Dampak Buruk Rokok Terjadi Jangka Panjang, Pertegas Aturan
Sejumlah organisasi kesehatan di Indonesia menyerukan desakan aturan yang lebih tegas dan komprehensif untuk mengendalikan konsumsi rokok, khususnya konsumsi pada anak. Aturan yang ada selama ini dinilai sangat lemah.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dampak buruk rokok sangat besar bagi kesehatan. Namun, dampak buruk yang timbul biasanya terjadi dalam jangka penjang sehingga masyarakat sering menyepelekannya. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah harus lebih tegas dan komprehensif untuk mengendalikan produk rokok konvensional ataupun rokok elektronik.
Setidaknya 15 organisasi kesehatan Indonesia yang terdiri dari organisasi profesi kesehatan dan pegiat kesehatan masyarakat sepakat untuk mendorong pemerintah agar segera memperkuat aturan pengamanan zat adiktif dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan. Aturan yang termuat dalam kebijakan tersebut diharapkan lebih kuat dan komprehensif untuk melindungi masyarakat, khususnya anak, dari dampak buruk rokok.
”Kenaikan jumlah perokok anak di Indonesia merupakan keberhasilan industri rokok menjerat korbannya. Sementara tidak ada kebijakan yang kuat untuk mengendalikannya. Jika tidak ada kebijakan yang mendukung, itu berarti upaya menurunkan perokok anak hanya slogan,” ujar anggota bidang kesehatan, ekonomi, dan lingkungan Komite Nasional Pengendalian Tembakau, Darmawan Budi Setyanto, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (6/12/2023).
Kenaikan jumlah perokok anak di Indonesia merupakan keberhasilan dari industri rokok dalam menjerat korbannya. Sementara tidak ada kebijakan yang kuat untuk mengendalikannya.
Darmawan yang juga anggota Unit Kerja Koordinasi Respirologi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia menambahkan, anak menjadi sasaran utama industri rokok. Meski banyak disangkal oleh industri rokok, iklan produk rokok nyatanya banyak dijumpai di sekitar sekolah. Selain itu, rokok batangan masih mudah diakses oleh anak. Kondisi itu membuat jumlah perokok anak terus meningkat.
Riset Kesehatan Dasar menunjukkan prevalensi perokok anak di Indonesia meningkat signifikan dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018. Prevalensi pengguna rokok elektronik juga naik dari 0,3 persen pada 2011 menjadi 3 persen pada 2021.
Rokok elektronik
Anggota Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Annisa Dian Harlivasari, memaparkan, pengendalian konsumsi rokok, baik rokok konvensional maupun rokok elektronik, sudah sangat mendesak. Upaya pengendalian rokok di Indonesia dinilai masih sangat lemah, bahkan belum ada aturan yang jelas dalam pengendalian rokok elektronik.
”Kami mendesak agar aturan rokok elektronik ikut dimasukkan dalam rancangan peraturan pemerintah yang baru tentang kesehatan. Berbagai bukti menunjukkan dampak rokok elektronik sama buruknya dengan rokok konvensional. Nikotin di dalam rokok elektronik juga menimbulkan adiksi yang berbahaya,” ujarnya.
Selain itu, belum ada standar yang jelas untuk mengatur kandungan dalam rokok elektronik. Padahal, kandungan dalam cairan pada rokok elektronik juga bisa berbahaya. Dalam cairan rokok elektronik terdapat kandungan propilen glikol, nikotin, dan gliserin yang jika masuk dalam tubuh bisa berdampak bahaya.
Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi) Sally A Nasution menuturkan, dampak rokok terjadi dalam jangka panjang. Dampak rokok tidak terjadi sesaat sehingga itu sering kali membuat masyarakat menyepelekannya.
Rokok bisa menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tubuh, mulai dari jantung, paru, hingga organ lainnya. Berbagai penyakit dengan tingkat keparahan tinggi pun bisa berkaitan erat akibat konsumsi rokok. ”Zat dalam rokok itu dapat merusak tubuh secara sistemik. Zat itu bisa merusak jaringan endotel yang melapisi semua sistem organ tubuh sehingga kalau jaringan endotel itu rusak, berbagai organ pun akan rusak,” ungkapnya.
Kondisi tersebut, lanjut Sally, harus disadari pemangku kebijakan sebagai ancaman serius bagi kualitas generasi yang akan datang. Ketika paparan rokok terjadi sejak dini, dampak buruk yang terjadi akan semakin cepat. Harapan Indonesia untuk mencapai generasi emas pun akan pupus menjadi generasi cemas yang terbebani dengan beban penyakit akibat rokok.
Atas dasar besarnya dampak buruk dari konsumsi rokok serta belum adanya komitmen aturan tegas dari pemerintah, organisasi kesehatan Indonesia yang terdiri dari 15 organisasi dari praktisi dan organisasi profesi kesehatan menyerukan deklarasi dukungan untuk memperkuat aturan penanganan zat adiktif. Pemerintah didesak untuk membuat aturan kuat dan komprehensif yang melindungi warga dari dampak buruk konsumsi rokok.
Setidaknya ada enam hal yang ditegaskan untuk diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan, Enam hal itu meliputi penghapusan iklan rokok konvensional dan rokok elektronik di semua media publikasi, baik cetak maupun digital, menutup akses yang mempermudah anak-anak dan masyarakat mendapatkan rokok dengan menghapus penjualan rokok ketengan,
Beberapa hal lain yang mesti diatur adalah menaikkan harga rokok setinggi-tingginya, larangan terhadap perasa pada rokok elektronik dan rokok konvensional, memperluas peringatan kesehatan bergambar, memperluas kawasan tanpa rokok, serta membuat promosi bahaya kesehatan akibat merokok.