Cukai Minuman Berpemanis di Indonesia Bisa Bawa Manfaat Kesehatan dan Ekonomi
Penerapan cukai minuman berpemanis di Indonesia bisa memberikan manfaat kesehatan dan ekonomi.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan cukai minuman berpemanis di Indonesia bisa memberikan manfaat kesehatan dan ekonomi. Pemberlakukan cukai sehingga menaikkan harga minuman berpemanis menjadi 20 persen lebih mahal akan menurunkan konsumsi sampai 17,5 persen dan menghasilkan tambahan pendapatan negara sebesar Rp 3.628,3 miliar per tahun.
Manfaat dari penerapan cukai minuman berpemanis ini dilaporkan para peneliti Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) di jurnal ilmiah PLOS ONE pada 29 Desember 2023. Agus Widarjono menjadi penulis pertama laporan yang ditulis bersama Rifai Afin, Gita Kusnadi, Muhammad Zulfikar Firdaus, dan Olivia Herlinda.
”Mengingat terus meningkatnya penyakit tidak menular di Indonesia dalam skala yang mengkhawatirkan dan di tengah terbatasnya kebijakan yang mengatur produk berisiko kesehatan di masyarakat, studi ini menjadi temuan penting untuk mendorong cukai minuman berpemanis dalam kemasan agar segera diterapkan,” kata Diah Saminarsih, pendiri CISDI, merespons publikasi ini, Jumat (19/1/2024).
Agus dan tim menyebutkan, konsumsi minuman berpemanis telah banyak dikaitkan dengan meningkatnya risiko obesitas dan penyakit tidak menular, termasuk diabetes, penyakit kardiovaskular, kanker, serta kematian dini. Namun, konsumsi minuman berpemanis di Indonesia cenderung meningkat.
Laporan Benny Gunawan Ardiansyah dari Politeknik Keuangan Negara STAN dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan (2017), konsumsi minuman berpemanis di Indonesia meningkat 15 kali lipat dalam dua dekade terakhir. Sementara PW Laksmi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melaporkan di European Journal of Nutrition bahwa 62 persen anak-anak, 72 persen remaja, dan 61 persen orang dewasa di Indonesia mengonsumsi minuman berpemanis setidaknya sekali dalam seminggu.
Untuk mengurangi konsumsi minuman berpemanis di tingkat populasi, penerapan cukai telah menjadi solusi kebijakan yang populer di banyak negara. Tinjauan sistematis yang dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015 menunjukkan, mengenakan pajak pada minuman bermanis efektif dalam mengurangi konsumsi minuman berpemanis.
Menurut Agus dan tim, hingga saat ini, lebih dari 50 negara secara global, termasuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, telah menerapkan kebijakan ini. Di Indonesia, pembahasan pajak minuman berpemanis telah dimulai pada tahun 2016 oleh Kementerian Keuangan. Namun, hingga saat ini kebijakan tersebut belum diterapkan.
Penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa mengenakan pajak pada minuman berpemanis dapat menjadi langkah efektif untuk mengurangi konsumsi masyarakat.
”Di Indonesia, meskipun prevalensi obesitas meningkat dua kali lipat dalam satu dekade terakhir, yaitu 11,7 persen pada tahun 2010 menjadi 21,8 persen pada tahun 2018, pajak untuk minuman berpemanis gula belum diterapkan,” tulis Agus.
Dampak penerapan pajak
Dengan memanfaatkan survei sosial ekonomi rumah tangga nasional (tahun 2021, Agus dan tim memperkirakan elastisitas harga dan memproyeksikan dampak dari penerapan pajak minuman berpemanis terhadap permintaan konsumen dan pendapatan pemerintah. Para peneliti menggunakan model Quadratic Almost Ideal Demand System (QUAIDS).
Lima kelompok minuman berpemanis gula yang dianalisis meliputi susu cair kemasan, susu kental manis, kopis instan, minuman teh dan minuman bersoda dengan CO2, jus buah, minuman ”kesehatan”, dan minuman energi.
Analisis para peneliti CISDI ini menunjukkan, kenaikan harga minuman berpemanis sebesar 20 persen akan menurunkan permintaan rata-rata sebesar 17,5 persen atau 14,3 persen hingga 18,6 persen untuk setiap kelompok minuman berpemanis. Selain itu, penerapan cukai juga akan menghasilkan tambahan pendapatan negara hingga Rp 3,628 triliun per tahun atau sekitar 0,2 persen dari total penerimaan pajak pada tahun 2022.
Mempertimbangkan dampak kesehatan dan ekonomi dari tingginya konsumsi minuman berpemanis, penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa mengenakan pajak pada minuman berpemanis dapat menjadi langkah efektif untuk mengurangi konsumsi masyarakat. Langkah ini juga akan menghasilkan pendapatan pajak untuk membiayai program kesehatan dalam mengatasi obesitas dan penyakit tidak menular di Indonesia.
Agus dan tim merekomendasikan agar pemerintah menerapkan skenario yang telah diusulkan oleh Kementerian Keuangan dan merancang skema pajak yang minimal bisa menaikkan harga minuman berpemanis 20 persen dari harga saat ini. Mereka juga merekomendasikan skema ini dilakukan pada semua produk minuman berpemanis.