Jokowi Resmikan RSUP dr Ben Mboi, RS Terbesar di Indonesia Bagian Timur
Presiden Jokowi meresmikan RSUP dr Ben Mboi yang disebutnya merupakan rumah sakit terbesar di Indonesia bagian timur, terutama di Nusa Tenggara Timur.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo meresmikan Rumah Sakit Umum Pusat dr Ben Mboi di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Rumah sakit tersebut didirikan dengan luas bangunan 35.000 meter persegi di atas lahan seluas 14 hektar.
”Ini adalah rumah sakit terbesar di Indonesia bagian timur, utamanya di NTT,” kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan pada peresmian RSUP dr Ben Mboi di Kupang, NTT, seperti ditayangkan di kanal Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (6/12/2023).
Pada kesempatan tersebut, Kepala Negara menuturkan, dirinya sudah melihat alat kesehatan di RSUP dr Ben Mboi yang supermodern. ”Tadi saya lihat MRI (magnetic resonance imaging), saya lihat CT scan-nya. Saya berpikir ini yang mengoperasikan ada, ndak? Karena peralatannya betul-betul supermodern. Mestinya nanti bisa kerja sama dengan rumah sakit yang lain,” ujarnya.
Ini adalah rumah sakit terbesar di Indonesia bagian timur, utamanya di NTT.
Presiden Jokowi menuturkan, dirinya sudah bertanya kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tentang harga satu alat CT scan yang mencapai Rp 20 miliar. ”Ini yang harus terus kita rawat. Semoga (RSUP) ini menjadi infrastruktur kesehatan di NTT dan juga bisa meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Tidak usah jauh-jauh ke Jakarta, cukup di sini semuanya bisa ditangani,” kata mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Menurut Presiden Jokowi, hal paling penting adalah penambahan sumber daya manusia, terutama dokter spesialis dan subspesialis yang harus segera dikejar untuk memenuhi kekurangan yang ada. ”Rumah sakit ini menghabiskan anggaran lebih kurang Rp 420 miliar,” katanya.
Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam laporannya menuturkan, pembangunan RSUP dr Ben Mboi adalah bagian dari pembangunan infrastruktur kesehatan di Indonesia bagian timur. ”Jadi, sesudah Bapak resmikan yang di Ambon, sekarang yang di Kupang. Rencana yang berikutnya, kita akan bangun dua superhub,” ujar Budi.
Superhub pertama di Surabaya diharapkan selesai dibangun pada Juni-Juli 2024 untuk menarik pasien-pasien yang lebih kompleks membutuhkan perawatan dari Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Superhub kedua di Makassar, Sulawesi Selatan, kemungkinan selesai bulan Juli 2024 untuk menarik pasien-pasien dari rumah sakit di Ambon (Maluku), Papua, dan Kalimantan.
”Dua rumah sakit besar ini kelasnya dekat-dekat RSCM nanti. (Rumah sakit) Yang (di) Papua seperti ini mungkin agak telat, hitung-hitungan bulan November. Sebelumnya di IKN (Ibu Kota Nusantara) yang akan selesai di Juli-Agustus,” ujar Budi.
Budi mengatakan, ada satu lagi rumah sakit di Riau yang akan baru selesai tahun 2025. ”Dengan demikian, infrastruktur kesehatan sekelas ini dan satu kelas di atasnya nanti akan tersedia. Dan, khususnya, untuk daerah timur jangkauannya akan lebih luas. Dengan demikian, arahan Bapak Presiden untuk membangun dari daerah timur bisa terlaksana,” katanya.
Fasilitas plasma
Sehari sebelumnya, Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla menghadiri acara peletakan batu pertama untuk fasilitas plasma fraksionasi pertama di Indonesia yang berlokasi di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Jawa Barat, Selasa (5/12/2023). Kehadiran pabrik plasma darah ini merupakan upaya dan kerja keras dari PMI selama lebih kurang 15 tahun.
”Jadi, ini upaya yang diinisiasi oleh PMI selama 15 tahun. Banyak hal yang telah dilewati, termasuk melewati empat menteri. Namun, akhirnya baru tercapai tahun ini,” kata Jusuf Kalla, yang juga Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 tersebut, melalui keterangan tertulis.
Jadi, ini upaya yang diinisiasi oleh PMI selama 15 tahun. Banyak hal yang telah dilewati, termasuk melewati empat menteri. Namun, akhirnya baru tercapai tahun ini.
Pada kesempatan tersebut, Kalla menuturkan, selama 15 tahun ini, PMI telah melakukan hal mubazir terkait plasma darah. PMI di seluruh daerah di Indonesia telah bekerja keras mengumpulkan lebih dari 5 juta kantong darah setiap tahunnya, tetapi plasma darah terbuang sia-sia.
”Kita setengah mati mengumpulkan 5 juta kantong darah setiap tahun dan 20 persen di antaranya plasma yang terbuang sia-sia karena pengolahan tidak ada,” kata Kalla.
Dia mengatakan, dengan keberadaan pabrik plasma darah di Indonesia tersebut, kebutuhan plasma sudah tidak akan diimpor dari negara lain. Selain faktor bisnis, hal lain yang menjadi prioritas adalah persoalan kemanusiaan.
PMI pun meminta Biofarma agar menerapkan harga yang tidak terlalu mahal. ”Ini untuk kemanusiaan. Saya minta sama dengan harga di Thailand,” ujar Kalla.
PMI saat ini memiliki 225 unit donor darah (UDD) di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, baru 18 UDD yang mendapat sertifikasi. PMI menargetkan 50 UDD harus dapat tersertifikasi untuk dapat menghasilkan 400.000 liter plasma per tahun.