Perayaan Tahun Baru dan Pembaruan Jiwa
Tahun 2024 baru berjalan beberapa hari. Jika belum memiliki resolusi tahun baru, belum terlambat menyusunnya sekarang. Adanya tujuan hidup membuat hidup lebih terarah dan mewujudkan kesejahteraan mental manusia.
Perayaan Tahun Baru 1 Januari 2024 telah berlalu. Pesta kembang api, aneka hiburan, liburan, kumpul bersama keluarga dan teman, serta berbagai kegiatan keagamaan dan spiritual dilakukan masyarakat untuk menandai pergantian tahun. Di balik berbagai perayaan itu, senantiasa tebersit harapan untuk mampu meninggalkan yang buruk dan menjadi lebih baik di tahun hadapan.
Selain tahun baru Gregorian atau di Indonesia lebih dikenal sebagai tahun baru Masehi yang baru dirayakan, setidaknya ada empat peringatan tahun baru lain di Tanah Air. Ada peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharam, Tahun Baru Jawa 1 Suro, Tahun Baru Tionghoa 1 Kongzili alias hari raya Imlek, dan Tahun Baru Saka yang dirayakan sebagai hari raya Nyepi.
Semua perayaan tahun baru itu umumnya ditandai dengan berbagai kegiatan keagamaan, termasuk tahun baru Masehi. Namun, komodifikasi telah mengubah peringatan tahun baru Masehi yang semula bernuansa religius menjadi kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya. Tahun baru Masehi pun tak lagi dirayakan umat Nasrani saja, tetapi juga semua umat beragama dengan pola perayaan yang berbeda.
Baca Juga: Evolusi Kalender Masehi
Namun, perayaan tahun baru bukan milik manusia modern semata. Pada 2000 tahun sebelum Masehi, masyarakat Babilonia di wilayah Mesopotamia atau Irak sekarang merayakan tahun baru Akitu yang jatuh pada fase Bulan baru pertama yang terjadi setelah vernal equinox. Vernal equinox adalah saat Matahari tepat berada di ekuator Bumi dan mulai bergerak ke belahan Bumi utara yang menandai datangnya musim semi dan terjadi antara 19 dan 21 Maret dalam penanggalan Masehi.
Sementara perayaan tahun baru 1 Januari memiliki akar yang jauh merentang ke masa lalu. Meski otoritas kalender Masehi saat ini dipegang oleh Gereja Katolik di Vatikan, perayaan tahun baru 1 Januari sudah terjadi jauh sebelum munculnya kekristenan. Perayaan ini merupakan ciptaan manusia, perayaan sipil, dan tidak menjadi pertanda alam atau tidak terkait musim apa pun.
Seperti dikutip dari Earth Sky, 29 Desember 2023, perayaan tahun baru 1 Januari berasal dari kebiasaan bangsa Romawi Kuno untuk menyambut dewa Janus, yaitu dewa yang menjadi penanda banyak hal, mulai dari dewa permulaan, gerbang, transisi, dualitas, pintu, hingga dewa penutup. Dari nama Janus inilah nama bulan Januari berasal. Janus digambarkan sebagai sosok dengan dua wajah berlawanan, yaitu satu menghadap masa lalu dan satu menatap masa depan.
Dalam perayaan ini, bangsa Romawi mengucap janji kepada Janus. Tradisi kuno inilah yang melahirkan resolusi tahun baru yang saat ini masih banyak dilakukan, yaitu ucapan, rencana, janji, dan harapan untuk melakukan yang baik dan meninggalkan hal-hal yang buruk. Pesta kuno ini akan berlanjut pada 9 Januari, yaitu saat Rex sacrorum atau pimpinan keagamaan tertinggi Romawi saat itu mempersembahkan korban seekor domba jantan kepada Janus.
Di sisi lain, resolusi ini menemukan momentum bagi masyarakat yang tinggal di belahan Bumi utara. Perayaan 1 Januari berlangsung sekitar 10 hari setelah Matahari berada di solstis Desember, antara 20 dan 23 Desember, yang secara astronomis merupakan puncak musim dingin yang ditandai dengan waktu malam terpanjang dan waktu siang terpendek. Pada 1 Januari, waktu malam mulai memendek dan saat siang kembali memanjang.
Tahun baru menjadi garis psikologis pada kehidupan manusia, garis pembatas jiwa, untuk meninggalkan kesedihan dan kepahitan di masa lalu serta menatap masa depan dengan penuh harapan.
Karena itu, 1 Januari menjadi momentum yang pas bagi masyarakat di belahan Bumi utara untuk membangun perasaan terlahir kembali. Perayaan tahun baru juga menjadi waktu yang tepat untuk membangun harapan baru demi hidup yang lebih baik di tahun hadapan. Seiring menyebarnya budaya Barat, tradisi ini pun menyebar ke seluruh dunia, termasuk di belahan Bumi selatan yang mengalami musim berkebalikan dengan belahan Bumi utara.
Bertahan hidup
Perayaan tahun baru 1 Januari menjadi perayaan yang paling umum di dunia. Tahun baru menjadi simbol yang istimewa untuk merenung sejenak, menengok ke belakang, dan menilai segala yang telah kita perbuat setahun ke belakang sembari membangun tekad baru, semangat untuk berbuat lebih baik di setahun mendatang. Sejumlah resolusi dibangun meski sebagian besar dari kita gagal mewujudkannya dan hanya bertahan beberapa minggu setelah tahun baru berlalu.
David Ropeik, mantan pengajar di Sekolah Kesehatan Masyarakat Harvard, dalam tulisannya di The Psychology Today, 30 Desember 2013, menilai simbolisme perayaan tahun baru untuk memperbarui hidup itu berakar dari salah satu motivasi paling kuat yang dimiliki manusia, yaitu motivasi untuk bertahan hidup.
Resolusi tahun baru adalah contoh keinginan universal manusia untuk memiliki kendali atas masa depan hidup mereka. Masa depan adalah sesuatu yang tidak pasti. Tanpa mengetahui apa yang akan terjadi, kita tidak perlu mengetahui apa yang harus kita lakukan agar tetap aman dan selamat. Situasi inilah yang menimbulkan ketidakberdayaan manusia dalam menghadapi masa depan.
Untuk mengatasi ketidakberdayaan yang mengkhawatirkan itu, manusia berusaha mengambil kendali dengan membuat tekad untuk melakukan sejumlah hal, seperti diet lebih sehat, rutin berolahraga, menurunkan berat badan, berhenti merokok, bekerja lebih keras, bangun tidur lebih pagi, dan lebih rajin menabung.
Tidak menjadi soal apakah kita bisa menepati janji atau tekad itu karena nyatanya studi psikolog Inggris, Richard Wiseman, pada 2007 yang menyurvei 3.000 orang menemukan 52 persen responden yakin bahwa mereka bisa mewujudkan resolusinya. Nyatanya, sebanyak 88 persen orang gagal mewujudkan resolusi tahun baru mereka.
Baca Juga: 2024 Berharap Lebih Baik
”Berkomitmen kepada hal-hal yang menjadi resolusi tahun baru itu, meski untuk sesaat, akan memberi perasaan pada diri bahwa kita memiliki kendali atas hari-hari yang tidak pasti di masa depan,” tulis Ropeik.
Selain terkait diri sendiri, sejumlah resolusi juga dibuat untuk memberi dampak yang positif bagi orang lain, seperti mampu memperlakukan orang lain lebih baik, menyediakan waktu lebih banyak untuk keluarga, menjalin pertemanan baru, mengurangi kebiasaan ber-ghibah atau membicarakan kejelekan orang, hingga bertekad untuk melunasi utang-utang kepada orang lain.
Berbagai tekad dan upaya untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial itu juga berkait dengan kelangsungan hidup. Sebagai makhluk sosial, manusia telah berevolusi untuk bergantung pada orang lain, demi kebaikan, kesehatan, serta keselamatan mereka. Memperlakukan orang lain dengan baik nyatanya merupakan strategi bertahan hidup yang hebat jika kita juga ingin diperlakukan orang lain dengan baik pula.
Banyak pula orang menyambut tahun baru dengan memanjatkan doa. Cara ini juga tindakan untuk menjaga kelangsungan hidup. Doa membuat manusia lebih tenang, yakin menghadapi hidup, hingga mengurangi kecemasan dan ketakutan. Doa kepada Tuhan membuat kehidupan dan masa depan yang penuh ketidakpastian menjadi tidak terlalu menakutkan.
Resolusi memberi manusia kepura-puraan bahwa mereka mampu mengendalikan masa depan. Karena itu, perayaan tahun baru apa pun, di mana pun, dan dalam bentuk apa pun selalu memiliki momentum untuk mengatasi ketidakberdayaan yang menakutkan dan mengubah hidup menjadi lebih baik yang semuanya dilakukan untuk satu satu tujuan, yakni bertahan hidup.
Kesehatan mental
Perayaan tahun baru bukan hanya memberikan kegembiraan sesaat selama liburan dan pesta malam tahun baru, tetapi juga kondisi psikologis yang baru. Tahun baru menjadi garis psikologis pada kehidupan manusia, garis pembatas jiwa, untuk meninggalkan kesedihan dan kepahitan di masa lalu serta menatap masa depan dengan penuh harapan. Tahun baru memberikan keyakinan pada manusia bahwa perubahan positif itu ada dan bisa.
Saat kita mampu melupakan kegagalan di masa lalu, akan terasa gelombang motivasi dalam diri untuk berperilaku lebih konsisten terhadap komitmen atau janji yang kita bangun. Saat kita melihat awal dari sebuah siklus baru, kita juga berpeluang untuk lebih aktif mengejar tujuan tersebut sehingga semangat dan produktivitas kita pun akan meningkat.
Baca Juga: Resolusi Tahun Baru, Perlukah?
Perayaan tahun baru, seperti ditulis Forbes, 30 Desember 2023, menjadi gerbang untuk menemukan kembali diri kita yang sesungguhnya. Momentum awal tahun baru ini bukan sekadar tanda pemberhentian sementara dari rangkaian waktu, melainkan juga menjadi saat yang tepat untuk mereset hidup kita agar kembali ke jalur yang sesuai untuk menggapai tujuan dan cita-cita yang kita idamkan.
Tahun baru adalah titik awal yang baru untuk melangkah dengan penuh keyakinan dan harapan. Optimisme itu penting, khususnya jika saat ini atau di tahun yang telah berlalu merupakan masa-masa tersulit dalam hidup kita. Tahun baru tak hanya menawarkan kesempatan bagi kita untuk mendefinisikan ulang siapa diri kita sebenarnya, tetapi juga membangun motivasi diri dan memperbaiki orientasi hidup.
Hidup yang terarah sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan mental. Saat pertama menetapkan tujuan hidup, membangun resolusi baru, rasanya memang seperti mengintimidasi diri kita. Namun, dalam perjalanannya, tujuan hidup itu justru memberi perbedaan besar dalam cara kita memandang hidup.
Adanya tujuan membuat hidup menjadi lebih produktif, bisa memfokuskan pikiran, energi, dan waktu yang kita miliki untuk mencapai sesuatu yang bermakna. Memiliki tujuan hidup juga bisa meringankan kesulitan yang bakal kita alami setahun ke depan serta membuat seseorang lebih bertanggung jawab dengan hidupnya.
Selain itu, memiliki tujuan hidup juga menjadi langkah awal untuk memulihkan gangguan mental yang dialami seseorang. Tujuan hidup dapat menambahkan lebih banyak kebahagian dalam hidup seseorang, mengurangi gejala stres, kecemasan, serangan panik, hingga depresi yang ujungnya mampu memberikan keajaiban bagi kesehatan mental manusia.
Baca Juga: Tahun Baru, Puisi Itu, dan Makna Waktu
Saat kita bisa mencapai tujuan hidup yang kita susun, resolusi yang kita teguhkan di awal tahun, kesehatan mental kita pun akan terdorong lebih lanjut. Saat tujuan berhasil diraih, otak akan banjir dopamin yang membuat kita senang dan bahagia. Selain itu, tubuh manusia akan cenderung membutuhkan kadar dopamin yang lebih tinggi agar kita senantiasa bahagia. Akibatnya, kita akan terus termotivasi untuk terus menjadi lebih baik lagi.
Mumpung awal tahun masih berlangsung beberapa hari, belum terlambat bagi kita untuk menyusun tujuan dan rencana hidup di tahun 2024. Jangan lupa untuk membuat tujuan yang realistis dan menyusun langkah-langkah untuk bisa mencapai target tersebut. Tujuan hidup ini bukan semata tentang capaian atau target, melainkan jauh lebih dari itu: untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan mental kita.