Metode Pembelajaran Digital Menguatkan Cara Konvensional
Capaian belajar pengguna aplikasi belajar digital meningkat 10 persen. Ini melengkapi metode pengajaran konvensional.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan pembelajaran digital efektif meningkatkan keterampilan dasar serta literasi dan numerasi bagi anak-anak di tingkat pendidikan usia dini dan dasar. Tampilan dan metode pengajaran yang interaktif membuat anak mudah tertarik dan menyerap pelajaran. Hal ini melengkapi metode pengajaran konvensional dengan buku cetak dan menulis.
Dalam riset yang dibuat oleh Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LPPSDM) Bina Putera Utama dan Enuma Indonesia, capaian belajar murid-murid pengguna aplikasi belajar digital meningkat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia sebesar 10 persen, Matematika naik 8 persen, dan Bahasa Inggris naik 7 persen.
Riset ini dilakukan Enuma kepada 20.677 anak di 367 sekolah di enam kota atau kabupaten yang sudah menggunakan aplikasi berbasis luring mereka dalam pembelajaran.
Adapun enam daerah tersebut adalah Bekasi, Jawa Barat; Deli Serdang, Sumatera Utara; Magelang, Jawa Tengah; Ambon, Maluku; Nagekeo, Nusa Tenggara Timur; dan Malinau, Kalimantan Utara. Survei menggunakan instrumen kuesioner dipadukan dengan wawancara mendalam selama tiga bulan, Agustus sampai November 2023.
Anggota tim peneliti dari LPPSDM Bina Putera Utama, Wawan Setiawan, menjelaskan, pengukuran capaian belajar menggunakan sejumlah aspek, seperti hasil belajar, faktor pendukung belajar, persepsi responden, dan data praktik baik di sekolah. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia meningkat 10 persen dari 46 menjadi 56 persen.
Sementara mata pelajaran Matematika naik 8 persen dari 48 menjadi 57 persen, dan Bahasa Inggris naik 7 persen dari 16 sampai 22 persen. Secara umum, 98,2 persen siswa responden suka menggunakan aplikasi literasi digital karena mudah digunakan, kontennya menarik, penggunaan mandiri, dan mendorong peningkatan kemampuan mereka.
”Riset ini diharapkan memberi perspektif baru bagi pemerintah dalam mengembangkan kemampuan literasi dan numerasi anak melalui aplikasi digital. Pemerintah dan DPR bisa membaca ini sebagai peluang ini untuk dianggarkan melalui APBN atau APBD,” kata Wawan saat merilis risetnya di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (16/11/2023).
Dia juga menegaskan bahwa pembelajaran konvensional dengan membaca buku dan menulis di kertas tetap berperan besar. Kehadiran media literasi digital memperkaya metode bagi siswa dalam proses belajar. Namun, guru juga diminta tetap berinovasi dalam mengembangkan metode belajar agar tetap relevan.
”Literasi digital tidak bertujuan menggantikan penuh pengajaran konvensional. Mereka justru saling melengkapi untuk kemajuan pendidikan kita,” ucapnya.
Literasi digital
Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Zulfikri Anas mengutarakan, literasi digital merupakan upaya bersama dalam rangka melakukan transformasi pembelajaran yang berpihak kepada anak. Dengan program kurikulum Merdeka Belajar, pemerintah membuka kesempatan bagi sekolah untuk menerapkan pembelajaran campuran digital dan konvensional.
”Kita tahu tokoh utama di dunia pendidikan adalah anak-anak. Ini salah satu ruang bagi kita untuk memberikan layanan kepada anak yang mereka itu bisa belajar karena mereka senang, cinta, dan menikmati belajarnya,” tutur Zulfikri.
Ia juga mengemukakan pentingnya guru untuk terus beradaptasi dengan teknologi karena anak-anak akan terpapar dengan dunia digital yang makin bergerak dinamis pada masa depan. Bukan dengan memaksa anak masuk ke dunia orang dewasa. ”Sebab, bagaimanapun bagi mereka kita adalah masa lalu, sedangkan mereka akan hidup di masa depan dengan masalah-masalah lebih kompleks,” ucapnya.
Namun, perlu diperhatikan potensi kecanduan anak pada gawai yang bisa mengganggu kesehatan dan tidak digunakan untuk belajar. Oleh karena itu, guru dan orangtua dituntut tegas dalam menerapkan disiplin waktu penggunaan gawai oleh anak-anak. Durasi setiap kali pembelajaran digital di sekolah yang disurvei kurang dari satu jam.
Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2021-2022, sebanyak 77,02 persen dari total populasi Indonesia telah menggunakan internet. Selain itu, selama pandemi Covid-19, lama penggunaan internet meningkat. Sekitar 50 persen melihat layar selama 1-5 jam, 6-10 jam 30 persen, kurang dari 1 jam sebanyak 5 persen, dan lebih dari 10 jam sebanyak 15 persen.
”Ini perlu dicermati karena bagaimanapun paparan gawai terhadap anak-anak tetap harus dibatasi agar perkembangan sosialnya bisa tumbuh,” kata Wawan.
Direktur Enuma Indonesia Juli Adrian menambahkan, hasil positif riset ini akan mendorong orangtua serta pendidik PAUD dan SD turut memakai aplikasi digital dalam mengembangkan keterampilan dasar anak. Sekolah Enuma juga telah didesain untuk dapat digunakan secara luring dalam mengedepankan pemerataan akses yang bisa dirasakan pendidik sehingga mereka akan berkolaborasi secara kontinu dengan berbagai pihak dari Sabang sampai Merauke.
”Tidak ada anak yang tertinggal karena fondasi literasi penting untuk membantu anak dalam mengonsumsi dan mengolah ilmu pada tingkat pendidikan selanjutnya,” ucap Juli.