Dua buku karya Odemus Bei Witono menggambarkan kondisi pendidikan Indonesia kini dan yang akan datang.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 mengubah wajah pendidikan Indonesia menjadi lebih adaptif terhadap perkembangan zaman. Satu per satu kebutuhan murid, guru, dan orangtua menemui titik temu hasil yang membaik, walau masih jauh dari kata sempurna. Butuh komitmen semua pihak agar Indonesia bisa mewujudkan pendidikan yang kontekstual.
Hal ini tergambar dalam dua buku karya Odemus Bei Witono SJ berjudul Inspirasi Pendidikan Masa Kini dan Pendidikan sebagai Formasi dan Lembaga yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas. Bei mengatakan, buku pertama menggambarkan bahwa pendidikan saat ini bukan hanya soal mengajarkan, melainkan juga menumbuhkan pola pikir edukatif seperti belajar tanpa henti, mengolah rasa, kedewasaan berpikir dan bertindak, serta memahami orang muda berdasarkan pendekatan humanis.
Adapun buku kedua menggambarkan bahwa proses itu membutuhkan tangan-tangan pendidik yang andal melalui lembaga yang sehat dengan kolaborasi antarguru dan sistem pendidikan yang memadai. Perlu tata kelola lembaga yang berkualitas, personalia, keuangan, dan sarana prasarana yang tertata, serta mampu menjawab kebutuhan zaman.
”Ketika guru, tenaga kependidikan, pimpinan, dan sebagainya terlibat aktif membantu anak bangsa, anak-anak di sekolah itu tumbuh menjadi cerdas dan punya hati nurani sehingga wajah negara ini semakin humanis,” kata Bei dalam peluncuran bukunya di Kompas Institute, Jakarta, Senin (18/12/2023).
Bei menilai, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan kebijakan Kurikulum Merdeka dan program Sekolah Penggerak berupaya meningkatkan kualitas pendidikan yang berkualitas. Keluh kesah beban administratif guru dalam mengajar terasa terobati dengan adanya program ini.
Namun, hal ini perlu sosialisasi yang masif guna menjangkau daerah-daerah terdekat ataupun terjauh dari pusat pemerintahan karena masih banyak guru yang gagap. Dalam merdeka belajar, Kurikulum 2013 dapat disederhanakan menjadi bahan ajar yang menarik dan menginspirasi.
Mendidik anak-anak ini agar tidak jadi generasi ’stroberi’ menjadi bagian yang sangat penting dari formasi jiwa sehingga tidak sedikit-sedikit healing.
Dosen Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Anita Lie, sebagai editor buku ini, mengatakan, mengubah sistem pendidikan menjadi lebih kontekstual memang tidak bisa dalam jangka waktu singkat. Diperlukan komitmen semua pihak untuk mau berubah mengikuti perkembangan zaman.
”Perbaikan itu suatu proses pembelajaran dan pendidikan. Apa pun nama kurikulumnya, siapa pun menterinya, dan bagaimanapun bentuk aturan mengenai guru, pendidikan itu bukan hanya pertukaran pengetahuan, melainkan juga nilai-nilai, semua berjalan beriringan,” kata Anita.
Para guru tidak perlu merasa ragu dalam menggunakan seluruh potensi yang ada guna mengembangkan bahan ajar secara kreatif, inovatif, inspiratif, dan formatif. Melalui program Sekolah Penggerak, para guru diberikan kesempatan luas dalam mengembangkan metode mengajar dan mendidik para murid.
Ketua Majelis Pendidikan Katolik, Keuskupan Agung Jakarta, Moekti K Gondosasmito OSU menilai, kebebasan dalam mengajar ini seharusnya menjadi momentum guru untuk mengembangkan potensi siswa sesuai kemampuannya. Misalnya, dengan memberikan pengajaran tentang mobil listrik yang disebut-sebut sebagai masa depan, baik secara teori maupun praktik.
”Agar anak sekarang ini semakin kontekstual dengan situasi sekarang. Mendidik anak-anak ini agar tidak jadi generasi ’stroberi’ menjadi bagian yang sangat penting dari formasi jiwa sehingga tidak sedikit-sedikit healing,” kata Moekti.
Dua buku yang ditulis oleh Bei sebagai Direktur Perkumpulan Strada ini dianggap sangat relevan untuk menjadi refleksi pendidikan belakangan ini. Termasuk untuk mendukung upaya pemerintah menjadikan bonus demografi sebagai generasi emas pada tahun 2045.
Pemerintah perlu mendorong upaya-upaya positif supaya para guru tanpa ragu mengembangkan diri mereka sebagai pendidik yang andal. Pengembangan program sekolah penggerak akan semakin bertumbuh jika sekolah-sekolah terakreditasi A diberikan otonomi sekolah sesuai standar kompetensi pendidikan nasional. Otonomi sekolah dan fleksibilitas para guru dalam merespons perkembangan zaman sangat membantu percepatan merdeka belajar pada program sekolah penggerak.