adalah kami telah menemukan prinsip desain yang memungkinkan ion logam pada anoda baterai bergerak bebas, menemukan konfigurasi yang tepat, dan baru kemudian berpartisipasi dalam reaksi penyimpanan muatan.
Hingga kini, para peneliti masih mencoba mencari jalan keluar atas persoalan ini, termasuk mencari kemungkinan paduan logam baru yang memiliki karakteristik lebih ideal. Meski demikian, menurut Archer, temuan ini memberi jalan bagi peluang perbaikan kualitas baterai yang saat ini terus diburu para peneliti.
Beragam baterai lithium
Sejauh ini di pasaran telah beredar enam jenis baterai litium-ion, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Mengacu penelitian Yu Miao dari Baylor University, Amerika Serikat, dan tim di jurnal Energies (2019), keenam jenis baterai litium-ion tersebut memiliki komposisi kimia yang berbeda.
Anoda sebagian besar baterai litium-ion terbuat dari grafit. Biasanya, komposisi mineral katodalah yang berubah, yang membuat perbedaan kimiawi baterai. Bahan katoda biasanya mengandung litium bersama dengan mineral lain, termasuk nikel, mangan, kobalt, atau besi. Komposisi ini pada akhirnya menentukan kapasitas, daya, kinerja, biaya, keamanan, dan masa pakai baterai.
Keenam jenis baterai litium itu adalah litium nikel mangan kobalt oksida (NMC). Katoda NMC biasanya mengandung nikel dalam jumlah besar yang meningkatkan kepadatan energi baterai dan memungkinkan jangkauan kendaraan listrik lebih jauh. Namun, kandungan nikel yang tinggi dapat membuat baterai tidak stabil. Itulah sebabnya, mangan dan kobalt digunakan untuk meningkatkan stabilitas dan keamanan termal.
Berikutnya, litium nikel kobalt aluminium oksida (NCA) yang memiliki kepadatan energi tinggi dan daya spesifik. Namun, katoda NCA relatif kurang aman dibandingkan teknologi Li-ion lainnya, lebih mahal, dan biasanya hanya digunakan pada model kendaraan listrik berperforma tinggi.
Belakangan muncul litium besi fosfat (LFP) yang saat ini tumbuh pesat, terutama karena penggunaan besi dan fosfat daripada nikel dan kobalt sehingga lebih murah. Selain itu, LFP dianggap sebagai salah satu bahan kimia teraman dan memiliki umur panjang sehingga memungkinkan penggunaannya dalam sistem penyimpanan energi. Namun, mereka menawarkan energi yang lebih rendah dan lebih cocok untuk kendaraan listrik standar atau jarak pendek.
Baterai berikutnya adalah litium kobalt oksida (LCO). Meskipun baterai LCO sangat padat energi, kelemahannya terletak pada masa pakai yang relatif singkat, stabilitas termal yang rendah, dan daya spesifik yang terbatas. Oleh karena itu, baterai ini jadi pilihan populer untuk aplikasi dengan beban rendah, seperti ponsel cerdas dan laptop.
Baterai kelima, litium mangan oksida (LMO), juga dikenal sebagai baterai spinel mangan, menawarkan peningkatan keamanan serta kemampuan pengisian dan pengosongan yang cepat. Pada kendaraan listrik, material katoda LMO sering dicampur dengan NMC, dengan bagian LMO memberikan arus yang tinggi saat akselerasi, dan NMC memungkinkan jarak berkendara yang lebih jauh.
Baterai keenam adalah litium titanat (LTO). Berbeda dengan bahan kimia lain di atas, dengan komposisi katoda yang membuat perbedaan, baterai LTO menggunakan permukaan anoda unik yang terbuat dari litium dan titanium oksida. Baterai ini menunjukkan keamanan dan kinerja yang sangat baik pada suhu ekstrem, tetapi memiliki kapasitas rendah dan relatif mahal sehingga membatasi penggunaannya dalam skala besar.