Tidak Manfaatkan Jalur Prestasi, Kesempatan Kuliah di PTN Tahun 2024 Tertutup
Lulusan SMA/SMK/MA yang ikut seleksi PTN lewat jalur prestasi harus cermat memilih tempat kuliah di perguruan tinggi negeri agar tidak terkena sanksi tidak bisa ikut seleksi di jalur tes dan mandiri tahun 2024.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seleksi nasional penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri dimulai lewat jalur prestasi atau tanpa tes. Mulai tahun 2024, ditetapkan aturan tegas bagi peserta seleksi nasional berdasarkan prestasi atau SNBP agar sejak awal mereka mantap dengan pilihannya. Jika dinyatakan diterima atau lulus lewat jalur prestasi, peserta tidak boleh lagi ikut seleksi tertulis ataupun seleksi jalur mandiri di perguruan tinggi negeri mana pun.
Artinya, kesempatan lulusan SMA/SMK sederajat tahun 2024 yang sudah dinyatakan lulus di jalur prestasi hanya terbuka di jalur ini saja. Jika lulus, peserta tidak bisa ikut jalur seleksi nasional berdasarkan tes (SNBT) ataupun jalur mandiri di perguruan tinggi negeri (PTN) mana pun. Mereka baru bisa ikut seleksi masuk PTN kembali lewat jalur mandiri di tahun berikutnya.
Demikian juga peserta seleksi PTN yang pernah lulus jalur prestasi tahun 2023 dan 2022 juga tidak bisa ikut seleksi tes PTN tahun 2024. Mereka hanya bisa ikut seleksi di jalur mandiri PTN.
Berdasarkan data panitia seleksi nasional penerimaan mahasiswa baru (SNPMB) PTN tahun 2023, calon mahasiswa yang melakukan log in untuk jalur prestasi sebanyak 694.878 siswa dan calon mahasiswa yang datanya final untuk ikut seleksi sebanyak 663.181 siswa. Adapun yang diterima sebanyak 143.805 atau 21,6 persen. Jumlah peserta jalur prestasi yang dinyatakan lulus dan mendaftar ulang sebanyak 89,98 persen.
Dengan demikian, ada kuota kursi jalur prestasi yang kosong. Padahal, pendaftar di jalur ini mendapat subsidi pemerintah yang lebih besar.
Karena itu, mulai tahun depan, pemerintah memastikan untuk optimalisasi peserta dan sasaran di jalur prestasi untuk menghindari agar jalur ini tidak dimanfaatkan sebagai pilihan untuk coba-coba karena menganggap masih ada kesempatan tes di jalur mandiri. Beberapa tahun ini, sebenarnya sudah ditetapkan peserta yang lulus di jalur prestasi tidak bisa ikut seleksi jalur tes, tetapi masih bisa ikut di jalur mandiri.
Sebelumnya, Wakil Ketua I Tim Penanggung Jawab SNPMB 2024 Eduart Wolok mengatakan, dengan adanya konsekuensi dari ketentuan yang ketat untuk calon mahasiswa dari jalur prestasi ini berarti pihak sekolah dan orangtua harus memberikan informasi edukatif kepada calon mahasiswa dalam memilih program studi (prodi) ataupun PTN sesuai keinginan, minat, passion, atau kemampuan peserta. Sebab, di jalur prestasi ini siswa SMA/SMK sederajat lulusan tahun 2024 mendapat dua ”karpet merah”, yakni terpilih mewakili sekolah dan seleksi secara nasional.
”Jika meyia-nyiakan kesempatan, jadi merugikan hak orang lain,” kata Eduart yang juga Rektor Universitas Negeri Gorontalo.
Bagi siswa yang tidak bersungguh-sungguh di lajur SNBP atau prestasi, kami silakan untuk mengundurkan diri agar bisa diganti dengan siswa ranking berikutnya yang lebih bersungguh-sungguh.
Di jalur prestasi, penilaian berdasarkan prestasi akademik dan non-akademik. Peserta hanya bisa memilih dua prodi, yang salah satunya di PTN wilayah SMA/SMK peserta. Namun, apabila hanya memilih satu prodi, peserta bisa mendaftar di PTN mana pun.
Di tahun 2024, ada 76 PTN akademik, 43 PTN vokasi, dan 24 PT keagamaan Islam negeri. Kepada peserta ditawarkan 585 prodi diploma tiga dan 604 diploma empat/sarjana terapan (vokasi) serta 3.417 prodi sarjana.
Buat pernyataan
Kepala SMAN 53 Jakarta Herawati Sihombing di Jakarta, Jumat (15/12/2023), mengatakan, sekolah memahami ketatnya seleksi PTN jalur prestasi. Peserta yang bisa ikut jalur prestasi dari sekolah ini diminta membuat surat pernyataan bermaterai yang ditandatangi siswa dan orangtua.
”Bagi siswa yang tidak bersungguh-sungguh di lajur SNBP atau prestasi, kami silakan untuk mengundurkan diri agar bisa diganti dengan siswa ranking berikutnya yang lebih bersungguh-sungguh,” ucapnya.
Menurut Herawati, sekolah memotivasi siswa untuk mempertimbangkan matang-matang prodi ataupun PTN pilihannya sehingga tidak ada yang sekadar coba-coba. Di kelas XII, siswa memang diharapkan mampu merencanakan kariernya sendiri berdasarkan hasil asemen minat bakat yang telah dijalani sebelumnya.
”Kami juga berkomunikasi dengan orangtua agar mendukung pilihan prodi yang telah siswa putuskan,” ujar Herawati.
Sementara itu, Nurjaman, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN Bintan Pesisir, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, mengatakan, bagi siswa di pulau, terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) minim referensi tentang karier. Untuk mencari informasi lewat internet pun, tidak mudah. Sebab, jaringan internet hanya ada di sekolah dan itu pun terbatas. Karena itu, peran guru penting untuk memantapkan pilihan siswa.
”Siswa kami mengandalkan kuliah di PTN dari jalur prestasi karena kesempatan dapat Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah juga lebih besar. Kesempatan untuk kuliah bagi siswa kami masih mengandalkan beasiswa pemerintah. Karena itu, memilihnya (kuliah) yang di daerah kami saja di Kepri (Kepulauan Riau),” ujar Nurjaman.
Secara terpisah, Ina Liem, praktisi pendidikan yang juga konsultan pendidikan/perkuliahan, menyampaikan, idealnya memang siswa kelas XII sudah mantap dengan pilihan prodi atau rencana kariernya di masa depan. Namun, wajar juga jika di rentang usia 12-18 tahun siswa masih labil saat mengambil keputusan besar dalam hidupnya sehingga butuh waktu yang cukup.
”Susahnya di Indonesia itu, kan, seleksi PTN harus bersamaan. Di luar negeri, seperti di Amerika Serikat, misalnya, siswa cukup ambil ujian scholastic aptitude test (SAT), lalu siswa bisa mendaftar di perguruan tinggi mana pun yang diinginkan. Lalu, mereka memilih PT yang dianggap sesuai keinginan dirinya. Jadi, ada keleluasaan buat siswa,” ujarnya.
Menurut Ina, aturan-aturan yang makin ketat bagi peserta seleksi PTN dengan alasan menghindari kekosongan kuota kursi di PTN menunjukkan transformasi seleksi PTN yang masih berorientasi pada kepentingan PTN, bukan pada siswa atau calon mahasiwa.
”Sebenarnya sah saja jika siswa ingin mendapatkan kampus terbaik dengan mencoba-coba tes,” katanya.
Karena itu, sudah saatnya perubahan mendasar dalam seleksi masuk PTN di Indonesia mulai dipikirkan secara serius. Hal ini bisa dimulai dengan melakukan proyek percontohan secara terbatas untuk sejumlah PTN yang tidak ikut model seleksi nasional, tetapi memiliki kewenangan sendiri dalam penerimaan mahasiswa baru. Bagian penerimaan di kampus tersebut bisa memutuskan peserta yang melamar sesuai syarat bisa dikategorikan diterima dengan prestasi atau tes.