Fraksionasi Plasma Cegah Rp 3,5 Miliar Terbuang Percuma Per Tahun
Indonesia masih mengandalkan impor untuk mengadakan produk plasma darah. Swasta dan BUMN kini bisa andil dalam industri fraksionasi darah untuk mengurangi ketergantungan impor.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia menghabiskan sekitar Rp 3,5 miliar per tahun untuk membuang plasma darah yang tidak terpakai. Jika dimanfaatkan, plasma dapat diolah menjadi berbagai produk darah untuk terapi kesehatan dalam negeri. Industri fraksionasi plasma pun dikembangkan dan diharapkan berjalan dalam waktu dekat.
Hal ini mengemuka dalam forum lintas sektor untuk pengembangan industri fraksionasi plasma di Jakarta, Senin (21/11/2022). Di forum itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Palang Merah Indonesia (PMI) memperbarui nota kesepahaman untuk meningkatkan penyediaan dan mutu produk darah.
Ketua Umum PMI Jusuf Kalla mengatakan, PMI mengumpulkan sekitar 5 juta kantong darah per tahun. Dari jumlah itu, 10-20 persen di antaranya merupakan plasma darah. Plasma akhirnya dibuang karena perkembangan industri fraksionasi plasma belum optimal.
”Ongkos buangnya Rp 3,5 miliar per tahun,” ucap Kalla. ”Itu nilainya (secara ongkos). Kalau nilai plasma yang dibuang, itu tidak ternilai karena tidak ada siapa pun yang membuat plasma. Ini (plasma) bersumber dari manusia,” tambahnya.
Salah satu manfaat plasma darah adalah untuk terapi plasma konvalesen bagi pasien Covid-19. Plasma darah juga mengandung sejumlah komponen yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai terapi medis. Komponen-komponen itu mesti dipisah lebih dulu dengan proses fraksionasi plasma.
Salah satu komponen tersebut adalah albumin yang dapat digunakan untuk mengobati luka bakar. Ada pula Immunoglobulin G (IgG) yang merupakan antibodi pertama dalam sistem imunitas tubuh. Komponen lain adalah Faktor VIII dan Faktor IX yang berhubungan dengan pembekuan darah.
”Albumin dan lainnya selama ini masih diimpor karena tidak ada fraksionasi dalam negeri. Impor (mencapai) Rp 1 triliun per tahun dan itu bertambah terus,” kata Kalla.
Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, seluruh produk dari bahan plasma di Indonesia selama ini masih diimpor. Pandemi Covid-19 membuat pemerintah sadar bahwa Indonesia terlalu bergantung pada produk impor.
Fraksionasi plasma dalam negeri dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor. Potensi krisis akibat kelangkaan produk plasma darah atau lockdown pun dapat dihindari. Belum lagi, kebutuhan produk dari plasma darah, kata Penny, terus meningkat.
”Pada 2020, kebutuhan plasma dunia mencapai 21 triliun dolar AS. Di Indonesia, ada sekitar 733 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,1 triliun,” katanya.
Ia menambahkan, industri fraksionasi plasma butuh investasi yang sangat besar dibandingkan produk farmasi lain. Itu sebabnya, dukungan pemerintah dibutuhkan, baik dari segi perubahan kebijakan, komitmen, maupun insentif.
Revisi peraturan
Gagasan pengembangan industri fraksionasi plasma mengemuka beberapa tahun lalu. Namun, pelaksanaannya terhambat Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 15 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Fraksionasi Plasma. Peraturan itu belum menyebut swasta untuk ikut dalam industri fraksionasi plasma. Baru badan usaha milik negara (BUMN) yang disebut.
Menurut Kalla, beberapa perusahaan swasta telah menyatakan mampu melakukan fraksionasi plasma. Mitra dari Perancis, Korea Selatan, dan Australia pun menyatakan siap membantu. Namun, pelaksanaannya terganjal peraturan.
Fraksionasi plasma dalam negeri dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor. Potensi krisis akibat kelangkaan produk plasma darah atau lockdown pun dapat dihindari.
Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kementerian Kesehatan Agusdini Banun Saptaningsih mengatakan, permenkes baru pengganti permenkes lama telah disiapkan. Permenkes baru ini membuka peluang pihak swasta ataupun BUMN untuk ikut andil di industri fraksionasi plasma.
”Sudah diharmonisasi (peraturannya). Harapannya minggu depan jadi,” ucap Agusdini. ”Insya Allah Menkes akan menunjuk dua kandidat fraksionasi plasma. Setahun setelah penunjukan, akan terjadi toll manufacturing,” tambahnya.