logo Kompas.id
OpiniMenjadi Guru Tanpa Mengajar
Iklan

Menjadi Guru Tanpa Mengajar

Guru bukan sumber utama pengetahuan. Guru harus steril dari watak mendominasi kelas dan menjadikan murid mandiri belajar.

Oleh
ZIA UL HAQ
· 4 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/OpaFcpxiDClw7TXLlGcMUCb6Pag=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F23%2F01e9302f-768e-4fc3-ac26-2f0874b975e6_jpg.jpg

”Boleh gabung di sini, yang penting tidak boleh mengajar,” ujar Ahmad Bahruddin, pendiri ”sekolah alternatif” setara SMP-SMA Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT) Salatiga, Jawa Tengah, ketika penulis hendak bergabung sebagai ”pendamping” di komunitas tersebut. Prasyarat ini cukup dilematik sebab penulis merupakan sarjana pendidikan yang dilatih mengajar.

Guru identik dengan tugas pengajaran, yakni proses transfer pengetahuan satu arah kepada murid. Meskipun strategi dan metodenya bisa berbagai cara, tetap saja posisi guru sebagai pusat dan sumber pengetahuan sangat dominan dalam praktik persekolahan. Hal ini sangat berbeda dengan praktik yang dilakoni para pendamping di KBQT. Tahun pertama gabung di komunitas ini, penulis lebih banyak menyimak dan mengamati untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan ”Kalau tidak boleh belajar, lalu ngapain?”.

Editor:
YOVITA ARIKA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000